Batik Sawat Pengantin

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Batik Sawat Pengantin adalah salah satu motif batik khas dari Trusmi, Cirebon.[1] Batik ini merupakan batik kelas atas, yang dahulu sering dipakai oleh keluarga keraton cirebon.[1] Batik Cirebon Motif Sawat Pengantin juga sering dikenakan pasangan pengatin, hal ini karena filosofi Batik Sawat Pengantin yang dipercaya bisa melindungi kehidupan pemakainya.[1]

Kata sawat berarti Sayap atau dalam bahasa Cirebon disebut "Lar".[2] Sebagian orang tempo dulu berpendapat bahwa kata Sawat berasal kata "Sahwat".[2] Maka para keraton khususnya di Cirebon seperti Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan, dan Keraton Keprabonan, menjelang pernikahan atau pelaminan memakai atau mengenakan batik bermotif sawat.[2]

Batik sawat terdiri dari dua pola atau motif, yang pertama yaitu Motif pohon hayat dikelilingi motif lidah dan motif meru.[3] Kemudian pola yang kedua adalah pohon hikayat dikelilingi motif lidah, motif lar (garuda), dan motif meru.[3] Motif lidah api yang terdapat pada batik sawat ini tersusun secara gradasi dan menjadi puncak motif meru yang melingkupi motif lainnya.[3] Motif pohon hayat seolah dikelilingi oleh motif lain seolah menjaga keseimbangan hubungan kosmos secara vertikal dan horisontal.[3]

Pada batik sawat pengantin juga terdapat dua motif selingan, yaitu garis motif meru-meru kecil yang membentuk motif meru dan garis-garis variatif menghiasi bentuk motif meru dan motif lainnya yang membentuk keseimbangan komposisi.[3] Selain itu, batik sawat pengantin juga memiliki struktur yang spesifik.[3] Pola batik utama yang merupakan paduan antara motif pohon hayat yang dikelilingi oleh motif meru seolah membentuk segitiga, menyerupai gunungan atau kekayon pada wayang kulit purwa.[3]

Batik sawat pengantin memiliki makna tentang gambaran hubungan mikrokosmos (batin manusia), yakni tentang eksistensi lahiriah, jasmaniah, dan eksistensi batiniah pada manusia.[4] Kemudian, batik sawat pengantin juga memiliki makna tentang makrokosmos, yakni memposisikan kedudukan manusia hanya bagian dari semesta.[4] Pandangan tentang mikro-makro kosmos menyebutkan bahwa ada tiga dunia atau alam, yakni alam niskala (alam yang tidak dapat dilihat oleh indra pengelihatan), alam sakala niskala (alam yang dapat dilihat oleh indra pengelihatan tetapi juga tidak dapat terlihat oleh indra pengelihatan), dan alam sakala (alam yang dapat dilihat oleh indra pengelihatan).[4]

Pada intinya, batik sawat pengantin ini memberi konotasi simbolisme menuju keEsaan seperti halnya fenomena pengantin, yang penuh dengan harapan dan penuh kebahagiaan.[5] Tampaknya, masyarakat (terutama masyarakat Indramayu-Cirebon), mempunyai keyakinan tentang harapan dari Tuhan-Nya yang diekspresikan lewat motif batik sawat pengantin ini.[5]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c Batik Sawat Pengantin[pranala nonaktif permanen]
  2. ^ a b c Riyanto dkk. Katalog Batik Indonesia. 1997. Yogyakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik
  3. ^ a b c d e f g Susanto. Sewan. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Jakarta: Balai Penelitian Batik dan Kerajinan
  4. ^ a b c Sony Kartika. Dharsono. Budaya Nusantara: Kajian Konsep Mandala dan Konsep Triloka/Buana terhadap Pohon Hikayat pada Batik Klasik. 2007. Bandung: Rekayasa Sains
  5. ^ a b Sudarmono. Dinamika Kultural Batik Klasik Jawa. 1990. Surakarta: TBS