Lompat ke isi

Baju Sangkarut

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Baju Sangkarut berbentuk rompi yang dilapisi kerang (sulau), menjadi salah satu koleksi museum Balanga Kalimantan Tengah.

Baju Sangkarut atau baju basulau adalah pakaian adat asal Kalimantan Tengah. Baju sangkarut dibuat oleh suku Dayak Ngaju yang bermukim di daerah Sungai Kapuas, Kalimantan Tengah.[1]

Penamaan baju sangkarut berasal dari kata "sangka" yang berarti pembatas. Nilai filosofinya, baju ini dapat menangkal setiap gangguan para roh halus. Selain itu, baju sangkarut juga dipercaya bisa melindungi pemakainya dari pengaruh orang jahat.[1]

Baju sangkarut juga dikenal dengan sebutan “baju basulau” karena biasanya dilapisi dengan sulau atau hiasan dari kerang, yang melambangkan kekuatan dan perlindungan bagi pemakainya. Dalam budaya Dayak Ngaju, kepercayaan terhadap roh dan energi mistis masih kuat, sehingga baju ini diyakini memiliki peran penting dalam menjaga keselamatan penggunanya.[2]

Baju sangkarut umumnya dipakai saat berperang. Selain itu, baju sangkarut juga digunakan dalam acara adat perkawinan.[3]

Bahan Pembuatan

[sunting | sunting sumber]
Baju Sangkarut yang dipakai oleh laki-laki dalam acara adat perkawinan.

Baju sangkarut hampir sama seperti Baju Basurat, terbuat dari berbagai bahan alami yang kuat dan tahan lama, diantaranya sebagai berikut:

  • Serat daun nanas
  • Serat daun lemba
  • Serat tengang
  • Serat nyamu

Kulit nyamu atau kulit daun lemba, berasal dari tumbuhan pinang puyuh yang banyak ditemukan di ekosistem hutan hujan tropis seperti di Kalimantan. Kulit ini memiliki struktur yang keras dan berserat, sehingga dapat dirajut dan dibentuk seperti rompi.[1]

Ornamen yang menghiasi baju sangkarut dibuat dengan bahan alami seperti kerang, tempelan kulit trenggiling, kancing, uang logam, manik-manik, dan benda magis. Benda magis yang dijadikan ornamen penghias baju sangkarut tidak hanya sebagai hiasan, tetapi juga dipercaya membantu pemakainya memiliki kekebalan akan senjata tajam atau senjata api, sehingga baju sangkarut juga kerap digunakan dalam peperangan.[1]

Perkembangan

[sunting | sunting sumber]
Pakaian adat Dayak mulai menggunakan ornamen berupa manik-manik.

Seiring perkembangan zaman, suku Dayak Ngaju bersosialisasi dengan kelompok dari suku lain. Sosialisasi ini berlangsung melalui praktik jual beli ketika bangsa Cina dan India datang ke Kalimantan Tengah. Bangsa Cina dan India mengenalkan manik-manik untuk melengkapi perhiasan masyarakat yang sebelumnya hanya terbuat dari biji-bijian, kayu, dan tulang. Perpaduan ini menghasilkan pakaian adat yang eksotis dengan tetap mengekspresikan kekayaan sumber daya alam.[1]

Meski kini jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, baju sangkarut tetap dilestarikan sebagai bagian dari budaya suku Dayak Ngaju. Pakaian ini masih sering digunakan dalam upacara adat dan festival budaya untuk memperkenalkan warisan leluhur kepada generasi muda.[2]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. 1 2 3 4 5 Rosa, Nikita. "Mengenal Baju Sangkarut, Pakaian Adat Suku Dayak Ngaju Kalimantan Tengah". detikedu. Diakses tanggal 2025-06-17.
  2. 1 2 "Baju Sangkarut, Rompi Tradisional Khas Suku Dayak Ngaju – Kopatas News –". Diakses tanggal 2025-06-17.
  3. Febriyana, Wahyu. "Baju Sangkarut : Pakaian Khas Kaum Adam Suku Dayak Ngaju". mmckalteng. Diakses tanggal 2025-06-17.