Awang Long

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

“Aku seorang prajurit. Dan aku tidak mengenal politik. Aku hanya tunduk kepada Duli Tuanku yang Dipertuan. Hidup matiku dan kewajibanku adalah melindungi rakyat dan tanah bertuah Kutai Kartanegara Ing Martadipura!” –Awang Long– [1]

Awang Long atau Panglima Senopati Ario Awang Long, adalah tokoh legenda Panglima Kerajaan Kutai Kartanegara yang dihikayatkan memimpin perang melawan Penjajah Inggeris dan Belanda.

Hikayat Awang Long[sunting | sunting sumber]

Awang Long Ario Senopati lahir pada 28 September 1804. Ayahnya bernama Ni Raden Pati Wangsa dan ibunya bernama Ni Dayang Manta. Tiga orang kakaknya bernama Awang Jeruji, Awang Kridan, dan Dayang Senu. Awang Long menjadi panglima perang di era kepemimpinan Sultan Adji Muhammad Salehuddin.[1]

Pada tahun 1844, dua kapal Inggeris dibawah pimpinan Kapten J.E.Murray mencoba memudiki Sungai Mahakam menuju Kota Tenggarong dengan mengabaikan peraturan Sultan. Awang Long segera menyerang untuk mengusir kedua kapal tersebut, serangan itu berhasil mengusir dan menewaskan Kapten Murray. Tetapi serangan tersebut juga mengakibatkan konflik dengan pemerintahan Hindia Belanda karena sebuah kapal Belgia juga menjadi sasaran serangan. Selanjutnya pemerintahan Hindia Belanda yang mengklaim wilayah tersebut dan ingin menancapkan kekuasaannya mengirim pasukan perang ke Tenggarong dipimpin Kapten T'Hooft untuk menghukum Kerajaan Kutai. Kerajaan Kutai berhasil dikalahkan, kota Tenggarong dikuasai dan Panglima Awang Long gugur untuk menjaga kehormatan negara.

Kuburan Awang Long di Sukarame.

Mengenang Jasa Awang Long[sunting | sunting sumber]

Di antara untuk mengenang jasanya. Batalyon Infanteri 611 diberi nama Yonif Awang Long. Banyak juga nama-nama jalan di kota-kota Kalimantan Seperti Samarinda, Tenggarong, Sendawar, Bontang dan lainnya yang bernama Jalan Awang Long.

Kontroversi[sunting | sunting sumber]

Tokoh Awang Long pernah diajukan kepada pemerintah pusat untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Tetapi, usulan ditolak karena tidak cukup bukti dan referensi mengenai riwayat sejarahnya.[2] Bupati Kutai Syaukani HR yang menulis buku Kerajaan Kutai Kartanegara juga mengakui tidak menemukan adanya catatan dan arsip zaman kolonial yang mengisahkan tokoh bernama Awang Long. Sayangnya, selain media buku, tak banyak rujukan tentang perjuangan sang panglima yang bisa ditemukan. Bahkan, berdasarkan keterangan orang-orang tua yang dekat dengan Kerajaan, Awang Long hanyalah tokoh fiksi yang sengaja dimunculkan untuk bisa diakui sebagai Pahlawan Kutai Kertanegara.[3]

Makam yang diklaim sebagai cagar budaya makam Awang Long di Tenggarong pun ternyata hanya rekaan untuk kepentingan seremonial. Hal ini diungkap sendiri oleh pelaku yang mencari kuburan tua yang akan ditetapkan sebagai makam Awang Long. Budayawan Kutai Zailani Idris mengaku menemani Bupati Kutai, Ahmad Dahlan, tahun 1970-an mencari makam tua dan menemukan sebuah makam tak bernama di Mangkurawang. Maka, dibangunlah monumen cagar budaya makam Awang Long di lokasi itu.[4]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Akbar, M. Zulfikar (2018-08-16). "Gugurnya Awang Long di Benteng Kutai". Bontang Post. Diakses tanggal 2023-12-29. 
  2. ^ "Minim Bukti Auntentik, Kalangan Sipil Diabaikan". Samarinda Pos Online. 2 Agustus 2018. Diakses tanggal 2 Agustus 2018. 
  3. ^ HR, Syaukani. (2002). Kerajaan Kutai Kartanegara. Tenggarong: Pustaka Pulau Kumala. hlm. 86 & 89. 
  4. ^ "Benarkah Kuburan Awang Long di Mangkurawang". Suara Kaltim. 19 November 1998. hlm. 20.