Arus jet

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konfigurasi umum aliran jet kutub dan subtropis
Penampang aliran jet subtropis dan kutub menurut garis lintang
Meander (Gelombang Rossby) dari aliran jet kutub Belahan Bumi Utara berkembang (a), (b); lalu akhirnya melepaskan "setetes" udara dingin (c). Oranye: massa udara yang lebih hangat; merah muda: aliran jet.
Penggambaran sirkulasi global yang sangat ideal.

Arus jet atau lebih dikenal dengan sebutan jet stream yaitu sebuah fenomena alam yang sangat menarik perhatian dalam dunia penerbangan. Dikatakan menarik perhatian karena angin yang bertiup sangat kencang bahkan kecepatan bisa lebih dari 100 kilometer per jam. Pada umumnya arus ini terletak di antara 2 lapisan yaitu lapisan atmosfer pertama (troposfer) dan lapisan atmosfer kedua (stratosfer). Adanya arus jet ini membawa dampak baik dan dampak buruk bagi dunia penerbangan. Dampak baiknya adalah jika arus jet searah dengan penerbangan pesawat, karena dapat menghemat bahan bakar dan mempercepat penerbangan. Dampak buruknya adalah berbahaya bagi pesawat yang berlainan arah dengan arus jet. Fenomena Arus jet ini pertama kali ditemukan oleh Kapten Pan American World Airways pada tahun 1952 [1]

Jenis - Jenis Arus Jet[sunting | sunting sumber]

Fenomena pemanasan global saat ini menjadi topik yang semakin banyak menyita perhatian masyarakat dunia. Pemanasan global adalah kondisi peningkatan suhu rata-rata-rata permukaan bumi akibat konsentrasi gas rumah kaca yang berlebih.[2] Pemanasan global disebabkan oleh peningkatan emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca. Kedua hal tersebut menyebabkan perubahan pola cuaca, penambahan curah hujan dan juga menimbulkan bencana. Salah satu bencana yang disebabkan oleh pemanasan global adalah turbulensi pesawat terbang akibat arus jet atau jet stream. Turbulensi adalah perubahan kecepatan aliran udara yang menyebabkan goncangan pada tubuh pesawat, baik kecil maupun besar [3] sedangkan jet stream adalah pita yang sangat sempit (dengan panjang beberapa kilometer dan lebar 100 km) yang bergerak cepat di udara mengelilingi Bumi. Jet stream terbentuk pada batas massa udara hangat dan dingin di sekitar ketinggian 10 km dan menghasilkan angin dengan kecepatan 200–656 km per jam.[4] Saat ini dikenal terdapat 2 jenis arus jet stream yang tersebar, yaitu polar jet stream dan subtropical jet stream. Dua jenis jet stream ini dapat kita temukan di Belahan Bumi Utara (BBU) dan di Belahan Bumi Selatan (BBS). Jet stream sendiri terjadi karena udara bertekanan rendah naik dari khatulistiwa dan bertemu dengan udara bertekanan tinggi dari Kutub. Pertemuan tekanan yang berbeda tersebut akan membentuk pipa yang arusnya tidak teratur. Arus jet stream yang tak teratur tersebut akan membentuk suatu gelombang yang dinamakan gelombang Rossby.

Dampak Arus Jet Pada Dunia Penerbangan[sunting | sunting sumber]

Pesawat terbang adalah salah satu mode transportasi yang banyak digunakan masyarakat. Ada banyak hal yang melatarbelakangi, alasan penggunaan peswat terbang, diantaranya adalah lebih cepat sampai, naik pesawat dirasakan lebih aman, tidak berdesakan ketika berada dalam peswat, menghemat biaya, jadwal penerbangan sangat fleksibel, tidak kesusahan membawa banyak barang bawaa, lebih banyak ada harga promo terutama menjelang hari-hari raya.[5] Dibalik semua kelebihan yang ditawarkan tentu ada saja kekurangannya. Perjalanan naik pesawat terbang memang tidak selalu berjalan dengan mulus. Terkadang, seorang penumpang pesawat bisa merasa tegang setengah mati saat terjadi turbulensi.[6] Turbulensi pesawat terjadi karena arus jet atau yaitu arus angin berkekuatan 100 km/jam yang terjadi pada kondisi cuaca ekstrem. Sebuah studi yang diterbitkan pada tahun 2013 mengungkapkan hubungan suhu atmosfer dengan turbulensi pesawat. Berdasarkan hasil studi ini, atmosfer yang menghangat atau semakin panas, jet stream akan terjadi lebih kencang sehingga rentan terjadi turbulensi pada pesawat yang melintas. Sebuah studi lain yang terbit tahun 2007 menyatakan bahwa kejadian turbulensi pesawat telah meningkat antara 40% hingga 90% dari tahun 1950. Selain mengakibatkan turbulensi, jet stream juga dapat badai dan banjir. Dalam dunia penerbangan ada 2 kemungkinan yang bisa terjadi ketika penerbangan tersebut menemui arus jet. Kemungkinan pertama adalah pesawat akan lebih cepat sampai tujuan karena pesawat tersebut searah dengan arus jet yang dikenal dengan istilah tail wind dan kemungkinan kedua adalah arus jet akan menghambat kecepatan pesawat jika tidak searah dengan arus jet yang dikenal dengan sebutan head wind.

Bencana Karena Arus Jet[sunting | sunting sumber]

Salah satu bencana yang dapat ditimbulkan dari adanya arus jet adalah turbulensi. Turbulensi adalah gerakan (udara) tidak beraturan atau berputar tidak beraturan akibat perbedaan tekanan atau temperatur, jika fenomena ini terjadi maka tentu sangat mengganggu penerbangan.[7] Turbulensi udara atau clear-air turbulance (CAT) menjadi suatu hal yang menjadi sangat menakutkan di dunia penerbangan. Ketakutan itu dikarenakan CAT dapat terjadi kapan saja tanpa bisa diprediksi dan tanpa adanya tanda – tanda yang dapat dilihat dengan mata seperti keberadaan awan maupun badai. Turbulensi udara atau CAT terjadi ketika sebuah massa udara yang bergerak dengan kecepatan tertentu, kemudian bertabrakan dengan massa udara lain dari arah berlawanan. Biasanya hal tersebut terjadi karena tekanan atmosfer, arus udara jet, udara di sekitar pegunungan ataupun fakor suhu dan cuaca yang ekstrem.[8] Selain turbulensi arus jet juga dapat menyebabkan banjir dan badai. Badai topan dan gempa bumi sudah sering menjadi judul di berbagai harian di dunia. Hal tersebut disebabkan oleh gelombang panas baik secara langsung ataupun tidak langsung. Akibat adanya bencana itu, banyak munculnya korban jiwa seperti kejadian yang pernah terjadi di beberapa negara di benua Eropa dan Rusia. Akibat adanya peningkatan suhu yang sangat drastis, menyebabkan meningkatnya angka kematian yang disebabkan oleh hipertermia, kegagalan panen, kebakaran hutan, terputusnya sambungan listrik. Tidak hanya di Eropa dan Rusia, pemanasan global juga berefek di Jepang, berdasarkan informasi peningkatan suhu yang drastis mengakibatkan korban setidaknya tercatat 66 orang tewas dan 15.000 lainnya berhasil dilarikan ke rumah sakit akibat hipertermia dan serangan otak (stroke). Selain Jepang, di Cina juga suhu udara meningkat bahkan berhasil mencapai suhu 44 °C. Suhu ekstrim ini menyebabkan puluhan mesin bus di Beijing mengalami kebocoran sehingga mesin tersebut mengeluarkan oli dan terbakar. Efek pemanasan global juga dirasakan oleh penduduk di Timur Tengah dan juga Australia. Kedua tempat tersebut dilanda gelombang yang panas. Kejadian ini bahkan menyebabkan sekitar 10.000 unta di wilayah Australia yang dilanda kekeringan terancam ditembak dan dibunuh. Hal itu dikarenakan penduduk setempat mengeluhkan jika banyak spesies hewan berkuku belah tersebut yang kehausan, kemudian hewan - hewan tersebut mencari air mati-matian dan membahayakan keselamatan penduduk sekitar.[9] Jika di diartikan, gelombang panas adalah periode lanjutan dari cuaca yang sangat panas dan diikuti oleh kelembaban tinggi yang biasanya terjadi pada wilayah - wilayah yang sedang mengalami musim panas. Beberapa kejadian terkait gelombang panas yang terjadi tahun 2003 di Eropa, yang temperatur suhu siang harinya menjadi pemecah rekor dunia. Rata-rata suhu pada siang hari mencapai 350C dan temperatur tersebut tetap bertahan, pada saat malam hari suhu tersebut tidak mengalami perubahan yang signifikan. Menurut para meteorologiawan, cuaca ekstrim seperti gelombang panas yang terjadi di Eropa dan belahan bumi lainnya saat ini, sebagian besar disebabkan oleh adanya penyimpangan perilaku arus jet (jetstream). Selain gelombang panas yang dirasakan oleh masyarakat di seluruh dunia, arus jet juga berdampak lain yaitu adanya gelombang Rossby. Gelombang Rossby merupakan pergerakan gelombang massa udara yang ada di atmosfer, gelombang ini akan terus mengalir ke arah timur tanpa terputus. Jika pergerakan gelombang ini terputus, maka dipastikan akan muncul cuaca ekstrim.[10]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Bonauli. "Benarkah Terbang ke Arah Barat Lebih Lama daripada ke Timur?". detikcom. Diakses tanggal 2020-02-11. 
  2. ^ Nailufar, Nibras Nada (ed.). "Pemanasan Global: Proses, Penyebab, dan Dampaknya". Kompas.com. Diakses tanggal 2020-02-06. 
  3. ^ Nursastri, Sri Anindiati (ed.). "10 Hal yang Harus Anda Tahu tentang Turbulensi Pesawat". Kompas.com. Diakses tanggal 2020-02-06. 
  4. ^ "7 Peristiwa Cuaca Ekstrem Paling Spektakuler di Dunia". Republika Online. 2016-01-02. Diakses tanggal 2020-02-06. 
  5. ^ Times, I. D. N.; adiel, nathan. "7 Alasan Kenapa Mudik Naik Pesawat Itu Lebih Baik". IDN Times. Diakses tanggal 2020-02-06. 
  6. ^ Mulki. "Apakah Turbulensi Bisa Sebabkan Pesawat Jatuh?". Kumparan. Diakses tanggal 2020-02-04. 
  7. ^ bakri. "Sekilas tentang Turbulensi". Tribunnews.com. Diakses tanggal 2020-02-06. 
  8. ^ "Pemanasan Global Meningkatkan Potensi Turbulensi Udara". Republika Online. 2017-10-10. Diakses tanggal 2020-02-06. 
  9. ^ Liputan6.com (2020-01-08). Yulianingsih, Tanti, ed. "10.000 Unta di Australia Terancam Ditembak Mati". Liputan6.com. Diakses tanggal 2020-02-06. 
  10. ^ "Mengapa Eropa Dilanda Cuaca Ekstrem?". Kompas.com. Diakses tanggal 2020-02-06.