Argumen dari kehendak bebas

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Argumen dari kehendak bebas, juga disebut paradoks kehendak bebas atau fatalisme teologi, menyatakan bahwa kemahatahuan dan kehendak bebas tidaklah sejalan dan bahwa konsep Ketuhanan memasukkan kedua unsur tersebut sehingga tampak berseberangan.[note 1][1][2] Argumen tersebut sangat berhubungan dengan impikasi takdir.

Kemahatahuan dan kehendak bebas[sunting | sunting sumber]

Jika Tuhan membuat permainan, aturannya dan para pemainnya, bagaimana setiap pemain dapat bebas?

Beberapa argumen melawan keberadaan Tuhan berfokus pada anggapan ketidakcocokan kehendak bebas manusia dan kemahatahuan Tuhan. Argumen tersebut sangat berkaitan dengan implikasi takdir.

Moses Maimonides merumuskan sebuah argumen terkait kehendak bebas seseorang, dalam istrilah tradisional dari tindakan baik dan jahat, sebagai berikut:

… "Apakah Tuhan mengetahu atau melakukan yang Ia tak ketahui agar orang tertentu akan menjadi baik atau buruk? Jika seseorang berkata 'Ia tau', kemudian ini butuh disertai agar orang tersebut bertindak seperti yang Tuhan ketahui sebelum ia akan melakukannya, dalam kata lain, pengetahuan Tuhan tidaklah sempurna.…"[3]

Sebuah rumus logika dari argumen tersebut adalah sebagai berikut:[1]

  1. Tuhan diketahui memilih "C" agar manusia mengklaim "kehendak bebas".
  2. C sekarang dibutuhkan.
  3. Jika C sekarang dibutuhkan, kemudian C tak dapat menjadi hal lain (ini adalah definisi “kebutuhan”). Sehingga, tidak ada "kemungkinan" sebenarnya karena takdir.
  4. Jika kau tak dapat melakukan hal lain selain yang kau lakukan, kau tak dapat bertindak bebas (Prinsip Kemungkinan Alternatif)
  5. Sehingga, saat kau bertindak, kau tak dapat bebas.

Catatan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ See the various controversies over claims of God's omniscience, in particular the critical notion of foreknowledge.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Stanford Encyclopedia of Philosophy, Foreknowledge and Free Will
  2. ^ Swartz, Norman. "Foreknowledge and Free Will". Internet Encyclopedia of Philosophy. Diakses tanggal 26 August 2017. 
  3. ^ The Eight Chapters of Maimonides on Ethics (Semonah Perakhim), edited, annotated, and translated with an Introduction by Joseph I. Gorfinkle, pp. 99–100. (New York: AMS Press), 1966.

Bacaan tambahan[sunting | sunting sumber]

  • Thomas Aquinas. Summa Contra Gentiles
  • Thomas Aquinas. Summa Theologica I, Q. XIV, esp. Art. 13: "Whether the Knowledge of God is of Future Contingent Things?".
  • Boethius. The Consolation of Philosophy. Many editions.
  • Hasker, William. God, Time, and Foreknowledge". Ithaca: Cornell University Press, 1998.
  • Molina, Luis de. On Divine Foreknowledge, trans. Alfred J. Freddoso. Ithaca: Cornell University Press, 1988.
  • Plantinga, Alvin. "On Ockham's Way Out". Faith and Philosophy 3 (3): 235–269.
  • Ockham, William. Predestination, God's Foreknowledge, and Future Contingents, trans. M.M. Adams and N. Kretzmann. Indianapolis: Hackett Publishing Company, 1983.
  • Zagzebski, Linda. "The Dilemma of Freedom an Foreknowledge". New York: Oxford University Press, 1991.
  • Luther, Martin: De servo arbitrio, in English: On the Bondage of the Will. In Latin and German 1525, in modern English: J.I. Packer and O. R. Johnston, trans. Old Tappan, New Jersey: Fleming H. Revell Co., 1957.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]