Anemia aplastik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Anemia aplastik adalah salah satu jenis kelainan darah akibat ketidakberhasilan sumsum tulang untuk memproduksi salah satu atau seluruh sel darah, baik sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Penyakit ini cukup langka dan dapat terjadi secara tiba-tiba, atau perlahan datang dan memburuk seiring berjalannya waktu. Akibatnya, tubuh akan menjadi lelah dan rentan terhadap infeksi serta pendaharan yang tidak terkontrol[1].

Anemia aplastik umumnya terjadi pada individu berusia dua puluhan dan tiga puluhan, serta pada individu lanjut usia. Penyakit ini dapat muncul karena berbagai faktor seperti genetik, kondisi yang berhubungan dengan sistem imun, atau paparan radiasi, obat-obatan, atau bahan kimia. Namun, penyebabnya tidak diketahui pada sekitar setengah dari kasus.[2]

Untuk mendiagnosis anemia aplastik, diperlukan biopsi sumsum tulang. Sumsum tulang yang sehat seharusnya memiliki persentase sel punca darah berkisar antara 30-70%. Namun pada kasus anemia aplastik, sel-sel ini sebagian besar tidak ada dan digantikan oleh jaringan adiposa.

Pengobatan utama untuk anemia aplastik yaitu obat imunosupresif seperti globulin anti-limfosit atau globulin anti-timosit, yang dikombinasikan dengan kortikosteroid, kemoterapi, dan siklosporin. Transplantasi sel punca hematopoietik juga merupakan pilihan, terutama untuk pasien di bawah 30 tahun dengan donor yang cocok.

Eleanor Roosevelt, Luana Reyes, dan Marie Curie adalah orang-orang terkenal yang meninggal karena anemia aplastik.

Penyebab[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan penyebabnya, terdapat dua jenis anemia aplastik, yaitu:

Acquired aplastic anemia adalah jenis anemia aplastik yang terjadi sejak seseorang dilahirkan dan biasanya dijumpai pada orang dewasa. Jenis anemia aplastik ini umumnya terkait dengan kelainan yang mengganggu sistem imun tubuh (gangguan autoimun)[1]. Berdasarkan beberapa penelitian, anemia aplastik jenis ini lebih berisiko terjadi pada tubuh yang memiliki faktor risiko seperti berikut ini[3].

Inherited aplastic anemia, adalah jenis anemia aplastik yang terjadi akibat turunan genetik orang tua/ keluarga dan terjadi pada anak-anak hingga remaja. Jenis anemia aplastik ini sangat berisiko mengalami kanker, seperti leukemia.[3]

Gejala[sunting | sunting sumber]

Gejala anemia aplastik terjadi berdasarkan jenis sel darah yang mengalami defisiensi, sehingga keluhan yang diderita oleh pengidap berbeda-beda. Pada kondisi defisiensi sel darah merah, gejala pengidap seperti mudah mengantuk, tubuh lemah dan lemas, wajah pucat, nyeri kepala dan pusing, sesak napas, nyeri dada, dan denyut jantung terasa kencang[1]. Lain hal dengan kondisi defisiensi sel darah putih, seperti mudah mengalami infeksi dan demam, mengalami pendarahan secara tiba-tiba misalnya mimisan, perdarahan pada gusi, dan saat BAB keluar darah.[3]

Diagnosis[sunting | sunting sumber]

Diagnosis anemia aplastik dilakukan berdasarkan pemeriksaan aspirasi tulang sumsum yang menunjukkan sel darah yang sangat kurang, terdapat banyak jaringat ikat dan jaringan lemak, dengan aplasi sistem eritropoetik, granulopoetik dan trombopoetik[4]. adapun beberapa pemeriksaan penunjang untuk mengkonfirmasi diagnosis anemia aplastik itu sendiri, yakni meliputi:

  • Pemeriksaan laboratorium, meliputi tes darah lengkap dan retikulosit. Seperti memeriksa kadar hemoglobin, hemtokrotik, sel darah merah, se; darah putih, dan trombosit.[1]
  • Pemeriksaan tulang Sumsum, meliputi tes aspirasi dan biopsi. Tes aspirasi merupakan pengambilan sempel cairan tulang susmsum dengan alat jarum khusus. Sedangkan tes biopsi merupakan pengambilan sempel jaringan tulan sumsum dengan alat jarum khusus. Kedua sempel tersebut diperika melalui mikroskop.[1]
  • Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal[3]
  • Pemeriksaan genetik[3]

Pengobatan[sunting | sunting sumber]

Pengobatan anemia aplastik dapat dilakukan beberapa langkah penanganan, di antaranya sebagai berikut.[3]

  1. Transfusi darah, dalam pengobatan ini hanya dapat meringankan gejala anemia aplastik dan menyediakan sel-sel darah yang sudah tidak bisa diproduksi kembali oleh tulang sumsum. Penderita anemia aplasti akut akan membutuhkan transffusi darah secara berulang kali. Sehingga kemungkinan dapat menimbulkan komplikasi, seperti infeksi, kekebalan tubuh (adaptasi sel darah baru di dalam tubuh), hingga penumpukkan zat besi pada sel darah merah.
  2. Transplantasi sel induk, dalam pengobatan ini diangap paling utama untuk mengobati anemia aplastik berat. Transplantasi ini dilakukan penderita yang berusia muda dan memiliki kecocokan dengan donor, misalnya saudara kandung. Adapun komplikasi pada pengobatan ini adalah reaksi penolakan tulang sumsum dari hasil donor.
  3. Obat penekan sistem kekebalan tubuh (Immunosupresan), pengobatan ini pada umumnya dilakukan bagi penderita yang sudah tidak dapat menjalani transplantasi tulang susmsum/ sel induk yang disebabkan memiliki kelainan autoimun. dalam pengobatan ini dapat menekan ktivitas sel-sel kekebalan tubuh yang merusak tulang sumsum, sehingga memabntu tulang sumsum untuk pulih dan menghasilkan sel-sel darah baru.
  4. Antibiotik dan antivirus, pemberian obat ini biasanya diberikan pada penderita yang mengalami gejala infeksi sehingga dokter dapat memberikan antibiotik maupun antivirus berdasarkan penyebab infeksinya.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e "Anemia Aplastik". Halodoc. Diakses tanggal 2022-10-25. 
  2. ^ Harrison's principles of internal medicine. Dennis L. Kasper, Tinsley Randolph Harrison (edisi ke-16th ed.). New York: McGraw-Hill, Medical Pub. Division. 2005. ISBN 0-07-139140-1. OCLC 54501403. 
  3. ^ a b c d e f "Mengenal Anemia Aplastik dan Pengobatannya". Alodokter. 2019-10-07. Diakses tanggal 2022-10-25. 
  4. ^ Isyanto, Maria Abdulsalam (Juni 2005). "Masalah pada Tata Laksana Anemia Aplastik Didapat". Sari Pediatri. 7 (1): 26–33.