Adat Musi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Adat Musi adalah sebuah agama asli Nusantara yang berasal dari ajaran Bawangin Panahal. Adat Musi juga merujuk ke organisasi agama tersebut yang bernama Gereja Adat Musi. Adat Musi mengajarkan bahwa manusia harus selalu sadar terhadap kesalahan dan dosa dirinya, senantiasa bertaubat dan berdoa kepada Tuhan, dan bersifat rendah hati, mengasihi, dan berbuat baik kepada sesama manusia dan alam. Penganut Adat Musi meyakini bahwa Bawangin Panahal menerima wahyu dari Tuhan dan dari perantaranya yang disebut Onto'a atau Onto'a Ruata.[1]

Etimologi[sunting | sunting sumber]

Musi merupakan nama sebuah desa di Pulau Salibabu, Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara, tempat lahir dan hidup Bawangin Panahal serta tempat agama ini pertama kali diturunkan dan disebarkan.[1][2] Kata "adat" (juga ditulis "ADAT", kapital seluruhnya) dalam Adat Musi telah disebut sebagai kependekan dari frasa "Allah dalam tubuh".[3]

Kepercayaan[sunting | sunting sumber]

Ajaran Adat Musi menyebutkan bahwa Tuhan berada di tempat paling tinggi dan tidak ada yang menyerupainya atau menyamai kedudukannya. Tuhan merupakan segalanya bagi manusia. Tuhan bersifat Mahakasih, Maha Penyelamat, Maha Pembebas, Maha Pelindung, Maha Penjaga, Maha Pemelihara, dan Maha Pembela Kebenaran dan Keadilan dan melindungi kedamaian di dunia bagi manusia. Tuhan merupakan pemilik dari dunia. Tuhan dikelilingi oleh cahaya kebesarannya sehingga fisik manusia tidak dapat melihat Tuhan. Di dalam Adat Musi, Tuhan memiliki beberapa sebutan yaitu Mawu Ruata (Tuhan Allah), Mawu Ruata Na'ala'a (Tuhan Allah Pencipta), Ruata Ualuadda (Tuhan Pembela, Pelindung, dan Pembimbing Pemelihara yang benar), Tuang (Tuhan Yang Maha Esa).[4]

Adat Musi mempercayai bahwa manusia memiliki tujuan untuk mencapai kebahagiaan dalam kehidupannya di dunia maupun setelah mati dan caranya adalah dengan mengamalkan ajaran Tuhan. Setelah kematian, manusia yang menjalankan kebaikan dan ajaran Tuhan akan hidup bahagia di suatu tempat suci sementara yang tidak akan mengalami penyiksaan.[5] Manusia berkewajiban taat kepada Tuhan, selalu bersyukur, berdoa, menghormati sesama ciptaan Tuhan, dan melaksanakan ritual.[6]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa (2006). Ensiklopedi Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Jakarta: Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film, Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. hlm. 72–74. ISBN 9789791607117. OCLC 424338489. 
  2. ^ Kowaas, Christian Alberto (2018-11-18). "Penghayat ADAT Musi pertahankan tradisi dalam perubahan". ANTARA News. Diakses tanggal 2019-09-21. 
  3. ^ "Kisah Penghayat Kepercayaan Adat Musi yang Hidup Rukun di Sulut". detikcom. 2018-11-21. Diakses tanggal 2019-09-21. 
  4. ^ Rumintjap, et al. 1992, hlm. 30-39.
  5. ^ Rumintjap, et al. 1992, hlm. 62-64.
  6. ^ Rumintjap, et al. 1992, hlm. 51.
Sumber tersitasi