Lompat ke isi

Abdurrahman Batuhampar

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Syekh Abdurrahman Batuhampar
Meninggal1899
Batuhampar, Hindia Belanda
FirkahSunni
Mazhab FikihSyafi'i
Mazhab AkidahAsy'ari
TarekatNaqsyabandi, Syazili
Guru-guruIsmail al-Minankabawi, Daud al-Fatani
Keluargalihat daftar

Syekh Abdurrahman al-Khalidi Batuhampar gelar Baliau Batuhampa (w. 1899) adalah ulama Naqsyabandiyah dan ahli qiraat dari Batuhampar, Lima Puluh Kota. Ia dikenal sebagai pendiri Surau Batuhampar yang kini berkembang menjadi Pondok Pesantren Al-Manaar. Salah satu cucunya, Mohammad Hatta, dikenal sebagai Wakil Presiden Indonesia pertama.

Riwayat hidup[sunting | sunting sumber]

Abdurrahman lahir dari pasangan Abdullah Rajo Bintan dan Tuo Tungga. Pengajaran agama pertama ia peroleh kepada seorang ulama bergelar Baliau Galogandang di Rambatan, Tanah Datar. Abdurrahman kemudian melanjutkan pendidikan di Tapak Tuan, Aceh. Setelah bertahun-tahun belajar di Galogandang dan Tapak Tuan, ia memutuskan untuk memperdalam ilmu agama di Makkah.[1]

Sesampainya di Makkah, ia bertemu dengan Syekh Ismail al-Minankabawi. Melalui Syekh Ismail, Syekh Abdurrahman mengambil baiat Naqsyabandiyah dan Syaziliyah.[2] Selain Syekh Ismail, ia juga belajar kepada beberapa ulama Makkah seperti Syekh Daud al-Fatani, Syekh Usman bin Hasan ad-Dimyati, Syekh Muhammad Said al-Qudsi, Syekh Muhammad Salih bin Ibrahim ar-Rais, Syekh Ahmad al-Marzuqi, dan lain-lain.[3]

Setelah lama belajar di Makkah, Syekh Abdurrahman kembali ke Batuhampar. Ia mendirikan Surau Batuhampar yang kemudian dikenal sebagai pusat pengajaran qiraat tujuh (tujuh macam cara membaca al-Qur'an) di Minangkabau.[4][5] Surau Batuhampar memperoleh banyak anak siak (santri) dari luar Batuhampar, sehingga Syekh Abdurrahman membentuk kompleks yang dikenal sebagai Kampung Dagang. Surau Batuhampar beserta kompleks di sekitarnya kelak berkembang menjadi Pondok Pesantren Al-Manaar.[6] Beberapa murid Syekh Abdurrahman yang terkenal antara lain Syekh Sulaiman ar-Rasuli, Syekh Abdul Qadim Belubus, dan Syekh Muhammad Arsyad Batuhampar.[1]

Syekh Abdurrahman Batuhampar wafat pada 1899 dan dimakamkan di Batuhampar. Kepemimpinan surau diserahkan kepada putranya, Syekh Arsyad.[7]

Keluarga[sunting | sunting sumber]

Syekh Abdurrahman menikah sebanyak enam kali selama hidupnya. Dari pernikahan itu, ia dikaruniai delapan putra dan dua putri.[3] Kepemimpinan Surau Batuhampar sampai sekarang dipegang oleh keturunan Syekh Abdurrahman.[1]

Cucu Syekh Abdurrahman dari jalur Syekh Arsyad, Syekh Muhammad Arifin Arsyadi,[8] dikenal sebagai salah satu pendiri Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).[9] Cucu lainnya yang juga terkenal adalah Mohammad Hatta, wakil presiden Indonesia pertama, yang merupakan putra Syekh Muhammad Jamil Batuhampar.[10]

Silsilah Syekh Surau Batuhampar
Syekh
Abdurrahman
(1)
....-1899
Syekh
Muhammad Arsyad
(2)
1899-1924
Syekh
Ahmad
(4)
1938-1949
Muhammad Jamil
Syekh
Muhammad Arifin Arsyadi
(3)
1924-1938
Syekh
Darwisy Arsyadi
(5)
1949-1964
Syekh
Dhamrah Arsyadi
(6)
1964-1992
Khalilurrahman ArsyadiMohammad Hatta
Wakil Presiden Indonesia
1945-1956
Buya Haji
Sya'rani Khalil
(7)
1992-2021
Buya Haji
Mazmur Sya'rani
(8)
2021-kini

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

Rujukan

  1. ^ a b c Putra, Apria (24 September 2019). "Syekh Batu Hampar dan Jejak Tokoh Pendidikan Tradisional Surau di Pedalaman Minangkabau". Tarbiyah Islamiyah. Diakses tanggal 13 Juni 2024. 
  2. ^ Chairullah 2016, hlm. 172-173.
  3. ^ a b Fadlly, Harits (9 Januari 2018). "Syekh Abdurrahman (1777—1899)". Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur'an Kementerian Agama Republik Indonesia. Diakses tanggal 13 Juni 2024. 
  4. ^ Yunus 1957, hlm. 36.
  5. ^ Sya'ban, Ahmad Ginanjar (19 November 2020). "Menilik Harta Karun Peninggalan Syaikh Abdurrahman Batuhampar Kakek Bung Hatta". Sanad Media. Diakses tanggal 13 Juni 2024. 
  6. ^ Edwar 1981, hlm. 4-5.
  7. ^ Azra 2017, hlm. 80.
  8. ^ Hatta 2011, hlm. 34.
  9. ^ Koto 2012, hlm. 32.
  10. ^ Hatta 2011, hlm. 19.

Daftar pustaka

  • Azra, Azyumardi (2017). Surau: Pendidikan Islam Tradisi dalam Transisi dan Modernisasi. Jakarta: Kencana. ISBN 978-602-422-148-5. 
  • Chairullah (2016). Naskah Ijazah dan Silsilah Tarekat: Kajian Terhadap Transmisi Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Minangkabau. Padang: Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat. ISBN 978-602-8742-99-3. 
  • Edwar (1981). Riwayat Hidup dan Perjuangan 20 Ulama Besar Sumatera Barat. Padang: Islamic Centre Sumatera Barat. 
  • Hatta, Mohammad (2011). Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ISBN 9797095401. 
  • Koto, Alaidin (2012). Persatuan Tarbiyah Islamiyah: Sejarah, Paham Keagamaan, dan Pemikiran Politik 1945-1970. Jakarta: Rajawali Pers. ISBN 978-602-425-230-4. 
  • Yunus, Mahmud (1957). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Mutiara.