Đorđe Martinović

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Đorđe Martinović (juga ditulis Djordje Martinović; bahasa Serbia: Ђорђе Мартиновић; 1929 – 6 September 2000) adalah seorang petani Serbia asal Kosovo yang menjadi pusat perhatian sebuah insiden terkenal pada bulan Mei 1985, ketika ia dirawat karena luka yang diakibatkan oleh memasukkan botol kaca secara paksa ke anusnya. Skandal Martinović ini berubah menjadi cause célèbre dalam perpolitikan Serbia. Meski fakta insiden ini masih diperdebatkan selama sekian tahun setelahnya, insiden ini memainkan peran utama dalam memperparah ketegangan etnis antara penduduk Serbia dan Albania di Kosovo.

Insiden[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 1 Mei 1985, Đorđe Martinović (56 tahun), seorang penduduk kota Gnjilane, Kosovo, tiba di rumah sakit setempat dengan botol pecah tersangkut di rektumnya. Ia mengaku diserang oleh dua pria berbahasa Albania saat sedang bekerja di ladangnya. Setelah ditanyai seorang kolonel Angkatan Darat Rakyat Yugoslavia, Martinović dilaporkan mengaku bahwa luka-lukanya adalah hasil tindakannya sendiri saat berusaha melakukan masturbasi. Penyelidik umum melaporkan bahwa "jaksa membuat kesimpulan tertulis bahwa korban melakukan tindakan 'pemuasan diri' di ladangnya, [bahwa ia] meletakkan botol bir di atas stik kayu, lalu ditancapkan ke tanah. Kemudian korban duduk 'di atas botol dan menikmati'."[1] Para pemimpin masyarakat di Gnjilane langsung mengeluarkan pernyataan yang mendeskripsikan luka-lukanya sebagai "akibat praktik [seksual] sendiri secara tak sengaja."[2]

Ia dipindahkan ke Belgrade untuk penyelidikan lebih lanjut di Military Medical Academy, tetapi tim medis di sana melaporkan bahwa luka-lukanya tidak sama seperti luka akibat tindakan sendiri. Tim yang terdiri dari dua dokter asal Belgrade dan satu asal Ljubljana, Zagreb, dan Skopje (mewakili empat dari enam republik Yugoslavia) ini menyimpulkan bahwa luka-luka ini diakibatkan "oleh pemasukan atau penyangkutan sebuah botol berukuran 500 ml, atau ujung bawahnya, ke dalam rektum secara kuat, brutal, dan mendadak" dan mustahil secara fisik Martinović melakukan hal ini sendirian. Tim tersebut berpendapat bahwa pemasukan ini "hanya bisa dilakukan oleh sedikitnya dua orang atau lebih."[3]

Penyebab kedua dicari dan disimpulkan sebulan kemudian oleh sebuah komisi yang dipimpin Profesor Dr. Janez Milčinski.[4] Tim Milčinski menyimpulkan bahwa Martinović bisa saja memasukkan botol itu dengan meletakkannya di atas sebuah stik yang kemudian ditancapkan ke tanah, namun terpeleset saat masturbasi dan memecahkan botol di dalam rektumnya akibat desakan bobot tubuhnya sendiri.[3] Polisi rahasia dan intelijen militer Yugoslavia menyimpulkan bahwa luka yang dialami Martinović memang akibat tindakan sendiri.[5]

Martinović kemudian menarik kembali pengakuannya, lalu mengklaim bahwa ia dipaksa mengaku seperti itu saat diinterogasi selama tiga jam dan ia dijanjikan bahwa anak-anaknya akan menerima pekerjaan sebagai imbalan untuk pengakuan tersebut. Putranya memberitahu pers bahwa ayahnya diserang hanya karena ia orang Serbia: "Teman-teman memberitahu kami [bahwa] kaum iredentis Albania melakukannya sebagai tindakan balas dendam. ... Mereka tidak peduli siapa korbannya, asalkan dia orang Serbia."[1]

Pada akhirnya, pihak berwenang federal dan Serbia tidak melanjutkan kasus ini, bahkan setelah Serbia mencabut pemerintahaan sendiri Kosovo tahun 1989, dan belum ada upaya serius untuk mencari pelaku penyerangan Martinović.[5]

Reaksi[sunting | sunting sumber]

Kasus ini ditanggapi dengan banyak sekali pernyataan nasionalis dan anti-Albania di pers Serbia. Hal ini merupakan perkembangan besar yang terjadi dengan sendirinya. Negara Yugoslavia Komunis selama bertahun-tahun membuat nasionalisme terbuka sesuatu yang tabu, dan media Yugoslavia sebelumnya meremehkan nasionalisme. Keruntuhan tabu ini yang diakibatkan kasus Martinović menjadi awal tumbuhnya nasionalisme yang berujung pada pembubaran Yugoslavia tahun 1991.[1]

Surat kabar Serbia Politika menyebutkan bahwa orang-orang yang menyerang Martinović adalah anggota keluarga Albania setempat yang ingin membeli tanah Martinović yang tidak ingin dijual.[5] Klaim ini mendapat perhatian besar dalam perpolitikan Serbia; eksodus perlahan etnis Serbia dari Kosovo dipandang sebagai akibat perlakuan negatif terhadap etnis Serbia oleh penduduk Albania yang ingin mengusir mereka dari tanah Albania dan menduduki propertinya.[1]

Banyak analogi dikaitkan dengan Turki Utsmaniyah, yang menguasai Serbia sampai 1833 (dan Kosovo sampai 1912). Insiden ini dibanding-bandingkan dengan aksi penyulaan oleh Kesultanan Utsmaniyah sebagai bentuk penyiksaan dan eksekusi. Hubungan ini ditonjolkan dalam sebuah syair nasionalis yang memperingati insiden ini:

With a broken bottle
On a stake
As though through
a lamb
but alive,
they went through Đorđe Martinović
As if with their first and heavy steps into their future field they treaded ...
When out of the opium and pain
Djordje Martinović came round
As if from the long past
Turkish times
He woke up on a stake.[6]

Perbandingan semacam itu mendapat pengaruh tambahan oleh sifat penyulaan sebagai salah satu hukuman paling menakutkan di Kesultanan Utsmaniyah, serta peran bahwa penyulaan merupakan metafora penindasan Utsmaniyah dalam budaya Serbia. Stjepan Gabriel Meštrović berkomentar bahwa:

Seluruh tradisi mitos, budaya, dan nasional dan estetika masyarakat (balada nasional) [Serbia] mencakup motif "penyulaan di tiang salib". Akibatnya, "penyulaan oleh botol bir" menjadi metafora dari aksi penyulaan oleh bangsa Turki selama lima abad sebelumnya. Semua merupakan elemen iblis utama dalam tradisi dan mitologi nasional mengenai horor penindasan Turki. Karena itu, skandal Martinović memunculkan kesempatan ideal untuk mengubah etnis Albania menjadi "bangsa Turki" dalam pikiran kolektif penduduk Serbia.[7]

Pihak lain membanding-bandingkan insiden ini dengan peristiwa sejarah lain mengenai penyiksaan bangsa Serbia dan umat Kristen, sehinggga menaikkan Martinović menjadi "arketipe penderitaan Serbia dan iblis Albania (Muslim, Utsmaniyah...)".[8] Penulis Brana Crnčević menyebut pengalaman Martinović sebagai "Jasenovac untuk satu pria" (merujuk pada kamp konsentrasi Jasenovac, tempat ratusan ribu bangsa Serbia dibantai selama Perang Dunia II). Pelukis Mića Popović membuat lukisan raksasa berdasarkan Martyrdom of St. Philip karya Jusepe de Ribera, menampilkan bangsa Albania bertopi tengkorak mengangkat Martinović di tiang salib kayu. Salah seorang Albania ditampilkan memegang botol kaca di tangannya.[2] Sebuah petisi yang ditandatangani kaum intelek Serbia menyebutkan bahwa "kasus Đorđe Martinović telah menjadi kasus seluruh bangsa Serbia di Kosovo." Tiga tahun kemudian, sekelompok wanita Serbia berjalan menuju parlemen Sebia untuk melobi pencabutan otonomi Kosovo dan menyatakan bahwa "kami tidak bisa lagi bertahan sementara ... saudara-saudara kami disula di tiang runcing."[9]

Kasus Martinović diadopsi oleh Asosiasi Penulis Serbia, yang pertemuannya tahun 1985 didominasi oleh diskusi skandal Martinović. Kritikus sastra Zoran Gluščević membandingkan situasi yang dihadapi minoritas Serbia di Kosovo sebagai "pengalaman fasis paling menakutkan sepanjang Perang Dunia Kedua". Menyebut skandal Dreyfus di Prancis dan peran penulis seperti Emile Zola dalam kasus tersebut, Gluščević meminta asosiasi tersebut bertindak mempertahankan Martinović. Tuntutannya disahkan secara bulat dan asosiasi ini menulis surat terbuka yang meminta agar parlemen Serbia mendirikan komite penyelidik kasus Martinović.[3] Penulis Serbia Dobrica Ćosić membuat "kerja sama intensif" dengan kelompok Serbia di Kosovo dan membantu Martinović mendapatkan seorang pengacara dan menuntut pejabat-pejabat yang memaksa Martinović menandatangani pengakuan palsu. Ia juga menulis surat atas nama Martinović kepada Presiden Serbia, Ivan Stambolić, dan Kementerian Pertahanan Federal.[3]

Kasus Martinović dipandang oleh sejumlah penduduk Serbia sebagai simbol dugaan bahwa Muslim gemar melakukan sodomi. Seorang psikiater berpengaruh dan aktivis Serbia Krajina, Jovan Rašković, berpendapat bahwa "dalam perkembangan psikososialnya, umat Islam terpusat pada fase anal sehingga bisa dicirikan oleh keagresifan umum dan obsesi terhadap ketepatan dan kebersihan." Hal ini dilihat oleh banyak penduduk Serbia sebagai contoh utama bagaimana orang Albania (dalam pandangan mereka) memperlakukan dengan buruk orang Serbia, sementara pemerintah Kosovo yang dijalankan orang Albania "mencari cara lain".[10]

Banyak orang Albania Kosovo mengambil pandangan bahwa (seperti pengakuan awal Martinović) ia sengaja melukai dirinya dan mencoba menutup-nutupinya dengan menyalahkan orang Albania, sehingga kaum nasionalis Serbia bisa mengeksploitasinya untuk menciptakan sentimen anti-Albania. Pihak lain mengakui bahwa buktinya belum jelas, tetapi keberatan jika kasus ini dipakai sebagai simbol hubungan Serbia-Albania.[1]

Di tempat lain di Yugoslavia, retorika kebangkitan nasionalis di Serbia ditanggapi secara serius. Opini serupa di republik-republik utara Slovenia dan Kroasia, yang khawatir dengan kebangkitan nasionalis Serbia, menyebut bahwa kasus Martinović hanya alasan untuk memobilisasi sentimen nasionalis untuk memaksa perubahan konstitusi Yugoslavia agar Serbia punya kendali penuh atas dua provinsi otonominya.[3]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e Julie A. Mertus, Kosovo: How Myths and Truths started a War, pp. 100-10. University of California Press, 1999. ISBN 0-520-21865-5
  2. ^ a b Sabrina P. Ramet, Angelo Georgakis. Thinking about Yugoslavia: Scholarly Debates about the Yugoslav Breakup and the Wars in Bosnia and Kosovo, pp. 153, 201. Cambridge University Press, 2005. ISBN 1-397-80521-8
  3. ^ a b c d e Jasna Dragović-Soso, Saviours of the Nation?: Serbia's Intellectual Opposition and the Revival of Nationalism, pp. 132-135. C. Hurst & Co, 2002. ISBN 1-85065-577-4
  4. ^ http://www.ism-mf.si/Zgodovina/
  5. ^ a b c Louis Sell, Slobodan Milosevic and the Destruction of Yugoslavia, pp. 78-79. Duke University Press, 2003. ISBN 0-8223-3223-X
  6. ^ From "Kosovo 1389, Kosovo 1989", Serbian Literary Quarterly, Writers' Association of Serbia, 1989, p. 94. Quoted in translation in Fred Halliday, Islam and the Myth of Confrontation: Religion and Politics in the Middle East, fn. 10, p. 241. I.B. Tauris, ISBN 1-86064-868-1
  7. ^ Stjepan Gabriel Meštrović, "Genocide After Emotion: The Postemotional Balkan War", p. 95. Routledge, 1996. ISBN 0-415-12294-5
  8. ^ Mark Thompson, A paper house: The ending of Yugoslavia, p. 129. Pantheon Books, 1993. ISBN 0-679-42187-4
  9. ^ Cathie Carmichael, Ethnic Cleansing in the Balkans: Nationalism and the Destruction of Tradition, p. 67. Routledge, 2002. ISBN 0-415-27416-8
  10. ^ Howard Clark, Civil Resistance in Kosovo, p. 16. Pluto Press, 2000. ISBN 0-7453-1569-0

Lihat pula[sunting | sunting sumber]