Wiro Sableng

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Wiro Sableng


Sampul novel Wiro Sableng dalam episode Roh Dalam Keraton

Penerbit Lokajaya[1]
Muncul
perdana
Empat Brewok dari Goa Sranggeng
Pencipta Bastian Tito
Karakteristik
Nama KarakterWira Saksana
Dunia asalNusantara
Afiliasi
kelompok
Golongan Putih
Rekan perjuanganSinto Gendeng
Anggini
Bidadari Angin Timur
Rara Murni
Kala Hijau
AliasPendekar Kapak Maut Geni 212
Pendekar Gunung Fuji
Ninja Merah
KemampuanIlmu bela diri dari berbagai aliran
Ilmu gaib

Wiro Sableng atau Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 adalah tokoh fiksi serial novel yang ditulis oleh Bastian Tito. Wiro terlahir dengan nama Wira Saksana yang sejak bayi telah digembleng oleh gurunya yang terkenal di dunia persilatan dengan nama Sinto Gendeng. Wiro adalah seorang pendekar dengan senjata Kapak Maut Naga Geni 212 dan memiliki rajah "212" di dadanya. Wiro memiliki banyak kesaktian yang diperoleh dari berbagai guru selama petualangannya di dunia persilatan.

Pengarang[sunting | sunting sumber]

Bastian Tito

Penulisan[sunting | sunting sumber]

  1. Dalam menyelesaikan satu episode rata-rata menghabiskan waktu 3 minggu.
  2. Pengetikan dilakukan oleh penulis sendiri, untuk proses penyuntingan dan penyelesaian buku dilakukan oleh asisten.
  3. Sekali menulis serial Pendekar 212, biasanya penulis menyelesaikan sekaligus langsung 2 sampai dengan 3 buku.
  4. Waktu penerbitan buku episode baru di pasaran tergantung stok cerita selanjutnya atau jumlah buku selanjutnya yang akan diterbitkan, apabila mengalami keterlambatan berarti stok buku berikutnya sudah hampir habis sedangkan penulis masih dalam proses menyelesaikan tulisannya.
  5. Apabila jumlah stok buku yang akan diterbitkan habis sedangkan penulis masih dalam proses penulisan biasanya akan terjadi keterlambatan terbit lebih dari 2 sampai 3 bulan.
  6. Keterlambatan ini biasanya disebabkan lamanya waktu yang dihabiskan penulis untuk survei tempat-tempat yang dikunjungi demi kepentingan penulisan.

Survei tempat[sunting | sunting sumber]

  1. Untuk memperkuat dan menambah kualitas cerita, penulis langsung mengunjungi dan melakukan survei terhadap tempat atau daerah yang akan ada di serial Pendekar 212.
  2. Untuk satu tempat biasanya membutuhkan waktu sampai 2 minggu sehingga penulis benar-benar bisa mengetahui adat, budaya, legenda maupun cerita-cerita masyarakat setempat dan dihubungkan dengan situasi, suasana alam dan keadaan pada masa silam.

Penulis selalu membawa alat perekam[sunting | sunting sumber]

  1. Kemana pun penulis pergi selalu membawa alat perekam.
  2. Hal ini dilakukan untuk merekam semua yang dilihat dan didengar penulis, jadi setiap apa yang dilihat maupun percakapan yang didengar penulis kadang dituangkan ke dalam bukunya, jadi tidak mengherankan apabila isi cerita, isi percakapan para tokoh, gaya bahasa serta gaya penulisan penulis terasa benar-benar hidup.
  3. Tentu saja semua itu harus disertai pula ilmu dan bakat yang memadai untuk menjadi seorang penulis yang handal.

Judul buku terlaris[sunting | sunting sumber]

  1. Serial Wiro Sableng berhasil mencapai 2 kali orbit, tepatnya tahun 1989 dan 1994.
  2. Buku yang berhasil orbit ternyata buku terbitan lama tetapi dicari kembali dan laris pada tahun 90-an.
  3. Dua buku yang berhasil orbit berjudul Makam Tanpa Nisan dan Guci Setan.
  4. Judul Makam Tanpa Nisan meledak 921.020 eksemplar pada tahun 1989.
  5. Judul Guci Setan meledak 924.078 eksemplar pada tahun 1994.
  6. Berikut 10 judul serial Pendekar 212 yang terlaris selain 2 judul di atas (rata-rata terjual di atas 800.000 eksemplar): Badai Di Parang Tritis, Topeng Buat Wiro Sableng, Wasiat Iblis, Geger Di Pangandaran, Kiamat Di Pangandaran, Gerhana Di Gajah Mungkur, Kembali Ke Tanah Jawa, Senandung Kematian, Kematian Kedua dan episode terakhir Jabang Bayi Dalam Guci.

Waktu senggang penulis[sunting | sunting sumber]

  1. Penulis menyukai permainan catur, salah satu hal yang disukai penulis dari catur karena bidaknya selalu berwarna hitam dan putih.
  2. Tentu saja waktu senggang penulis utamanya dihabiskan untuk berkumpul, bercengkerama dan sesekali berekreasi bersama keluarga.

Karakter Wiro Sableng[sunting | sunting sumber]

Jika dicermati, terasa sekali perubahan karakter, sifat dan sikap Wiro seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia. Sejak Wiro masih muda dan masih sableng-sablengnya hingga dewasa, sedikit demi sedikit pribadinya berubah menjadi lebih bijaksana dan berpikirnya pun lebih dewasa serta mengurangi kesablengannya yang kadang menyakiti perasaan orang lain.

Walaupun sedikit ceriwis dan banyak disukai bahkan disayangi gadis-gadis cantik, tetapi Wiro bukanlah tipe laki-laki brengsek pengobral cinta. Apalagi mulai dari episode Wasiat Iblis dan seterusnya, Wiro mengalami proses pendewasaan dalam dirinya, mulai dari cara berpikir maupun sikap dan tingkah lakunya.

Sampai sejauh ini Wiro pernah mengungkapkan perasaan cintanya secara langsung hanya kepada dua orang gadis saja, yaitu Bunga dan Bidadari Angin Timur. Setelah mengungkapkan kata-kata sayang dan cinta kepada Bunga, Wiro hanya kepada Bidadari Angin Timur kembali mengungkapkan perasaan hatinya. Itu pun karena ada alasan kuat kenapa Wiro pada akhirnya tak bisa bersatu dengan Bunga. Saat Wiro mengungkapkan perasaan hatinya kepada Bidadari Angin Timur pun terpaut perbedaan waktu cukup jauh saat Wiro menyatakan cintanya kepada Bunga.

Wiro pernah menyukai atau mencintai gadis lain selain kedua gadis di atas, tetapi semua hanya Wiro pendam dalam hati dan tidak pernah Wiro ungkapkan dengan kata-kata. Apalagi bila akhirnya Wiro mengetahui bahwa gadis yang dicintainya lebih memilih pria lain, pendekar kita memilih lebih baik mundur dan merelakan si gadis pergi demi kebahagiaan gadis yang dikasihinya.

Kaitan beberapa episode[sunting | sunting sumber]

Berikut sedikit ulasan/catatan mengenai kaitan beberapa episode dalam serial Pendekar 212 Wiro Sableng yang menjadi alasan Padepokan 212 membuat urutan episode versi kedua:

Episode Empat Berewok Dari Goa Sanggreng, Maut Bernyanyi Di Pajajaran & Dendam Orang Orang Sakti[sunting | sunting sumber]

Ketiga episode ini merupakan tiga episode awal serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng. Karena tiga episode ini memiliki kaitan erat satu sama lain, maka dijadikan satu rangkaian episode.

Pada episode Empat Berewok Dari Goa Sanggreng menceritakan tentang Wiro sejak masih bayi di mana kedua orangtuanya dibunuh oleh Suranyali (Mahesa Birawa). Sewaktu rumah kedua orangtuanya dibakar, Sinto Gendeng menolong Wiro yang saat itu masih bayi dari dalam rumah yang terbakar. Wiro dibawa ke puncak Gunung Gede dan dijadikan murid oleh Sinto Gendeng. Setelah digembleng selama 17 tahun oleh Sinto Gendeng, akhirnya Wiro turun gunung. Misi pertamanya adalah membalas dendam kematian kedua orangtuanya. Ketika kembali ke desa kelahirannya, yang ditemui Wiro hanya Kalingundil yang merupakan anak buah Suranyali. Saat itu Kalingundil sedang berseteru dengan komplotan Empat Berewok Dari Goa Sanggreng. Di akhir episode, Kalingundil kehilangan salah satu tangannya sewaktu berhadapan dengan Wiro.

Suranyali sendiri baru bisa ditemui Wiro dalam episode Maut Bernyanyi Di Pajajaran. Saat itu nama Suranyali telah berubah menjadi Mahesa Birawa dan membantu para pemberontak yang menyerang kerajaan Pajajaran. Dalam episode ini Wiro berhasil menuntaskan dendamnya terhadap Suranyali (Mahesa Birawa).

Dalam episode Dendam Orang-Orang Sakti, karena dendam, Kalingundil memfitnah Wiro atas pembunuhan sejumlah tokoh persilatan. Di Puncak Gunung Tangkuban Perahu semua tokoh silat yang mempunyai hubungan dekat dengan orang-orang yang terbunuh berkumpul untuk membuat perhitungan dengan Pendekar 212 Wiro Sableng.

Episode Keris Tumbal Wilayuda & Neraka Lembah Tengkorak[sunting | sunting sumber]

Kaitan kedua episode ini hanya pada kemunculan Anggini sebagai Dewi Kerudung Biru secara berturut-turut.wiro sableng

Episode Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga & Tiga Setan Darah Dan Cambuk Api Angin[sunting | sunting sumber]

Kaitan kedua episode ini hanya pada kemunculan Sekar. Di mana setelah berhasil menumpas kejahatan Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga, Wiro masih ditemani Sekar di episode Tiga Setan Darah Dan Cambuk Api Angin.

Episode Tiga Setan Darah Dan Cambuk Api Angin & Dewi Siluman Bukit Tunggul[sunting | sunting sumber]

Kaitan episode ini hanya pada kemunculan kembali Nenek Telinga Arit Sakti bersama gurunya di episode Dewi Siluman Bukit Tunggul. Nenek ini ingin membalas dendam terhadap Wiro, karena sebelumnya nenek ini sempat bertarung dan dikalahkan Wiro di episode Tiga Setan Darah dan Cambuk Api Angin.

Episode Dewi Siluman Bukit Tunggul & Banjir Darah Di Tambun Tulang[sunting | sunting sumber]

Kaitannya yaitu pada kemunculan Kiai Bangkalan. Pada episode Dewi Siluman Bukit Tunggul Kiai Bangkalan berjanji akan memberikan ilmu pengobatan kepada Wiro bila Wiro berkunjung ke tempat kediamannya. Saat Wiro berkesempatan menyambangi Kiai Bangkalan, ternyata Kiai Bangkalan telah terbunuh dan Kitab Seribu Pengobatan dilarikan pembunuhnya yang tak lain adalah Datuk Sipatoka.

Episode Munculnya Sinto Gendeng, Telaga Emas Berdarah & Iblis Berjanggut Biru[sunting | sunting sumber]

Pada episode Munculnya Sinto Gendeng diceritakan Sri Baginda memberikan hadiah berupa peta rahasia telaga emas kepada Ki Rana Wulung atas jasanya membantu kerajaan bersama Sinto Gendeng.

Pada episode Telaga Emas Berdarah terjadi perebutan peta telaga emas yang semula dipegang kakek Anom dan nenek Amini (Ratu dan Raja Bengawan Solo).

Pada episode Iblis Berjanggut Biru terjadi perebutan peta rahasia telaga emas yang disimpan Ki Rana Wulung. Di episode ini disebutkan 30 tahun, masih kurang jelas apakah peta itu yang berusia 30 tahun atau peta itu sudah disimpan Ki Rana Wulung selama 30 tahun. Apabila petanya yang berusia 30 tahun, ada kemungkinan peta tersebut adalah peta yang diberikan Sri Baginda di episode Munculnya Sinto Gendeng. Jika yang dimaksud adalah 30 tahun lamanya Ki Rana Wulung menyimpan peta tersebut, berarti peta itu bukan pemberian Sri Baginda. Berarti ada peta telaga emas yang lain lagi, karena waktu kejadian pemberian peta itu oleh Sri Baginda tidak mungkin 30 tahun yang lalu karena waktu peta itu diberikan saat itu Wiro sudah ada.

Ciri peta di tiga episode itu pun ada sedikit perbedaan.

Pada episode Munculnya Sinto Gendeng, peta tersebut disebutkan berupa gulungan kain kecil berwarna putih yang sudah agak lusuh selebar telapak tangan, tergambar sebuah puncak gunung, sungai berkeluk, tanda silang dan matahari.

Pada episode Telaga Emas Berdarah, peta tersebut disebutkan sehelai kain lusuh yang tadinya berwarna putih berubah kekuningan dan dekil kotor, lebarnya sama seluas telapak tangan, tetapi bergambar puncak gunung, sungai berliku-liku serta rumah kecil.

Pada episode Iblis Berjanggut Biru, peta tersebut disebutkan sebuah lipatan kertas tebal berwarna kekuningan karena telah dimakan usia, tergambar sebuah sungai dan gunung lalu lingkaran bengkok-bengkok mungkin gambar sebuah telaga, lalu tanda silang di sebelah timur telaga.

Atas dasar itulah saya tidak cantumkan episode Telaga Emas Berdarah sebagai episode yang berkaitan langsung dengan episode Munculnya Sinto Gendeng, bila dikaitkan dengan episode Iblis Berjanggut Biru mungkin ada karena di episode Iblis Berjanggut Biru juga muncul Sepasang Setan Bermata Api yang sebelumnya juga muncul di episode Telaga Emas Berdarah.

Episode Iblis Berjanggut Biru mungkin yang memiliki kaitan paling dekat dengan episode Munculnya Sinto Gendeng karena selain kaitannya dengan peta yang mungkin adalah peta pemberian Sri Baginda tersebut, tetapi yang paling jelas karena menceritakan kembali mengenai sahabat Sinto Gendeng yaitu Ki Rana Wulung.

Episode Pangeran Matahari Dari Puncak Merapi, Bajingan Dari Susukan & Panglima Buronan[sunting | sunting sumber]

Tiga episode ini saya jadikan satu rangkaian episode karena memiliki kaitan cerita yang sangat dekat, mulai dari kemunculan Pangeran Matahari, tokoh-tokoh yang terlibat, permasalahan terjadi di sekitar dan berputar di kerajaan yang sama, juga keberadaan Ni Luh Tua Klungkung yang selalu menemani Wiro. Juga dalam episode Kutunggu di Pintu Neraka di mana Pangeran Matahari sebagai penguasa Kerajaan Siluman yang memakai cincin berkepala ular sendok yang dikenal sebagai Cincin Warisan Setan

Episode Ki Ageng Tunggul Keparat & Ki Ageng Tunggul Akhirat[sunting | sunting sumber]

Supit Jagal dan Supit Ireng yang di akhir cerita episode Ki Ageng Tunggul Keparat disangka telah mati, di awal-awal cerita episode Ki Ageng Tunggul Akhirat diceritakan masih dalam keadaan hidup dan ada yang menyelamatkan. Tak lama berselang datanglah Pangeran Matahari yang menjadikan kedua orang itu budak suruhannya.

Waktu kejadian di akhir episode Ki Ageng Tunggul Keparat dengan munculnya Pangeran Matahari di awal episode Ki Ageng Tunggul Akhirat sangat berdekatan, karena itu episode Ki Ageng Tunggul Akhirat saya jadikan lanjutan dari episode Ki Ageng Tunggul Keparat.

Episode Hari Hari Terkutuk, Bujang Gila Tapak Sakti & Purnama Berdarah[sunting | sunting sumber]

Di episode Hari Hari Terkutuk Bujang Gila Tapak Sakti muncul, tetapi belum menyebutkan namanya dan Wiro pun belum mengenalnya. Diperkirakan itu adalah Bujang Gila Tapak Sakti berdasarkan ciri-cirinya, mulai dari badannya yang gemuk, selalu mengipas badannya walaupun udara dingin, memakai baju terbalik dan selalu memakai kupluk. Itu semua terjawab di episode Purnama Berdarah, Wiro akhirnya tau pemuda gemuk yang ditemui sebelumnya adalah Bujang Gila Tapak Sakti.

Di episode Bujang Gila Tapak Sakti, menceritakan tentang Bujang Gila Tapak Sakti mulai dari masa kecil hingga dewasa dan menjadi pendekar muda yang memiliki kesaktian sangat luar biasa. Bujang Gila Tapak Sakti sendiri adalah keponakan Dewa Ketawa dan Dewa Sedih.

Adaptasi[sunting | sunting sumber]

Sampul VCD Wiro Sableng

Serial Wiro Sableng ini telah diadaptasi sebagai sinetron dan film. Film dibintangi oleh Tonny Hidayat dan Atin Martino, dan sinetron dibintangi oleh Herning Sukendro (episode 1-59) dan Abhie Cancer (episode 59-91). Kemudian, film Wiro Sableng 212 yang tayang pada tanggal 30 Agustus 2018 diperankan oleh Vino G. Bastian.

Pemeran[sunting | sunting sumber]

Tony Hidayat[sunting | sunting sumber]

Judul yang tersedia:

Atin Martino[sunting | sunting sumber]

Judul yang tersedia:

Herning Soekendro[sunting | sunting sumber]

Judul yang tersedia:

  1. Empat Berewok Dari Goa Sanggreng
  2. Maut Bernyanyi Di Pajajaran
  3. Dendam Orang-Orang Sakti
  4. Keris Tumbal Wilayuda
  5. Neraka Lembah Tengkorak
  6. Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
  7. Dewi Siluman Bukit Tunggul
  8. Raja Rencong dari Utara
  9. Tiga Setan Darah dan Cambuk Api Angin
  10. Kutukan Empu Bharata
  11. Banjir Darah di Tambun Tulang
  12. Rahasia Lukisan Telanjang
  13. Sepasang Setan Dari Tenggarong

Abhie Cancer (Erdhityo Wibowo)[sunting | sunting sumber]

Judul yang tersedia:

  1. Siluman Biru Menabur Dendam
  2. Pembalasan Nyoman Dwipa
  3. Mawar Merah Menuntut Balas
  4. Purnama Berdarah (tidak ditayangkan)
  5. Guci Setan (tidak ditayangkan)

Vino G. Bastian[sunting | sunting sumber]

Judul yang tersedia:

Hak cipta[sunting | sunting sumber]

Wiro Sableng terdaftar pada Departemen Kehakiman RI Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek di bawah nomor 004245.

Referensi[sunting | sunting sumber]