Wikipedia:Warung Kopi (Bahasa)/Arsip/Februari 2011

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Penggunaan alfabet Latin termodifikasi[sunting sumber]

Artikel Novak Djokovic memancing pertanyaan dalam diri sejak lama. Apakah penggunaan Đ layak dalam Wikipedia bahasa Indonesia ? Demikian pula bentuk2 dengan umlaut dsb. Saya mengambil posisi purist. Merujuk pada http://id.wikisource.org/wiki/Pedoman_Umum_Ejaan_Bahasa_Indonesia_yang_Disempurnakan, http://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Pedoman_ejaan_dan_penulisan_kata, dan http://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Pedoman_penamaan , bahasa Indonesia hanya mengenal ke-26 huruf itu saja (EYD), tidak ada embel2 apa pun, coret sana, coret sini, titik sana, titik sini. Bahasa Jawa memiliki aturan ejaan yang lain, yang mengizinkan penggunaan tanda diakritik akut. Dengan demikian, SEMUA artikel dalam wikipedia bhs Indonesia, kecuali yg membahas simbol2 tambahan, harus memiliki judul dengan ke-26 huruf yang resmi menurut EYD. Saya harap ada keputusan jelas dari sini, melalui diskusi yang dalam. Sebagai bahan pertimbangan, ada bahasa2 menggunakan alfabet Latin termodifikasi (Jerman, Perancis, Belanda, dll.), ada yang menggunakan alfabet non-Latin (Serbia, Rusia, dll. sehingga perlu ada transliterasi yang sesuai), serta ada yang menggunakan tulisan non-alfabet. Perbedaan2 ini barangkali perlu treatment tertentu. Kembangraps (bicara) 06:38, 3 Februari 2011 (UTC)

Serbia menggunakan aksara Kiril dan Latin. Artikel itu mempertahankan bagaimana ejaan di negara asalnya, sama seperti artikel biografi tokoh Perancis, Jepang, dsb. Lagipula, huruf latin Ð dialihaksarakan sebagai Kiril Ђ di Serbia, dan tidak dibahas dalam pedoman alih aksara Kiril ke Latin di Wikipedia. -- Adiputra बिचर -- 09:54, 3 Februari 2011 (UTC)

Dasar untuk mempertahankannya di mana Mas Adi ? Kalau mempertahankannya dengan huruf latin EYD tidak masalah; kalau ada "huruf aneh" ? Jika tidak ada pedomannya, mari dibuat pedomannya. Kembangraps (bicara) 22:37, 4 Februari 2011 (UTC)

Saya juga kurang tahu. Yang jelas saat saya mengenal wikipedia, artikel Joan of Arc menjadi Jeanne d'Arc. Saya bingung. Ternyata itu ejaan dari negara asalnya. Beberapa artikel biografi tokoh Jerman dan Jepang juga mengandung huruf vokal yang termodifikasi, menurut ejaan Latin di negaranya. Jadi saya berpikir bahwa ejaan di negara asalnya dipertahankan. Saat saya cari tahu, yg ada cuma pedoman nama Jepang. Saya cuma menarik kesimpulan dari pengamatan, ditambah opini saya, bukan ketentuannya demikian.
Saya setuju bila dibuat pedomannya, agar ada pedoman saat membuat artikel biografi tokoh yang ejaan namanya memakai huruf Latin tambahan. Tentu, menurut negaranya. -- Adiputra बिचर -- 01:56, 5 Februari 2011 (UTC)
Masing-masing bahasa mempunyai kekhususannya sendiri, sangat sulit untuk dibuat pedoman secara umum terkecuali dibuat secara resmi oleh pemerintah/dewan bahasa yang bersangkutan. Dalam mengalihaksarakan aksara tersebut, pedoman yang selalu diutamakan adalah pengalihan tersebut tidak menghilangkan cara baca/fonologi khas bahasa tersebut. Bahasa yang tidak menggunakan alfabet latin kebanyakan memiliki transliterasi resminya dan tidak menghilangkan fonologi asal bahasa tersebut, kalau bahasa-bahasa yang memakai aksara campuran atau tambahan akan sangat sulit, karena alasan penggunaan aksara tambahan adalah karena memang alfabet latin standar (a-z) tidak cukup untuk mewakili jumlah vokal dan konsonan bahasa tersebut. Misalnya saja Alfabet Vietnam mempunyai 12 vokal a â ă e ê o ô ơ u ư y, semuanya memiliki cara baca yang berbeda dan bukan turunan dari a e i o u. Apabila a â ă (dibaca /æ//ɐ//ə/) dialihkan menjadi a, maka sudah merusak fonologi bahasa tersebut. Hand15 (bicara) 16:41, 5 Februari 2011 (UTC)
Menanggapi opini Hand15 (yang terkait dengan fonologi), ada kemungkinan lain (yang dilakukan orang-orang):
1. mengabaikan tanda diakritik pada huruf latin, misalnya asalkan huruf dasarnya a, pasti dibaca /a/, tanpa memandang tanda diakritiknya (ini mengabaikan fonologi bahasa tersebut).
2. saat mengucapkan suatu kata asing, karena keterbatasan konsonan/vokal, dan artikulator aktif tidak terbiasa dengan posisi artikulasi konsonan tersebut, maka pelafalan pun berubah. Contohnya pada kata-kata Inggris dalam bahasa Jepang (wasei-eigo), pelafalan "th" bahasa Inggris di Indonesia (yang biasa diucapkan [t] atau [d] padahal θ dan ð, demikian pula pelafalan huruf V v menjadi [f]).
Menurut pendapat saya, orang Indonesia cenderung memilih yg nomor 1. Biasanya selalu berpikir bahwa seluruh bunyi dapat dilambangkan dengan 26 huruf Latin yang terbatas (yang sebenarnya jumlah aslinya kurang dari 26). Jadi mereka mengabaikan tanda diakritik (karena keterbatasan vokal orang Indonesia; tidak terbaca). Kembali ke topik awal, kalau huruf Ð ingin disesuaikan dengan standar Indonesia, maka harus ada rujukannya. Kalau ada rujukan, saya setuju untuk dibuat pedomannya. Harus ada ketentuan apakah kita akan tetap memakai ejaan di negara asalnya sebagaimana mestinya atau menghilangkan tandanya. Tapi meskipun tetap ada tanda diakritiknya, pasti akan terabaikan atau disesuaikan dengan fonologi Indonesia, dan ejaannya kita jaga semata-mata agar orang tahu bahwa demikianlah ejaan di negara asalnya. Jika tahu cara membacanya dengan tepat akan lebih baik lagi. -- Adiputra बिचर -- 17:49, 5 Februari 2011 (UTC)
Boleh saya ikut bicara? Itu pun karena M. Adiputra menyebut pedoman nama Jepang dan tokoh Jepang sebagai contoh. Sebetulnya tidak ada "huruf aneh" atau aksara aneh, mungkin hanya kita yang tidak terbiasa. Orang bukan penutur asli bahasa Indonesia kemungkinan merasa aneh dengan konsonan sengau /ɲ/, ‹ng›. Mendengarnya pun tak bisa, bagaimana pula mengucapkannya bila "ng" muncul di awal kata?
Seperti halnya bahasa Indonesia, bahasa Inggris juga hanya mengenal ke-26 huruf saja, A sampai Z, "tanpa ada coret di sana sini, titik di sana sini". Tapi mengapa Wikipedia Bahasa Inggris masih membolehkan alfabet Latin termodifikasi dipakai sebagai judul artikel? Mungkin penyebabnya adalah alih aksara untuk bahasa tersebut masih mengharuskan dipakainya alfabet Latin termodifikasi.
Wikipedia bahasa Indonesia secara de facto memakai alih aksara Hepburn untuk alih aksara nama Jepang dengan alasan ejaan Hepburn adalah standar dalam semua Kamus Bahasa Indonesia-Jepang/Jepang-Indonesia terbitan zaman modern, dan dipakai dalam transliterasi semua nama tempat di Jepang. Penggunaan ejaan Hepburn juga memudahkan salin tempel artikel dari Wikipedia bahasa Inggris. Berkat ejaan Hepburn, orang Indonesia dapat mengucapkan kata "Shinjuku" tanpa kesulitan (penutur bahasa Indonesia kemungkinan besar sulit mengucapkan kata "Sinzyuku" menurut ejaan Kunrei-shiki). Tapi ejaan Hepburn masih mengharuskan penulisan huruf u dan o dengan makron (ū, ō) untuk melambangkan vokal panjang. Menghilangkannya berarti membuat alih aksara sendiri.
Dalam usulan Pedoman Penulisan Nama Jepang penulisan huruf u dan o dengan makron hanya dipakai untuk nama tokoh sejarah dengan pertimbangan bila nama tersebut sudah lazim dipakai dalam literatur sejarah (tokoh kelahiran sebelum tahun 1868). Jadi itu hanya dipakai untuk kasus khusus yang sangat terbatas jumlahnya.
Judul artikel untuk istilah khusus dalam bahasa Jepang yang masih menggunakan tanda makron sebagian besar bersifat sementara. Seiyū (seiyuu) misalnya, bila isinya sudah diperluas, bisa dipindahkan judulnya menjadi pengisi suara di Jepang, atau cukup seiyu bila sudah diterima sebagai kata serapan dalam bahasa Indonesia.
Alih aksara untuk bahasa-bahasa lain, masalahnya pasti berbeda. Penulis artikel sebaiknya harus pandai-pandai menahan diri untuk tidak menulis judul artikel dengan alfabet Latin termodifikasi. Kecuali bila tidak ada pilihan lain. Midori (bicara) 10:18, 15 Februari 2011 (UTC)
Nama Jepang adalah suatu contoh saja. Setiap negara memiliki ortografi masing-masing. Dulu saya pernah menulis artikel Idun (nama Skandinavia), kemuian dipindahkan menjadi Iðunn oleh Pengguna:Borgx. Itu salah satu contoh penggunaan huruf Ð. Mungkin Borgx menjaga ejaan menurut daerah asalnya meskipun pengucapan sebenarnya bisa diabaikan oleh penutur bahasa Indonesia. -- Adiputra बिचर -- 08:26, 16 Februari 2011 (UTC)

Mohon maaf, saya baru mengikuti lagi diskusinya sekarang. Sibuk sekali sekarang. Masukan2nya sangat baik, dan telah memberi pertimbangan tertentu, yg saya coba sarikan berikut.

  1. Masukan dari sdr. Midori sangat membantu. Sebaiknya memang kita menahan diri untuk memasukkan alfabet Latin termodifikasi. Gunakan pedoman transliterasi ke latin yang disepakati, apabila ada, seperti ejaan Hepburn (termodifikasi untuk tanda makron, misalnya), ejaan pinyin untuk alih aksara/bunyi Mandarin, dsb. Untuk kasus bahasa Serbia, sebaiknya kita mengikuti transliterasi bahasa Inggris (saja). Keberatan Sdr. Hand15 tentang penggunaan diakritik pada bahasa vietnam, dapat saya jawab, bahwa orang vietnam sendiri tidak menggunakan itu dalam penulisan sehari-hari, krena mereka "sudah terbiasa". Sebagai contoh, coba lihat artikel Ho Chi Minh. Apabila penerjemah tidak/belum mengetahui transliterasi sederhana dari suatu diakritik, sebaiknya melihat kepada judul bahasa Inggrisnya saja.
  2. Penggunaan diakritik tertentu (untuk judul) barangkali masih bisa ditoleransi, apabila tidak menjadikannya "asing" bagi mata Indonesia. Umlaut, aksen akut, "topi", barangkali tidak terlalu asing. Umlaut bahkan dapat ditransliterasi dengan menambahkan -e. Aksen akut tidak penting bagi bahasa Indonesia yang tidak mengenal pemindahan tekanan kata.

Silakan ditambah bila perlu. Kembangraps (bicara) 14:13, 18 Februari 2011 (UTC)

Web vs Network[sunting sumber]

Pantaskah Social web dan Social network masing-masing diterjemahkan sebagai Jejaring sosial dan Jaringan sosial? Terima kasih. – komentar tanpa tanda tangan oleh Farras (bk).

Setuju Setuju. saifulweb.id 06:00, 4 April 2011 (UTC)

Penerjemahan templat[sunting sumber]

Bisa tolong, untuk menerjemahkan beberapa kosa kata berbahasa Inggris di templat

--Terima kasih Erik Anggara ███ 17:46, 14 Februari 2011 (UTC)