Wikipedia:Warung Kopi (Bahasa)/Arsip/Agustus 2014

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas



Perancis vs Prancis

Lihat pula diskusi-diskusi sebelumnya

Merujuk pada perbincangan santai di twitter, saya ingin mengusulkan revisi terhadap konsensus penggunaan kata "Perancis" di Wikipedia. Saya sangat tidak sepakat dengan hal ini, karena:

  1. Di KBBI, bentuk yang baku adalah "Prancis", bukan "Perancis"
  2. Mengutip IvanLanin, "Kata ini diserap dari bahasa Portugis Francês (Russell, 2008) dan, kalau menggunakan kaidah di atas, seharusnya diserap menjadi “Prancis” tanpa swarabakti."

Maka dari itu saya mengusulkan agar seluruh kata "Perancis" di WBI diubah menjadi "Prancis". Sudah saatnya WBI kembali ke jalan yang benar setelah bertahun-tahun mengikuti konsensus yang tidak benar secara linguistik. Terima kasih dan salam.  Mimihitam  5 Agustus 2014 05.50 (UTC)[balas]

Mengapa harus seperti itu Mimihitam. Apakah tidak dapat kita anggap saja ini masuk irregular form. Tanpa ingin mengulang yg sudah didiskusikan di sini, bahkan sudah ada voting dan mencapai kesepakatan. Yang jelas karena sudah menjadi konsesus di Indonesia, populer, bahkan juga dipakai secara resmi, akan terlihat nyentrik bagi Wikipedia untuk tampil beda hanya karena alasan linguistik semata. Karena kita perlu melihat dari berbagai aspek, tidak dari sisi linguistik saja. Atau solusi jalan tengahnya bisa dipakai kedua2nya. Cukup ditambahkan note pada artikel Perancis saja (Perancis atau Prancis[note...]), tapi tidak sampai harus mengubah setiap artikel yg memuat kata Perancis mjd Prancis. Oh iya.. Kebetulan saya hanya mengakses KBBI web. disana baik Prancis maupun Perancis tidak muncul. Mungkin jika ada keputusan pemerintah seperti kata Cina menjadi Tiongkok, baru perlu kita bahas kembali.Terima kasih. ibensis (What’s the Story?) 5 Agustus 2014 07.33 (UTC)[balas]

Kalau menggunakan argumen seperti itu, nanti bisa-bisa segala macam penulisan yang tidak baku dalam EYD (seperti "sekedar", "aktivitas", atau "apotik") akan ditoleransi dengan alasan "masuk irregular form". Secara linguistik sudah cukup jelas bahwa Prancis merupakan bentuk yang baku. Bisa dilihat di sini: daftar nama negara yang distandardisasi oleh KBBI. Sudah sepatutnya WBI menggunakan standar penulisan yang benar dan baku, bukan yang umum digunakan sebelumnya. Terima kasih dan salam.  Mimihitam  5 Agustus 2014 10.08 (UTC)[balas]

Mari kita daftarkan argumen dari tiap pendapat. Silakan tambahkan.
Prancis:
  1. Daftar nama negara menurut KBBI IV
  2. Sesuai dengan pola penghilangan swarabakti pada nama negara seperti Inggris (bukan Inggeris) dan Spanyol (bukan Sepanyol).
Perancis:
  1. Konsensus Wikipediawan 2006
  2. Kedutaan Besar Perancis di Jakarta - Pemerintah Perancis menggunakan swarabakti dalam korespondensi dengan pemerintah Indonesia (Spartacks)
Saya memilih "Prancis" tanpa swarabakti -- IvanLanin (bicara) 5 Agustus 2014 11.09 (UTC)[balas]
Menurut saya tidak perlu diubah. Komunitas sudah delapan tahun lebih menggunakan konsensus 'Perancis', dan pemerintahnya sendiri menggunakan kata itu untuk kedubesnya di Jakarta. Jadi saya pikir tidak ada masalah. Mayoritas pengguna saya kira sudah lebih familiar dengan 'Perancis' ketimbang 'Prancis'. Toh KBBI tidak selalu harus dipatuhi, kan?. SpartacksCompatriot (bicara) 5 Agustus 2014 11.25 (UTC)[balas]
Karena kata Prancis sudah ditetapkan dan tercantum pada KBBI terbaru (tahun 2010), selaku acuan tertinggi bahasa Indonesia yang baku, maka ini sudah memiliki dasar yang dapat digunakan. Sehingga saya kini setuju jika ingin diubah menjadi Prancis. ibensis (What’s the Story?) 5 Agustus 2014 15.23 (UTC)[balas]
Saya lebih setuju "Perancis". Ada kok dasarnya. Bahasa Indonesia itu turunan bahasa Melayu, dan bentuk itulah yang ada pada kamus terdahulu. KBBI lah yang mengganti kata serapan tersebut menjadi "Prancis", padahal dalam kamus lama yang ada adalah yang dengan "e". Lihat kamus John M. Echols, Hassan Shadily tahun 1975 ini contohnya. Saya tidak anti KBBI, tapi saya tidak selalu "KBBI-minded" 100%. Bahasa bukan harus selalu dipaksakan oleh KBBI versi terbaru, walau bisa disarankan; contohnya dahulu pernah ada kata "sangkil" dan "mangkus" yang kini tak terdengar lagi. Wikipedia bahasa Indonesia BUKAN SITUS PENDUKUNG KBBI, melainkan situs dengan pemakaian ejaan yang sesuai konsensus para penggunanya. Satu contoh yang saya sesali adalah "salat" yang dipaksakan sebagai pengganti memakai bot oleh salah satu pengguna terhadap kata "shalat" tanpa konsensus pengguna, meskipun ada yang menyatakan keberatan (saya salah satunya). Apakah nanti juga mau memaksakan memakai bentuk Alquran, dengan alasan KBBI? Saya harap dipertimbangkan masukan saya ini. Salam, Naval Scene (bicara) 6 Agustus 2014 00.02 (UTC)[balas]
Kalau dasarnya bahasa Melayu, kita perlu memakai "Inggeris" dan "Sepanyol" -- IvanLanin (bicara) 6 Agustus 2014 03.49 (UTC)[balas]
Karena KBBI sebagai produk dari Badan yang berwenang dalam Bahasa di Indonesia (berdasarkan Keppres) maka ketetapannya seharusnya memang diikuti sebagai acuan. Sebelum melihat KBBI terbaru, saya sendiri awalnya merasa aneh jika Wikipedia harus tampil beda dari keumuman yg sudah settled (saya sebut nyentrik, tapi kini lebih tepat disebut pelopor). Namun perubahan ini ternyata memiliki dasar yang benar. Dahulu kata Perancis adalah benar karena sesuai dengan ejaan yg dipakai saat itu, kini setelah keluar revisi maka kata Perancis menjadi obsolete, dan nanti kalaupun ada perubahan lagi (entah ejaan baru/dikembalikan spt smula) maka kita ikuti juga. Sudah ada sejarahnya dan telah terjadi sejak dulu kata2 ejaan lama digantikan denga Ejaaan Baru/Yang disempurnakan, dan di masa depan perubahan akan terus terjadi. Tentunya kita tidak dalam menentukan apa dan bagaimana yang baku karena kebijakan tsb urusan mereka ybs. Namun yg kita bahas disni adalah penggunaannya. Kasarnya "ini lho ada kata yang baku di KBBI akan kita gunakan atau tidak", itu saja. ibensis (What’s the Story?) 6 Agustus 2014 07.47 (UTC)[balas]
Terlepas dari mana yang dipilih, menurut saya ketetapan pemerintah, baik lewat Keppres ataupun KBBI (saya ragu KBBI ini ketetapan pemerintah, hehehe) pada dasarnya hanyalah saran untuk pengguna bahasa secara umum. Saya orang yang berpendapat bahasa tidak bisa diatur lewat dekrit pemerintah. Saran tersebut tentu patut diperhatikan, tapi tidak selalu harus diikuti. Yang penting ada alasan yang kuat. Gombang (bicara) 6 Agustus 2014 11.56 (UTC)[balas]

Perbandingan saja: orang Frank (yang menjadi asal nama France) dalam sastra Melayu klasik disebut sebagai "orang Peringgi" atau "Feringgi". Jadi, ada e pepet. Gombang (bicara) 6 Agustus 2014 12.04 (UTC)[balas]

Maaf membuat rancu, kalimat yg seharusnya "Karena KBBI sebagai produk dari BPPB, yaitu badan yang berwenang dalam Bahasa di Indonesia berdasarkan Keppres/pemerintah, maka...". Kemudian tentang pendapat pribadi silahkan saja, tapi perlu dipertimbangkan ketika berhadapan dalam penggunaan resmi spt makalah/jurnal/skripsi dsc, dapat ditolerirkah argumen yg demikian (maksudnya utk tidak mengikuti sebagian aturan baku yg berlaku) tanpa menimbulkan polemik. Kemudian mengenai Satra Melayu Klasik saya rasa adalah hal yg lain lagi/berbeda, karena saat ini sedang membahas bahasa kontemporer bukan sastra. ibensis (What’s the Story?) 6 Agustus 2014 14.05 (UTC)[balas]
Soal penggunaan makalah/jurnal/skripsi: biasanya ada aturan selingkung di kampus/penerbitan yang tidak selalu mengikuti aturan "baku". Jadi sah-sah saja kita punya ketentuan yang "sedikit" berbeda.
Soal perbandingan dengan sastra Melayu: Bahasa Indonesia adalah kelanjutan bahasa Melayu klasik. Nama-nama negara seperti Inggris, Jepang, Yunani, Mesir juga pertama kali ditemukan di masa Melayu klasik. Jadi bukan serapan di zaman modern. Saya cuma ingin menunjukkan perbandingan dengan nama yang mirip di masa yang sama. Kalau mau menggunakan penyerapan modern di negara-negara yang saya contohkan tadi kita malah akan menyebut (mungkin) Inglandia, Nippon, Hellas, Misr. Gombang (bicara) 6 Agustus 2014 14.14 (UTC)[balas]
Tadi saya "jalan-jalan" kemudian menemukan ini dan ini, cukup pelik. Namun perlu ditekankan kembali agar masalahnya tetap sederhana, sebuah kata yg dibakukan dalam KBBI versi terbaru ini akan digunakan atau tidak. Andaipun kata Prancis yang digunakan maka menurut saya tidak salah karena ada landasannya di KBBI terbaru. ibensis (What’s the Story?) 6 Agustus 2014 16.24 (UTC)[balas]

Beberapa waktu lalu saya pernah mengambil kesimpulan bahwa KBBI tidak layak diikuti berdasarkan pemilihan istilah "Turkimenistan" sebagai salah satu contoh. ꦱꦭꦩ꧀Bennylin cerita 02.21, 7 Agustus 2014 (WIB)

Saya kira itu kasuistik, artinya tidak serta merta KBBI langsung di cap tidak layak diikuti dan inkompeten, jangan karena nila setitik rusak susu sebelanga. Kesalahan dan inkonsistensi mungkin ada, tapi terus dikurangi. Sudah menjadi ciri khas buatan manusia melalui proses trial & error, (mungkin) tidak ada yang langsung sempurna. Dan itulah fungsi adanya revisi. Saat ini mungkin kata Perancis yang direvisi, nantinya kita harapkan yg lainnya menyusul (Turkimenistan, dll). Apalagi dalam hal ini, perubahan kata Perancis menjadi Prancis berdasarkan kaidah bahasa yang benar. Kita perlu menjaga supremasi badan bahasa yang resmi. Jika ada yang perlu dikoreksi maka ditujukan kesana. Sedangkan disini hanya mengikuti dan penerapannya saja. itu pendapat saya. ibensis (What’s the Story?) 7 Agustus 2014 09.15 (UTC)[balas]
Saya kira sudah jelas dari praktik selama ini Wikipedia Indonesia tidak selalu mengikuti KBBI. Tapi biasanya itu ada alasannya. Contoh lain: Sumatera vs Sumatra. Intinya kita memperhatikan KBBI, tapi tidak patuh begitu saja. Lagipula kamus bahasa Indonesia tidak cuma satu. Saya biasanya membandingkan dengan Kamus Badudu-Zain (kebetulan ada di rumah). Naval Scene tadi mengacu ke John Echols. Seperti saya katakan, saya berpendapat bahasa tidak bisa diatur lewat dekrit pemerintah (atau lembaga serupa pemerintah) yang kadang alasannya juga tidak jelas, melainkan lewat kebiasaan dan konsensus. Gombang (bicara) 7 Agustus 2014 10.58 (UTC)[balas]
Maaf nimbrung, untuk Wikipedia sebaiknya kita gunakan istilah resmi dan baku saja, dalam hal ini ialah KBBI (atau apalah itu) sebagai dasar acuan. Kalau memang dulu menurut KBBI kata yang benar adalah Perancis, maka ikuti aturan itu; jika sekarang diubah menjadi Prancis ya tinggal ikuti saja, kalau sewaktu waktu diubah lagi ya ikuti lagi apa susahnya kok?
Masalah lazim atau tidak lazim itu menurut saya tidak dapat dijadikan patokan, ada beberapa kata baku yang memang tidak lazim dipakai, dan ada kata tidak baku yang mungkin lebih lazim dipakai, maka yang kita ikuti adalah kata yang baku! (Ingat Wikipedia:Pedoman_ejaan_dan_penulisan_kata) Sebagai contoh kata praktek lebih lazim digunakan daripada praktik, kata download dan upload lebih lazim dibanding dengan unduh dan unggah. Karena tidak semua yang lebih umum adalah betul, tapi kita harus membetulkan/meluruskan kesalahan yang dianggap umum.

Saya agak geli dengan orang yang anti dengan kata "salat", "kalbu", "jemaat". Apa alasan mereka?
Karena lebih umum menggunakan kata "shalat" dibanding "salat"?
Hanya karena kata "kalbu" dalam bahasa Arab artinya adalah anjing sehingga tidak mau menggunakan "kalbu", hey ini bahasa Indonesia bro! Bukan Arab!
Tidak mau menggunakan kata "jemaat" karena kata itu lebih umum digunakan oleh orang Kristen?


Dalam hal ini kita butuh yang namanya patokan, kita sebagai orang Indonesia yang berbahasa Indonesia sudah sepatutnya menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai patokan. Kamus yang lain apa tidak boleh dipakai? Tentu saja boleh, tapi hanya sebagai bahan perbandingan. (ingat Wikipedia:Pedoman_ejaan_dan_penulisan_kata)

Memang, bahasa tidak bisa diatur lewat dekrit pemerintah (atau lembaga serupa pemerintah) yang kadang alasannya juga tidak jelas, melainkan lewat kebiasaan dan konsensus. Tapi bagaimana jika ada perselisihan? Kalo tidak ada rujukan maka akan sulit diselesaikan.
Melalui konsensus atau vote? Ingat, pendapat umum dan terbanyak belum tentu benar loh ya. Contoh kata "duren" lebih banyak digunakan bukan berarti kata tersebut adalah benar. Sejatinya, wikipedia tidak bisa dijadikan rujukan, tapi wikipedia harus memiliki rujukan, dan kita ikuti sesuai dengan rujukan yang baik dan benar, bersifat netral, dan objektif. -- Ariyanto (profil-talk-fb) 10 Agustus 2014 09.27 (UTC)
Saya sudah menyimak artikel Pak Ivan tentang swarabakti. Sebagai bahasa tersendiri—turunan dari bahasa Melayu—kita menentukan ejaan kita sendiri, tanpa harus mengekor ejaan bahasa Melayu (Malaysia). Lihat saja kata "putra", "istri", "indra", "pribadi", dan lain-lain, yang ditulis tanpa menyisipkan huruf /e/ (tidak seperti ejaan bahasa Malaysia). Bandingkan dengan kata yang ditulis dengan huruf /e/ seperti "perawan", "selempang", "telusur", "berangus", dan lain-lain. Saya lebih setuju bahwa nama France diindonesiakan sebagai "Prancis", berdasarkan kaidah swarabakti tersebut. -- Adiputra बिचर -- 11 Agustus 2014 02.26 (UTC)[balas]
Saya kira kita tidak pernah mengekor Malaysia, cuma meninggalkan pedoman yang pernah digunakan sebelumnya saja. Maksud saya konsensus di sini ya konsensus di WBI. Gombang (bicara) 13 Agustus 2014 10.35 (UTC)[balas]
Pedoman tentu saja berhak mengalami penambahan/pengurangan. Contohnya, dahulu kata "di mana" dan "ke mana" ditulis tersambung, tapi kini terpisah. Pedoman ejaan juga mengalami perubahan beberapa kali. Jadi, bila ada yang (dirasa) perlu diubah (asalkan disertai argumen yang kuat), maka tidak ada salahnya. -- Adiputra बिचर -- 14 Agustus 2014 02.38 (UTC)[balas]
Apakah akan ada pengulangan konsensus lagi? Mempertimbangkan bahwa UUD '45 saja bisa mengalami perubahan (cuma analogi, sih ), berarti bukanlah hal yang mustahil bila hal serupa juga terjadi pada kebijakan di Wikipedia. -- Adiputra बिचर -- 17 Agustus 2014 13.52 (UTC)[balas]