Wayang purwa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Wayang Purwa)

Wayang purwa atau wayang kulit purwa adalah wayang Sepuh yang berasal dari Ponorogo yang masih eksis hingga saat ini. Kata Purwa (pertama) dipakai untuk membedakan wayang jenis ini dengan wayang kulit yang lainnya. Banyak jenis wayang kulit mulai dari Wayang Bali, Wayang Sasak, Wayang Banjar, Wayang Suluh, wayang wahyu, wayang sadat, wayang gedhog, wayang kancil, wayang pancasila dan sebagainya. Purwa berarti awal, wayang purwa diperkirakan mempunyai umur yang paling tua di antara wayang kulit lainnya.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Kemungkinan mengenai berita adanya wayang kulit purwa dapat dilihat dari adanya prasasti di abad ke 11 pada zaman pemerintahan Sri Kanjeng Maharaja Prabu Airlangga Wisnumurti yang menyebutkan:

Hanonton ringgit manangis asekel muda hidepan, huwus wruh towin jan walulang inukir molah angucap

yang artinya:

Ada orang melihat wayang menangis, kagum, serta sedih hatinya. Walaupun sudah mengerti bahwa yang dilihat itu hanya kulit yang dipahat berbentuk orang dapat bergerak dan berbicara

Petikan di atas adalah bait 59 dalam Kakawin Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa (1030), salah satu sumber tertulis tertua dan autentik tentang pertunjukan wayang kulit yang mulai dikenal di Jawa, yaitu pada masa pemerintahan Sri Maharaja Dharmawangsateguh dan Airlangga di Kerajaan Kediri.

Wayang purwa sendiri biasanya menggunakan ceritera Ramayana dan Mahabarata, sedangkan jika sudah merambah ke ceritera Panji biasanya disajikan dengan wayang Gedhog. Wayang kulit purwa sendiri terdiri dari beberapa gaya atau gagrak seperti gagrak Kasunanan, Mangkunegaran, Ngayogyakarta, Banyumasan, Jawatimuran, Kedu, Cirebon, dan sebagainya.

Wayang kulit purwa terbuat dari bahan kulit kerbau yang ditatah dan diberi warna sesuai dengan kaidah pulasan wayang pedalangan, diberi tangkai dari bahan tanduk kerbau bule yang diolah sedemikian rupa dengan nama cempurit yang terdiri dari tuding dan gapit.

Ditinjau dari bentuk bangunnya wayang kulit purwa dapat digolongkan menjadi beberapa golongan antara lain:

  • Wayang Kidang kencana; boneka wayang berukuran sedang tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil, sesuai dengan kebutuhan untuk mendalang (wayang pedalangan).
  • Wayang Ageng; yaitu boneka wayang yang berukuran besar, terutama anggota badannya di bagian lambung dan kaki melebihi wayang biasa, wayang ini disebut wayang jujudan.
  • Wayang kaper;yaitu wayang yang berukuran lebih kecil daripada wayang biasa.
  • Wayang Kateb;yaitu wayang yang ukuran kakinya terlalu panjang tidak seimbang dengan badannya.

Pada perkembangannya bentuk bangun wayang kulit ini mengalami perkembangan bahkan pergeseran dari yang tradisi menjadi kreasi baru. Pada zaman Keraton Surakarta masih berjaya dibuat wayang dalam ukuran yang sangat besar yang kemudian diberi nama Kyai Kadung, hal ini yang mungkin mengilhami para dalang khususnya Surakarta untuk membuat wayang dengan ukuran lebih besar lagi. Misalnya Alm. Ki Mulyanto Mangkudarsono dari Sragen, Jawa Tengah membuat Raksasa dengan ukuran 2 meter, dengan bahan 1 lembar kulit kerbau besar dan masih harus disambung lagi. Karya ini yang kemudian ditiru oleh Dalang Muda lainnya termasuk Ki Entus dari Tegal, Ki Purbo Asmoro dari Surakarta, Ki Sudirman dari Sragen dan masih banyak lagi dalang lainnya.

Pengembangan[sunting | sunting sumber]

Wayang Purwa dikembangkan oleh beberapa dalang menjadi Wayang Suluh yang di mana terdapat wayang dengan tokoh kartun seperti superman, batman, ksatria baja hitam, robot, dinosaurus, dan wayang Rai- Wong (bermuka orang) - tokoh George Walker Bush, Saddam Hussein, sampai pada tokoh-tokoh pejabat pemerintah.

Penambahan tokoh wayang dalam pergelaran wayang kulit purwa juga semakin marak, misalnya dengan ditambahkannya berbagai boneka wayang dari tokoh polisi, Helikopter, ambulans, barisan Tentara, Pemain drum band, sampai tokoh Mbah Marijan.

Wayang Purwa di Luar Negeri[sunting | sunting sumber]

Wayang Purwa dapat dijumpai di Luar Negeri seperti Malaysia dan Suriname yang turut dibawa saat masa Kolonial Belanda. Di Johor, Malaysia, Wayang purwa masih dilesetarikan oleh komunitas Jawa Ponorogo.