Utilitarianisme

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 5 April 2013 21.40 oleh EmausBot (bicara | kontrib) (Bot: Migrasi 54 pranala interwiki, karena telah disediakan oleh Wikidata pada item d:Q160590)
John Stuart Mill

Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah, atau menguntungkan.[1] Istilah ini juga sering disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory).[2] Utilitarianisme sebagai teori sistematis pertama kali dipaparkan oleh Jeremy Bentham[3] dan muridnya, John Stuart Mill.[2][4] Utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan.[1][5] Sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan.[1] Karena itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak. Dari prinsip ini, tersusunlah teori tujuan perbuatan.[1]

Teori Tujuan Perbuatan

Menurut kaum utilitarianisme, tujuan perbuatan sekurang-kurangnya menghindari atau mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan yang dilakukan, baik bagi diri sendiri ataupun orang lain.[5] Adapun maksimalnya adalah dengan memperbesar kegunaan, manfaat, dan keuntungan yang dihasilkan oleh perbuatan yang akan dilakukan.[1] Perbuatan harus diusahakan agar mendatangkan kebahagiaan daripada penderitaan, manfaat daripada kesia-siaan, keuntungan daripada kerugian, bagi sebagian besar orang.[1] Dengan demikian, perbuatan manusia baik secara etis dan membawa dampak sebaik-baiknya bagi diri sendiri dan orang lain.[1]

Beberapa Ajaran Pokok

  • Seseorang hendaknya bertindak sedemikian rupa, sehingga memajukan kebahagiaan (kesenangan) terbesar dari sejumlah besar orang.[2]
  • Tindakan secara moral dapat dibenarkan jika ia menghasilkan lebih banyak kebaikan daripada kejahatan, dibandingkan tindakan yang mungkin diambil dalam situasi dan kondisi yang sama.[2]
  • Secara umum, harkat atau nilai moral tindakan dinilai menurut kebaikan dan keburukan akibatnya.[2]
  • Ajaran bahwa prinsip kegunaan terbesar hendaknya menjadi kriteria dalam perkara etis.[2] Kriteria itu harus diterapkan pada konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari keputusan-keputusan etis.[2]

Utilitarianisme Peraturan

  • Kriteria penilaian moral mendapatkan dasar pada ketaatan terhadap perilaku moral umum.[5][6]
  • Tindakan moral yang dibenarkan adalah tindakan yang didasarkan pada peraturan moral yang menghasilkan akibat-akibat yang lebih baik.[5]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g A. Mangunhardjana. 1997. Isme-isme dalam Etika dari A sampai Z. Jogjakarta: Kanisius. Hal.228-231.
  2. ^ a b c d e f g Lorens Bagus. 2000. Kamus Filsafat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 1144.
  3. ^ Encyclopedia of Philosophy
  4. ^ (Indonesia) Bryan Magee. 2001. The Story of Philosophy. Jogjakarta: Kanisius
  5. ^ a b c d Robert Audi. 1995. The Cambridge Dictionary of Philosophy. United Kingdom: Cambridge University Press. Hlm. 824-825.
  6. ^ Rosen, Frederick. 2003. Classical Utilitarianism from Hume to Mill. Routledge, p. 28. ISBN 0-415-22094-7

Templat:Link GA Templat:Link FA