Ular pelangi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ular Dharmawangsa
Ular Dharmawangsa (pelangi), Xenopeltis unicolor
dari Kampus IPB Darmaga, Bogor
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Subordo:
Superfamili:
Famili:
Genus:
Spesies:
X. unicolor
Nama binomial
Xenopeltis unicolor
Sinonim
  • Xenopeltis unicolor Reinwardt in Boie 1827: 564
  • Xenopeltis concolor Reinwardt in Boie 1827: 564
  • Xenopeltis leucocephala Reinwardt in Boie 1827: 564
  • Tortrix xenopeltis Schlegel 1837
  • Xenopeltis unicolorBoulenger 1893: 168
  • Xenopeltis unicolorSmith 1943
  • Xenopeltis unicolorZhao & Adler 1993: 220
  • Cryptophidion annamense Wallach & Jones 1992
  • Xenopeltis unicolorManthey & Grossmann 1997: 436
  • Xenopeltis unicolorCox et al. 1998: 16
  • Xenopeltis unicolorMcDiarmid, Campbell & Touré 1999: 159
  • Xenopeltis unicolorSang et al. 2009

Sumber: The Reptile Database[2]

Ular Dharmawangsa atau Ular pelangi adalah sejenis ular yang termasuk anggota suku Xenopeltidae. Ular ini diberi nama demikian karena lapisan transparan pada sisiknya membiaskan warna-warni pelangi dari cahaya matahari. Dalam bahasa Inggris ia disebut dengan nama sunbeam snake atau iridescent earth snake. Sementara nama ilmiahnya adalah Xenopeltis unicolor, merujuk pada keistimewaan sisik-sisiknya (xeno: aneh, ajaib; peltis: perisai).[3]

Pemerian[sunting | sunting sumber]

Sisi atas tubuh (dorsal, punggung) berwarna cokelat atau abu-abu kehitaman, merata (unicolor: berwarna seragam) dan berkilauan apabila terkena cahaya. Sisik-sisik dorsal dalam 15 deret. Deret terbawah berwarna putih, beberapa deret berikutnya seperti warna punggung umumnya namun dengan tepian berwarna putih. Sisi bawah tubuh (ventral) putih.[4]

Ular muda dengan kepala dan leher yang berwarna putih, kecuali moncongnya yang kecoklatan.[4] Warna putih ini berangsur-angsur menghilang bersama dengan bertambah besarnya sang ular.

Perisai (sisik-sisik besar) di atas ubun-ubun kepala berbentuk mirip belah ketupat. Tidak seperti kebanyakan ular, perisai parietal (pelipis) kanan dan kiri tidak bersinggungan; melainkan terpisah oleh adanya perlekatan perisai frontal (dahi, di antara kedua mata) dengan perisai oksipital tengah yang berukuran besar.[4] Keempat perisai itu berukuran hampir sama besar, dan bersama-sama membentuk bangun belah ketupat yang lebih besar lagi.

Panjang tubuh maksimum lebih sedikit dari satu meter,[3][4] kebanyakan sekitar 80 cm.[5] Ekornya pendek, sekitar sepersepuluh panjang tubuh atau kurang.[3] Sisik-sisik ventral 173-196 buah, perisai anal (yang menutupi anus) sepasang, dan sisik-sisik subkaudal (di bawah ekor) 24-31 pasang.

Bio-ekologi[sunting | sunting sumber]

Ular pelangi menghuni daerah lembap dan berawa-rawa di sekitar pantai, sungai, persawahan, dan daerah berhutan;[3] di dataran rendah hingga pegunungan di ketinggian sekitar 1.300 m dpl.[5] Tidak jarang pula ditemukan di sekitar pemukiman, terutama di daerah terbuka dan berumput-rumput yang meliar. Ular ini sering bersembunyi di bawah kayu busuk, bebatuan, tumpukan serasah, atau menggali lubang dalam lumpur, tidak jauh dari air.[5]

Mangsanya terutama terdiri dari kodok, kadal, jenis-jenis ular yang lain,[3] dan mungkin pula burung yang tinggal di atas tanah.[5] Tweedie (1983) menyebutkan bahwa ular pelangi yang dipelihara dalam kandang juga mau memangsa tikus.[4] Ular ini aktif di siang dan malam hari,[5] meski karena pemalu jarang terlihat di siang hari.

Berkembang biak dengan bertelur (ovipar), ular pelangi setiap kalinya mengeluarkan hingga 17 butir telur.[5]

Penyebaran[sunting | sunting sumber]

Ular ini termasuk yang umum ditemukan, dan menyebar luas mulai dari India, Tiongkok, Burma, Kamboja, Laos, Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaya, Singapura, hingga ke Filipina.[2]

Di Indonesia, ular pelangi ditemukan di pulau-pulau Sumatra, Simeulue, Nias, Kep. Mentawai, Kep. Riau, Jawa, Kalimantan hingga Sulawesi.[2][5]

Catatan lain-lain[sunting | sunting sumber]

Ular pelangi termasuk golongan ular yang tidak berbahaya.[5] Ular ini tidak berbisa dan biasanya tidak mau menggigit ketika ditangkap.[4] Tatkala baru terpegang, ular pelangi kerap menggetarkan ekornya kuat-kuat.[4] Ular ini juga mengeluarkan cairan berbau memualkan seperti bau bawang putih yang keras untuk mengusir musuhnya.

Ular ini mudah jinak dan relatif gampang dipelihara. Dalam tangkaran, ular pelangi dapat mencapai usia lebih dari 13 tahun.[5]

Mengingat kulitnya yang relatif tebal dan bermutu baik, ular pelangi termasuk salah satu di antara sasaran para pemburu dan pedagang kulit ular. Sayang sekali, belum ada informasi yang memadai mengenai keadaan populasinya di alam.

Kerabat dekat[sunting | sunting sumber]

Kerabat dekat dari ular ini adalah Xenopeltis hainanensis yang terdapat di Hainan, Cina.

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Boie, F. 1827. "Bemerkungen über Merrem's Versuch eines Systems der Amphibien, 1. Lieferung: Ophidier". Isis von Oken v. 20: 564. Jena :Expedition der Isis [1820-1848].
  2. ^ a b c The Reptile Database: Xenopeltis unicolor REINWARDT, 1827
  3. ^ a b c d e Stuebing, R.B. & R.F. Inger. 1999. A Field Guide to The Snakes of Borneo: 69-71. Kota Kinabalu: Natural History Publications (Borneo). ISBN 983-812-031-6
  4. ^ a b c d e f g Tweedie, M.W.F. 1983. The Snakes of Malaya: 30-1. Singapore: The Singapore National Printers.
  5. ^ a b c d e f g h i David, P and G. Vogel. 1996. The Snakes of Sumatra. An annotated checklist and key with natural history.: 38-9. Frankfurt: Edition Chimaira. ISBN 3-930612-08-9

Pranala luar[sunting | sunting sumber]