Teori kestabilan hegemon

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Teori kestabilan hegemon (TSH) adalah teori hubungan internasional yang berasal dari penelitian di bidang ilmu politik, ekonomi, dan sejarah. TSH menyatakan bahwa sistem internasional bisa stabil apabil sebuah negara bangsa menjadi satu-satunya negara adidaya di dunia atau hegemon.[1] Lantas, kejatuhan hegemon atau negara yang bukan hegemon akan menihilkan kestabilan sistem internasional. Ketika sebuah hegemon memainkan perannya sebagai pemimpin lewat diplomasi, koersi, atau persuasi, hegemon tersebut sedang menjalankan "penyebaran kekuasaan". Ini disebut hegemoni, yaitu kemampuan sebauh negara untuk "mendominasi peraturan dan tatanan hubungan politik dan ekonomi internasional."[2] TSH dapat membantu menganalisis bangkitnya negara-negara besar menuju status pemimpin dunia atau hegemon yang telah berlangsung sejak abad ke-15. Selain itu, TSH dapat digunakan untuk memahami dan memperkirakan masa depan politik internasional melalui pembahasan hubungan simbiosis antara hegemon yang melemah dan penggantinya yang sedang bangkit.[3]

Penelitian tentang hegemoni dapat dibagi ke dalam dua mazhab: mazhab realis dan mazhab sistemik. Setiap mazhab dapat dibagi lebih jauh lagi. Dua teori utama ini muncul dari mazhab induknya. "Teori kestabilan hegemon" Robert Keohane[4] dan "teori peralihan kekuasaan" A. F. K. Organski menjadi dua pendekatan utama dalam mazhab realis. "Teori siklus panjang" George Modelski dan "teori sistem dunia" Immanuel Wallerstein menjadi dua pendekatan utama dalam nazhab sistemik.[5]

Charles P. Kindleberger adalah salah satu pakar yang sering dikaitkan dengan TSH, bahkan dianggap sebagai bapak TSH.[6] Kindleberger berpendapat dalam bukunya The World in Depression: 1929-1939 (1973) bahwa kekacauan ekonomi antara Perang Dunia I dan Perang Dunia II yang memicu Depresi Besar terjadi karena tidak adanya pemimpin dunia dengan ekonomi yang besar. Teori ini lebih dari sekadar ekonomi. Pemikiran utama di balik TSH menyatakan bahwa kestabilan sistem dunia dalam hal politik, hukum internasional, dan lain-lain bergantung pada kemauan hegemon untuk mengembangkan dan menerapkan aturan sistem internasional.[7]

Selain Kindleberger, tokoh-tokoh utama pengembangan teori kestabilan hegemon adalah George Modelski, Robert Gilpin, Robert Keohane, Stephen Krasner, dan lainnya.[8][9]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Joshua S. Goldstein. International Relations. New York: Pearson-Longman, 2005. 107.
  2. ^ Joshua S. Goldstein. International Relations. New York: Pearson-Longman, 2005. 83.
  3. ^ Herrington, Luke. "Why the Rise of China Will Not Lead to Global Hegemony". E-International Relations. Diakses tanggal 7 April 2015. 
  4. ^ Robert Gilpin. The Political Economy of International Relations. Princeton: Princeton University Press, 1987. 86.
  5. ^ Terry Boswell and Mike Sweat. "Hegemony, Long Waves, and Major Wars: A Time Series Analysis of Systemic Dynamics, 1496-1967," International Studies Quarterly (1991) 35, 124.
  6. ^ Helen Milner. "International Political Economy: Beyond Hegemonic Stability," Foreign Policy, (1998)
  7. ^ Vincent Ferraro. "The Theory of Hegemonic Stability." http://www.mtholyoke.edu/acad/intrel/pol116/hegemony.htm Diarsipkan 2020-09-27 di Wayback Machine.
  8. ^ Michael C. Webb and Stephen D. Krasner. "Hegemonic Stability Theory: An Empirical Assessment", Review of International Studies (1989) 15, 183–98
  9. ^ Barry Eichengreen, "Hegemonic Stability Theory and Economic Analysis: Reflections on Financial Instability and the Need for an International Lender of Last Resort" (December 9, 1996). Center for International and Development Economics Research. Paper C96-080.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]