Teknologi tepat guna

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Teknologi tepat guna adalah umumnya dikenal sebagai pilihan teknologi beserta aplikasinya yang mempunyai karakteristik terdesentralisasi, berskala relatif kecil, padat karya, hemat energi, dan terkait erat dengan kondisi lokal.[1] Secara umum, dapat dikatakan bahwa teknologi tepat guna adalah teknologi yang dirancang bagi suatu masyarakat tertentu agar dapat disesuaikan dengan aspek-aspek lingkungan, keetisan, kebudayaan, sosial, politik, dan ekonomi masyarakat yang bersangkutan.[2] Dari tujuan yang dikehendaki, teknologi tepat guna haruslah menerapkan metode yang hemat sumber daya, mudah dirawat, dan berdampak polutif seminimal mungkin dibandingkan dengan teknologi arus utama, yang pada umumnya beremisi banyak limbah dan mencemari lingkungan.[3] Baik Schumacher maupun banyak pendukung teknologi tepat guna pada masa modern juga menekankan bahwa teknologi tepat guna adalah teknologi yang berbasiskan pada manusia penggunanya.[4][5]

Teknologi tepat guna paling sering didiskusikan dalam hubungannya dengan pembangunan ekonomi dan sebagai sebuah alternatif dari proses transfer teknologi padat modal dari negara-negara industri maju ke negara-negara berkembang.[4][6] Namun, gerakan teknologi tepat guna dapat ditemukan baik di negara maju dan negara berkembang. Di negara maju, gerakan teknologi tepat guna muncul menyusul krisis energi tahun 1970 dan berfokus terutama pada isu-isu lingkungan dan keberlanjutan (sustainability). Di samping itu, istilah teknologi tepat guna di negara maju memiliki arti yang berlainan, sering kali merujuk pada teknik atau rekayasa yang berpandangan istimewa terhadap ranting-ranting sosial dan lingkungan.[7] Secara luas, istilah teknologi tepat guna biasanya diterapkan untuk menjelaskan teknologi sederhana yang dianggap cocok bagi negara-negara berkembang atau kawasan perdesaan yang kurang berkembang di negara-negara industri maju.[3][8] Seperti dijelaskan di atas, bentuk dari "teknologi tepat guna" ini biasanya lebih bercirikan solusi "padat karya" daripada "padat modal". Pada pelaksanaannya, teknologi tepat guna sering kali dijelaskan sebagai penggunaan teknologi paling sederhana yang dapat mencapai tujuan yang diinginkan secara efektif di suatu tempat tertentu.

Latar belakang dan definisi[sunting | sunting sumber]

Proposal rancangan ruang kelas portabel lestari

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Para Pendahulu[sunting | sunting sumber]

Mahatma Gandhi, seorang pemimpin ideologis dari India, sering kali disebut sebagai yang mengawali adanya pendekatan teknologi tepat guna.[9] Meski pada masa Gandhi konsep teknologi tepat guna belum diberi nama, Gandhi sudah mulai mengusahakan penggunaan teknologi sederhana berbasis kondisi lokal, dan sebagian besar berupa teknologi berbasis pedesaan untuk membantu desa-desa di India agar menjadi mandiri. Gandhi tidak setuju dengan ide mengenai teknologi yang menguntungkan hanya sebagian kecil orang dengan mengorbankan sebagian besar yang lain, termasuk penerapan teknologi yang menyebabkan banyak pengurangan tenaga kerja demi meningkatkan keuntungan (profit).[4] Tahun 1925 Gandhi mendirikan the All-India Spinners Association dan pada tahun 1935 dia pensiun dari dunia politik untuk membentuk the All-India Village Industries Association. Kedua organisasi tersebut menempatkan fokusnya pada teknologi berbasis pedesaan yang mirip dengan gerakan teknologi tepat guna yang tumbuh pesat beberapa dekade setelah itu.[10]

Pada masa pemerintahan Mao Zedong dan selanjutnya dalam Revolusi Kebudayaan, China juga menerapkan kebijakan yang mirip dengan konsep teknologi tepat guna. Pada masa Revolusi Kebudayaan, kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdasar pada ide "berdiri di atas kaki sendiri" (walking on two legs) mendorong pembangunan baik pabrik-pabrik berskala besar maupun industri-industri berskala pedesaan.[4]

E. F. Schumacher[sunting | sunting sumber]

Meskipun sudah banyak cerita mengenai contoh-contoh pendekatan yang ada sebelumnya, Dr. Ernst Friedrich "Fritz" Schumacher diakui sebagai pendiri dari gerakan teknologi tepat guna.[5] Sebagai seorang ekonom terkenal, Schumacher sebelumnya bekerja pada the British National Coal Board selama lebih dari 20 tahun, di mana dia menyalahkan ukuran operasi industri yang menjadi penyebab ketidakpedulian industri dalam merespon penyakit paru-paru hitam yang diderita oleh banyak penambang (Coalworker's pneumoconiosis).[4] Namun sebenarnya, pekerjaan Schumacher dengan beberapa negara berkembang seperti India dan Burma sangat membantu dia dalam membentuk prinsip-prinsip teknologi tepat guna.

Pertama kali Schumacher mengartikulasikan idenya sebagai "intermediate technology," bukan "appropriate technology," dalam sebuah laporannya pada tahun 1962 kepada Komisi Perencanaan India (Indian Planning Commission) di mana dia mendeskripsikan India sebagai sebuah negara yang berlimpah tenaga kerja namun kekurangan modal, sehingga dia menyerukan sebuah teknologi-antara untuk industri (intermediate industrial technology)[11] yang memanfaatkan surplus tenaga kerja di India. Schumacher telah mengembangkan ide dari teknologi-antara selama beberapa tahun sebelum laporannya pada Komite tersebut. Pada tahun 1955, setelah bertugas sebagai seorang penasihat ekonomi bagi pemerintah Burma, dia mempublikasikan sebuah artikel ilmiah pendek berjudul "Economics in a Buddhist Country," yang dikenal sebagai kritiknya yang pertama terhadap efek dari pengaruh ekonomi Barat pada negara-negara berkembang.[11] Disamping Buddhaisme, Schumacher juga memberi penghargaan pada Gandhi dalam ide-idenya.

Terminologi[sunting | sunting sumber]

Secara umum istilah teknologi tepat guna digunakan di dalam dua wilayah: memanfaatkan teknologi paling efektif untuk menjawab kebutuhan daerah pengembangan, dan memanfaatkan teknologi yang ramah lingkungan dan ramah sosial di negara maju. Konsep teknologi tepat guna sendiri sering berfungsi sebagai payung bagi berbagai macam nama dari tipe teknologi yang sejenis. Seringkali istilah-istilah tersebut juga digunakan secara bergantian. Namun, penggunaan dari sebuah istilah ketimbang istilah lainnya bisa menunjukkan fokus yang lebih spesifik, bias maupun tujuan dari sebuah pilihan teknologi. Walaupun nama asli dari konsep yang sekarang dikenal sebagai teknologi tepat guna, "teknologi-antara" (intermediate technology) sekarang sering dianggap sebagai bagian dari teknologi tepat guna itu sendiri, dengan fokus yang lebih condong pada tipe teknologi yang lebih produktif dibanding teknologi-teknologi tradisional namun lebih terjangkau jika dibandingkan dengan teknologi untuk masyarakat industri.[12] Tipe-tipe teknologi lain yang berada di bawah payung teknologi tepat guna adalah:

  • Capital-saving technology
  • Labor-intensive technology
  • Alternate technology
  • Self-help technology
  • Village-level technology
  • Community technology
  • Progressive technology
  • Indigenous technology
  • People’s technology
  • Light-engineering technology
  • Adaptive technology
  • Light-capital technology
  • Soft technology

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Hazeltine, B.; Bull, C. (1999). Appropriate Technology: Tools, Choices, and Implications. New York: Academic Press. hlm. 3, 270. ISBN 0-12-335190-1. 
  2. ^ Sianipar, C.P.M.; Dowaki, K.; Yudoko, G.; Adhiutama, A. (2013). "Seven pillars of survivability: Appropriate Technology with a human face". European Journal of Sustainable Development. 2 (4): 1–18. doi:10.14207/ejsd.2013.v2n4p1. 
  3. ^ a b VillageEarth.org. "Appropriate Technology Sourcebook: Introduction". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-07-19. Diakses tanggal 5 Juli 2008. 
  4. ^ a b c d e Akubue, A. (2000). "Appropriate Technology for Socioeconomic Development in Third World Countries". The Journal of Technology Studies. 26 (1): 33–43. doi:10.21061/jots.v26i1.a.6. Diakses tanggal Maret 2011. 
  5. ^ a b Sianipar, C.P.M.; Yudoko, G.; Dowaki, K.; Adhiutama, A. (2014). "Design and technological appropriateness: The quest for community survivability". Journal of Sustainability Science and Management. 9 (1): 1–17. 
  6. ^ Todaro, M.; Smith, S. (2003). Economic Development. Boston: Addison Wesley. hlm. 252-254. ISBN 0-273-65549-3. 
  7. ^ Schneider, K. "Majoring in Renewable Energy". Diakses tanggal 26 Maret 2008. 
  8. ^ Sianipar, C.P.M.; Yudoko, G.; Dowaki, K.; Adhiutama, A. (2013). "Design methodology for Appropriate Technology: Engineering as if people mattered". Sustainability. 5 (8): 3382–3425. doi:10.3390/su5083382. 
  9. ^ Schumacher, Ernst F. (1973). Small Is Beautiful: A Study of Economics As If People Mattered. New York: HarperCollins. ISBN 978-0-06-091630-5. 
  10. ^ Bombay Sarvodaya Mandal/Gandhi Book Centre and Gandhi Research Foundation. "Complete Information on Gandhi: Timeline". Diakses tanggal 23 April 2011. 
  11. ^ a b McRobie, G. (1981). Small is Possible. New York: Harper & Row. hlm. 19. ISBN 0-06-013041-5. 
  12. ^ Evans, D.D. (1984). Ghosh, P.K., ed. Appropriate Technology in Third World Development. London: Greenwood Press. hlm. 40. ISBN 0-313-24150-3. 

Pustaka tingkat lanjut[sunting | sunting sumber]

  • Basic Needs Approach, Appropriate Technology, and Institutionalism karya Dr. Mohammad Omar Farooq

Pranala luar[sunting | sunting sumber]