Sungai Daun, Pasir Limau Kapas, Rokan Hilir

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sungai Daun
Negara Indonesia
ProvinsiRiau
KabupatenRokan Hilir
KecamatanPasir Limau Kapas
Kode pos
28991
Kode Kemendagri14.07.06.2004
Luas... km²
Jumlah penduduk... jiwa
Kepadatan... jiwa/km²


Sungai Daun[sunting | sunting sumber]

Sungai Daun merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, provinsi Riau, Indonesia. Sungai Daun terletak tepat di pesisir pantai timur pulau sumatera dan berbatasan langsung dengan selat melaka dan semenanjung Malaysia.

Etimologi[sunting | sunting sumber]

Kata Sungai Daun berasa dari dua kata yaitu "Sungai dan Daun", kata sungai mengacu pada sebuah sungai alam yang berada di Sungai Daun sekarang dan kata Daun berasal dari kata daun nipah atau pohon nipah (Nypa fruticans[1]) sejenis rumbia yang tumbuh subur hampir disepanjang tebing sungai alam sekarang. Dari kebiasan penduduk setempat yang sering mengucapkan kata daun nipah/pohon nipah menjadi daun yang identik tumbuh ditebing sungai alam maka istilah Sungai Daun mengacu pada sebuah Tempat/sungai yang banyak ditumbuhi pohon nipah atau rumbia. secara sejarah yang berdasarkan pada Sulalatus Salatin kata Sungai Daun di ucapkan dengan Sungai Riun[2][3][4] yang mengacu pada suatu tempat sekarang dikenal dengan Pasir Raja, Pematang Pasir atau Pematang Siasah. Dari Sumber ini menceritakan perjalanan terakhir raja dari Tanah Putih yang minta di makam di Pasir Raja, Makam ini masih dapat di lihat di Sungai Daun dan sering dikunjungi masyarakat sekitarnya. Berdasar kunjungan yang telah di lakukan oleh J. A Van Rijn van Alkemade nama sungai daun ditulis dengan Soengei Dahoen dimana dia banyak mencerita sejarah sungai daun hingga pada masa dibawah pengaruh kerajaan Siak[5]. Penulisan kata Sungai daun berdasar pada peta Portugis dalam buku Suma Oriental dan peta Spanyol[6][7][8][9].

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Sejarah Sungai Daun terdiri dari banyak tahapan/periode. Secara garis besar, sejarah Sungai Daun terdiri dari periode pemukiman Pertama di Tanjung Muar, periode vasal Kesultanan Melaka periode Suku Raja, periode Orang Kayo, periode Kepenghuluan Awal dan periode setelah kemerdekaan Republik Indonesia.

Periode Pemukiman Pertama di Tanjung Muar

Berdasar penuturan orang-orang tua kampung pemukiman pertama bernama Tanjung Muar yang merupakan sebuah pemukiman yang berada ditepi laut atau semenanjung. Tidak ada bukti tertulis yang menjelaskan pemukiman awal ini, Namun beberapa bukti seperti kuburan tua banyak dijumpai sekarang di Dusun Tanjung Muar kepenghuluan Sungai Daun yang telah banyak dimusnahkan akibat pemukiman penduduk dan pengembangan perkebunan kelapa sawit. Dahulu belum ada adalah istilah kata sungai daun mengingat wilayah ini merupakan laut dangkal yang menjadi daratan akibat endampan lumpur yang dibawa dari sungai Rokan. Endapan lumpur ini lama kelamaan membentuk daratan seiringan dengan pembentukan Pulau pedamaran (Pulau Tuan Syeh),[10][11] Pulau Berkey[12] dan Pulau Halang.[13] Pada masa ini masih memperlihatkan pengaruh Hindu/Budha yang biasa dijumpai dari bentuk bangunan kuburan yang menyerupai punden berundak.

Periode Kerajaan Aru

Sumber Peta portugis menulisa wilayah sungai daun dengan sebutan sungei dahoen dan merupakan wilayah kerajaan aru dengan tulisan daru[5][7][14]

Periode Vasal Kesultanan Melaka

Sungai Daun merupakan wilayah bebas yang membentuk pemerintahan sendiri, namun setelah kedatangan salah satu keturunan seorang raja yang berasal dari tanah putih yang merupakan keturunan kesultanan melaka sungai daun membentuk kerajaan baru yang merupakan bagian dari kesultanan melaka berdasarkan pada penuturan orang orang tua kampung dan sumber dari sulalatus salatin[3]. Makam Raja ini dikenal dengan Tuanku Raja Datuk Marhum yang terletak di Pasir Raja, berdasarkan pada sulalatus salatin adalah Sultan Mansyur. Gelar Tuanku Raja Datuk Marhum merupakan gelar Raja Berdaulat setelah mangkat, Beberapa bukti pemakaman raja raja sungai daun masih bisa dilihat sampai sekarang. Sejak kedatangan Sultan Mansyur Sungai Daun menjadi wilayah vasal kesultanan Melaka dimana berbagai cerita memiliki kesamaan dengan legenda-legenda cerita dari kesultanan Melaka serta ada berberapa tempat masih memiliki kesamaan nama dengan kesultanan Melaka seperti tanjung Muar dan nama Sungai Daun itu sendiri juga merupakan nama tempat di Malaysia.

Sebelum kedatang Sultan Mansyur wilayah ini telah banyak dihuni oleh beberapa pemukiman seperti Pasir Raja, pematang Siasah, Pematang Pasir, Pematang Kopou, dan Pematang Kuala. Pada masa kejayaan Kesultanan Melaka Sungai Daun terkenal dengan penghasil beras, rotan, kayu, damar,[15] getah,[16] keladi asam, asam kandis[17] dan tenaga kerja untuk dikirim ke Melaka. Berbagai hasil bumi dan hutan dibawa untuk dijual dipelabuhan Melaka, beberapa karajinan tangan seperti tembikar, barang pecah belah, piring keramik dan pecahan porselin masih bisa dijumpai pada masa sekarang.

Pada masa keruntuhan Kesultanan Melaka banyak pemuda yang dipanggil ikut serta dalam perang mempertahan Kesultanan Melaka dan tidak pernah kembali lagi ke Sungai Daun.[18] Berapa sumber menyatakan pasukan Portugis sampai ke wilayah pesisir pantai timur Sumatera untuk mengejar sisa tentara Kesultanan Melaka. Pasukan Portugis berusaha memutus bantuan dari kerajaan kecil di pesisir pantai timur pulau Sumatera ke Melaka dengan cara melakukan serangan ke pesisir timur, sehingga banyak menyebab kerusakan dan kehilangan penduduk setempat.[18] Ambisi ingin merebut melaka dari tangan portugis menyebabkan banyak generasi muda sungai daun menjadi korban perang portugis, banyak dari mereka yang meninggal dan hilang.

Periode Suku Raja

Setelah keruntuhan Kesultanan Melaka dan sepenuh dibawah kontrol portugis, Sungai Daun menjadi wilayah bebas dikenal dengan Suku Raja Bebas, Dimana Sungai daun menjadi tempat tinggal sultan Mansur dari Kerajaan Tanah Putih yang merupakan keturunan Sultan Melaka. Selanjutnya datang utusan dari kerajaan Pagaruyung Raja Suruaso dan Datuk Penito yang merupakan tokoh yang membuka lahan baru di Sungai Daun dikenal dengan Kampung Lama. Kedua orang ini beserta rombongannya berasal dari Pagaruyung yang menelusuri sungai Rokan untuk membangun pemukiman baru d pesisir timur sumatera. Pada periode ini juga banyak kaum padri yang mengajarkan agama islam, selain dari Pagaruyung banyak juga dari suku Tambusai atau dari Kerajaan Tambusai (Kerajaan Rokan Tua)[19][20] di Rokan Hulu. Di sini banyak dijumpai kuburan tua, kuburan padri suku Tambusai yang masih bisa dilihat sampai sekarang. Beberapa barang pecah belah porselin dari Tiongkok serta pohon mangga yang masih ada sampai sekarang. Tidak banyak imformasi tertulis tentang kedua tokoh ini namum beberapa bukti benda-benda pusaka seperti keris raja masih disimpan sampai sekarang. Beberapa pemukiman yang terkenal adalah Pasir Raja, pematang Siasah, Pematang Pasir, Pematang Kopou, dan Pematang Kuala. Salah satu tempat pemakaman raja-raja masih bisa dijumpai, tempat pemakaman ini dikenal juga dengan Makam Tuanku Raja Tomuhum yang merupan gelar raia-raja sungai daun.

Berdasar Nubuwat Datuk Pelito Sungai Daun selalu dilanda wabah penyakit, Hal ini sering dialami penduduk Sungai Daun yang dikenal dengan penyakit sampar atau wabah besar, wabah ini terjadi hampir setiap tahun. Menurut penuturan orang tua kampung wabah ini telah ada sejak pemukiman pertama di Tanjung Muar. Berdasarkan cerita turun temurun pernah terjadi wabah besar yang pernah hampir menghabiskan penduduk, sebagian penduduk yang tersisa banyak yang hijrah ke Pangkalan Berandan, Deli , Serdang, Langkat, Batubara, Kubu, Pekaitan, Bagansiapi, Sungai Sialang, Bantaian, Dumai dan Malaysia. Dari kelompok tersebut hanya sebagian kecil saja yang kembali menetap di Sungai Daun, namun wabah ini terus saja berulang hingga masa akhir orde baru. Menurut pandangan terkini penyebab wabah itu adalah kebiasan dari anak-anak dan orang tua pengasuh anak yang terbiasa dengan lingkungan tanah becek yang kotor. Beberapa fakta wabah ini adalah infeksi penyakit kulit dan sakit perut demam seperti gelaja malaria yang masih sering muncul pada anak yang tinggal di lingkungan rawa berlumpur. Selain itu suatu tradisi anak-anak bermain dengan tanah yang kotor seharian yang memain permainan tradisional dikenal dengan ajibo.

Pada masa sekarang orang-orang tua sungai daun masih bisa menjumpai saudara mereka di Berandan, Langkat, Deli, Serdang, Deli , Serdang, Langkat, Batubara, Kubu, Pekaitan, Bagansiapi, Sungai Sialang, Bantaian, Dumai dan Malaysia. Namun hubungan ini dari generasi ke generasi semakin berkurang karena semakin jauh tali persaudaraan.

Periode Orang Kayo

Setelah wabah besar terjadi Sungai Daun dipimpin oleh pemangku adat yang bergelar Orang Kayo. Beberapa tokoh terkenal seperti Orang Kayo Amban, Datuk Rang Kayo dan Orang Kayo Bindin. Dari penelusuran cerita orang-orang tua gelar Orang Kayo memiliki hubungan dengan Kerjaan Pagaruyung di Sumatera Barat. Gelar ini merupakan gelar dari saudagar minang yang menikah dengan keluarga kerajaan Melayu pesisir timur sumatera. Pada masa orang Kayo Aamban terjadi pengaruh kuat dengan Kesultanan Siak dan Kesultanan Kota Pinang. Keadaan Sungai Daun mulai menjadi perhatian beberapa kesultanan Kesultanan Kota Pinang, karena sungai Alam yang terletak di Sungai Daun menjadi penghubung jalur perdagangan Kesultanan Kota Pinang dengan selat Melaka. Pada masa ini telah banyak pemukiman baru di buka seperti Sungai Tunggak, Sungai Mangkuk, Sungai Jormal, Sungai Sekobat, Sungai Daun Kocik, Pematang Kualo, Cabang Duo, Kualo Sungai Daun, Sungai Subang, Sarang Burung, Pasir Belilit dan Sungai Siandam.

Perebutan batas wilayah dan tampuk penguasa mulai menjadi perhatian tokoh terkenal seperti Orang Kayo Bindin dan Panglima Kalam, Dimana Orang Kayo Bindin adalah Saudagar yang mengontrol perdagangan dipesisir Sungai Daun dan sekitarnya. Pada masa ini Sungai Daun mulai dipegaruh kontrol Kesultanan Siak dengan jatuhnya Sungai Daun menjadi wilayah kedaulatan Kesultanan Siak. Peristiwa dimulai dari kuat nya hegomoni Kesultanan Siak sebagai kerajaan yang besar, kuat secara militer dan ekonomi serta pengaruh wilayah yang luas. Berangsur-angur Sungai Daun dipengaruh sultan Siak dengan datangnya beberapa kali kunjungan utusan dari Kesultanan Siak ke Kampung Lama.

Selanjutnya dibawah kontrol saudagar kaya Orang Kayo Bindin dibuka lagi perkampungan baru yang dikenal dengan Sungai Daun sekarang dengan cara membuat sungai buatan setelah anak sungai Cabang Duo tepat dibagian Kualo Dalam digali sungai buatan dengan mengguna tenaga buruh jawa yang didatangkan dari Bengkalis. Sungai ini menghubungkan sungai alam ke Sungai Baung hingga dan bagian lain terhubungan dengan Sungai Daun Kocik dan pematang Kopou. Anak sungai ini menjadi pemukiman utama penduduk sungai daun dan sarana transformasi bagi penduduk yang bekerja sebagai nelayan.

Periode Kepenghuluan Awal[sunting | sunting sumber]

Periode kepenguluan awal merupakan periode dimana Sungai Daun berada Penuh dibawah kontrol Kesultanan Siak dengan status suku Raja Bebas atau Swatantra atau wilayah otonomi Khusus yang bebas tidak membayar pajak dan membuat peraturan adat sendiri dan tidak berada dibawah kewedenaan. Penghulu pertama adalah Datuk Penghulu Bungsu.

Periode Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia

Setelah Indonesia merdeka sungai daun berada dibawah kewedenaan dan selanjut dibawah Kecamatan Kubu. Beberapa peristiwa penting adalah peristiwa Revolusi Sosial dan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia. Pada masa Revolusi Sosial banyak dari keturunan raja di Sungai Daun menutup diri dan menyembunyikan gelar bangsawan mereka. Peristiwa Revolusi Sosial ini memberi dapat yang sangat luar biasa dimana banyak dari keluarga keturunan bangsawan menjadi korban dan merantau menjadi masyarakat biasa dengan menyembunyikan identitas mereka. Akibat dari Revolusi Sosial ini banyak dari masyarakt sungai daun yang merantau ke Malaysia dan wilayah sekitarnya. Seingga wilayah seperti Sungai Tunggak, Sungai Mangkuk, Sungai Jormal, Sungai Sekobat, Sungai Daun Kocik, Pematang Kualo, Cabang Duo, Kualo Sungai Daun, Sungai Subang, Sarang Burung, Pasir Belilit dan Sungai Siandam ditinggalkan menjadi hutan. Namun Sejak otonomi daerah wilayah ini diperjual belikan oleh oknum yang tidak bertangggung-jawab untuk dijadikan perkebuban sawit.

Selanjutnyan pada masa Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia kelompok pemberontak memasuki wilayah Sungai Daun hingga sampai kepemukiman penduduk untuk mencari kebutuhan logistik seperti makanan. Namun sebelum pemberontakan tiba penduduk lokal telah mendapat imformasi sehinga dengan cepat meninggalkan kampung untuk hijrah ke Bagansiapiapi. Sebagin penduduk yang bermukin di kuala Sungai daun keturunan Tionghoa masih tetap tinggal karena berada dekat dengan pos TKR yang aman. Para kelompok pemberontak berhasil memasuki wilayah bagian kuala. Salah satu anggota TKR bernama Jubir yang merupakan penduduk lokal sedang melakukan patroli malam yang selanjutnya terjadi kontak sejata langsung dengan kelompok pemberontak dengan anggota TKR tersebut yang masih memilik hubungan kerabat dengan Orang Kayo Bindin. Dalam peristiwa itu Anggota TKR tersebut gugur dan di makamkan di taman makam Pahlawan di Kota Bagansiapiapi.

Geografi[sunting | sunting sumber]

Sungai Daun terletak dipantai timur pulau sumatera yang berbatasan langsung dengan selat Melaka. Bagian utara berbatasan dengan desa Pasir Limau Kapas dan Propinsi Sumatera Utara, bagian barat berbatasan dengan propinsi Sumatera Utara, bagian selatan berbatasan dengan kecamatan Simpang Kanan dan kecamatan Kubu dan bagian timur berbatasan dengan selat Melaka dan negara Malaysia.

Sumber daya alam

Sumber daya alam Sungai daun terdiri dari perkebunan, hutan, perikanan darat, perikanan laut dan hutan mangrove

Lingkungan hidup

Kondisi wilayah Sungai Daun memiliki keanekaragaman makhluk hidup yang keanekaragaman mahluk hidupnya umumnya memiliki kesamaan dengan garis pantai timur sumatera semenanjung Malaysia dikenal sebagai Indomalaya.

Ekonomi[sunting | sunting sumber]

Perekonomian penduduk Sungai Daun sangat bergantung pada perkebunan, sumber daya alam seperti hutan dan perikanan. Selain itu sebagian penduduk juga membuka usaha dibidang perdagagan dan jasa, buruh serta kerajinan UKM.[21] Kelapa Sawit merupakan tanaman perkebunan yang mendominasi sektor ini, selain kelapa sawit perkebuanan kelapa dan pinang masih menjadi andalan untuk memenuhi kebutuhan lokal dan sekitarnya. Sebagian kecil penduduk juga menanam cabe, pisang, tebu, semangka dan pepaya untuk memenuhi pasar lokar dan sekitarnya.

Disektor hutan masih menjadi tumpuan ekonomi bagi penduduk yang bermukin di daerah aliran sungai, ada berapa sektor hutan yang masih menjadi kegiatan ekonomi yaitu pengolahan hutan untuk menjadi bahan bangunan serta untuk membuat arang. Hutan bakau masih menjadi tumpuan mata pencarian penduduk sebagai bahan baku untuk pembuatan arang yang dijual dalam bentuk kayu log. Selain itu kayu bakau juga diolah menjadi rangka kapal kayu dan bahan bangunan rumah penduduk di sekitar aliran sungai.

Perikanan merupakan mata pencarian yang sudah lama dilakukan penduduk Sungai Daun sejak periode pemukaan pertama. Beberapan sektor perikanan yang masih berlangsung adalah penangkapan ikan menggunakan jaring dan pukat.[22] Proses penangkatan ikan seperti ini umum menggunakan peralatan modern seperti kapal motor baik berukuran kecil maupaun yang berukuran besar. Selain itu ada beberapa penangkapan ikan masih menggunakan cara tradisional menggunakan jala dan memancing serta menggunakan tangguk.[23] Hasil dari perikanan biasa dijual dalam bentuk ikan segar atau ikan olahan seperti ikan asin atau ikan asap. Selanjut sektor perikanan yang sangat berkembang sekarang adalah penambakan kerang dara[24] atau pembesaran kerang dengan cara membangun tambak dibagian pantai yang berlumpur. Sektor ini mampu membuka lapangan kerja yang cukup bagi penduduk yang tinggal disekitar aliran sungai sebagai buruh mencari bibit atau anak kerang yang masih kecil untuk dijual kepada pemilik tambak atau pemodal. Biasa bibit atau anak kerang yang masih kecil dicari dipantai yang berlumpur di luar area tambak atau dipesisir laut dangkal. Hasil dari tambak ini biasa dijual keluar daerah sekitar seperti Kubu, Bagansiapiapi, Baganbatu, Ujung Tangjung, Dumai dan Bengkalis.

Dibidang perdagangan penduduk biasa membuka toko-toko kecil atau kedai yang menjual barang-barang kelontong untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Selain itu juga berkembangan usaha kerajinan seperti pengolahan kayu untuk keperluan bahan bangunan. Disektor perdagangan dari hasil kebun dan perikanan banyak menyerap tenaga buruh kasar sebagai burung panggul atau buruh angkut dan buruh pemanen.

Demografi[sunting | sunting sumber]

Penduduk

Mayoritas penduduk Sungai Daun adalah suku melayu yang mayoritas keturunan dari orang Kayo Bindin dan saudaranya serta sebagian keturunan Panglima Kalam. Selanjutnya kelompok yang dominan lain adalah suku jawa dan mandailing yang umumnya dulu berasal dari sumatera utara. Kemudian ada beberapa kelompok kecil seperti suku Batak, suku nias dan suku minang.

Agama

Islam adalah agama mayoritas yang dipeluk oleh penduduk Sungai Daun dan sisanya beragama protestan.

Bahasa

Selain bahasa Indonesia mayoritas penduduk Sungai Daun bertutur dalam bahasa daerah bahasa Melayu sebagai ibu dan bahasa sehari-hari, beberapa suku jawa dan mandailing berbicara dengan menggunakan bahasan jawa dan mandailing sebagai bahasa ibu. Bahasa Indonesia digunakan diacara resmi kepemerintahan dan sekolah.

Pendidikan

Pendidikan di Sungai Daun terdiri dari pendidikan dasar yang terdiri dari SD negeri, madrasah Ibtidaiyah swasta, SMP negeri dan madrasah Tsanawiyah swasta. Selanjutnya satu sekolah menengah SMA negeri. Kondisi sarana pendidikan di Sungan Daun sangat memperhatikan, hal ini bisa di lihat:

Budaya[sunting | sunting sumber]

Pertunjukan

kebudayan sungai daun adalah kebudayaan Melayu yang diperanguhi oleh budaya disekitarnya seperti kebudaan Melayu Malaysia. Sebagai contoh penggunaan pantun, bahasa, kebiasan sehari-hari, cara tutur adat hampir sama dengan melayu Malaysia.

Busana

Busana di Sungai Daun adalah busana melayu yang masih sering dijumpai pada acara adat pernikahan dan khitanan serta dibeberapa acara resmi kepemerintahan. Pakaian melayu baju johor[25] atau baju yang dikenal dengan baju Melayu[26] juga dipakai pada hari tertentu di sekolah sekolah.

Olahraga

Seni musik[sunting | sunting sumber]

Kesusastraan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Nipah". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2018-01-15. 
  2. ^ Osman, Mohd. Taib (2004-12-16). "WARISAN ZA'BA DENGAN TUMPUAN KHAS KEPADA BUKU ILMU MENGARANG MELAYU". SEJARAH. 12 (12): 71–92. doi:10.22452/sejarah.vol12no12.5. ISSN 1985-0611. 
  3. ^ a b "Sulalatus Salatin". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2021-04-06. 
  4. ^ Othman, Hafiz. "Sulalatus Salatin; A. Samad Ahmad". 
  5. ^ a b Alkemade, J. A. van Rijn van (1884-01-01). "Beschrijving eener Reis van Bengkalis langs de Rokan-Rivier naar Rantau Binoewang". Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde / Journal of the Humanities and Social Sciences of Southeast Asia (dalam bahasa Inggris). 32 (1): 21–48. doi:10.1163/22134379-90000410. ISSN 0006-2294. 
  6. ^ Kh, Jawad Mughofar. "The Suma Oriental of Tome Pires.pdf". 
  7. ^ a b "old map Malysia Sumatra Malacca Strait Singapore 18th century". Inter-Antiquariaat Mefferdt & De Jonge (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-18. 
  8. ^ "Map of the East Coast of Sumatra - Dornseiffen c.1900 -" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-18. 
  9. ^ Anderson, John (1826). Mission to the East Coast of Sumatra, in 1823 (dalam bahasa Inggris). William Hackwood. 
  10. ^ "Pulau Pedamaran". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2019-06-16. 
  11. ^ "Kisah Kehebatan Tuan Syeh Jinakkan Buaya-Buaya Ganas Sungai Rokan". harianriau.co. Diakses tanggal 2019-10-25. 
  12. ^ "Pulau Berkey". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2019-06-16. 
  13. ^ "Pulau Halang, Kubu, Rokan Hilir". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2017-04-12. 
  14. ^ "Map of the East Coast of Sumatra - Dornseiffen c.1900 -" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-18. 
  15. ^ "Damar". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2018-11-08. 
  16. ^ "Getah". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2017-12-11. 
  17. ^ "Asam kandis". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2019-03-20. 
  18. ^ a b Unknown (Senin, 14 Desember 2015). "WARTA SEJARAH: Kerajaan Kerajaan Kecil Di Kabupaten Rokan Hilir". WARTA SEJARAH. Diakses tanggal 2019-10-25. 
  19. ^ "Sejarah kerajaan Rokan Lengkap". Sejarah kerajaan Rokan Lengkap. Diakses tanggal 2019-12-22. 
  20. ^ "Sejarah 5 Kerajaan Kabupaten Rokan Hulu- Riau". halobisnis.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-12-22. Diakses tanggal 2019-12-22. 
  21. ^ "Usaha Kecil dan Menengah". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2019-10-09. 
  22. ^ "Pukat". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2018-11-24. 
  23. ^ "tangguk - Wiktionary bahasa Indonesia". id.wiktionary.org. Diakses tanggal 2019-10-25. 
  24. ^ "Kerang darah". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2019-02-10. 
  25. ^ "Pakaian tradisional Johor". Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas (dalam bahasa Melayu). 2014-11-21. 
  26. ^ "Baju Melayu". Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas (dalam bahasa Melayu). 2019-06-04.