Kelumpuhan tidur

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Sleep paralysis)
The Nightmare, karya Henry Fuseli (1781) adalah salah satu penggambaran klasik yang berkaitan dengan kepercayaan kelumpuhan tidur akibat "ditindih" setan.

Kelumpuhan tidur, ketindihan, atau erep-erep (Inggris: sleep paralysis) merujuk pada keadaan ketidakmampuan bergerak ketika sedang tidur ataupun ketika bangun tidur. Seseorang yang mengalami kelumpuhan tidur biasanya akan mengalami masalah untuk menggerakkan anggota badan, tidak bisa mengeluarkan suara dan sebagainya. Kelumpuhan tidur biasanya juga disertai dengan halusinasi seram atau mimpi buruk.

Kelumpuhan tidur terjadi dalam keadaan si penderita sedang setengah tidur, sedang tertidur lelap, ataupun dalam keadaan terjaga sewaktu mengalami kelumpuhan tidur. Kondisi ini umumnya terjadi bila si penderita tidur menelentang atau menghadap ke atas, yang ditandai dengan merasa sesak napas seperti dicekik, dada sesak, badan tidak bisa bergerak dan sulit bersuara.

Kelumpuhan tidur diyakini terjadi akibat terganggunya fase tidur REM, yang menyebabkan terjadinya atonia otot lengkap yang mencegah seseorang untuk bertindak di luar mimpi mereka. Kelumpuhan tidur telah dikaitkan dengan gangguan lainnya seperti narkolepsi, migrain, gangguan kecemasan, dan apnea tidur obstruktif.[1][2]

Klasifikasi[sunting | sunting sumber]

Kelumpuhan tidur bisa diklasifikasikan menjadi dua, yakni kelumpuhan tidur terisolasi (ISP) dan kelumpuhan tidur terisolasi berulang (RISP). Dari kedua tipe tersebut, ISP lebih umum terjadi jika dibandingkan dengan RISP.[2] ISP terjadi dengan durasi yang pendek, sekitar satu menit. Kelumpuhan tidur ISP terjadi setidaknya sekali dalam seumur hidup seseorang.[2] Sedangkan RISP bisa digolongkan ke dalam kondisi kronis. Individu mengalami kelumpuhan tidur yang terjadi berulang kali di sepanjang hidupnya.[2] Salah satu perbedaan antara ISP dan RISP adalah durasinya; RISP bisa berlangsung hingga satu jam atau lebih, dan penderita mengalami kejadian di luar pengalaman tubuh yang lebih tinggi, sedangkan ISP terjadi dengan durasi yang pendek (biasanya tidak lebih dari satu menit) dan kejadiannya hanya sebatas mimpi buruk atau halusinasi incubus.[2] Selain itu, dalam kondisi RISP, penderita bisa mengalami kelumpuhan tidur berulang kali pada malam yang sama, sedangkan dalam ISP tidak.

Agak sulit untuk membedakan antara katapleksi yang disebabkan oleh narkolepsi dan kelumpuhan tidur, karena kedua fenomena ini secara fisik tidak dapat dibedakan.[2] Cara terbaik untuk membedakan antara keduanya adalah dengan cara mencatat waktu ketika terjadinya serangan. Narkolepsi umumnya terjadi ketika individu sedang terjaga, sedangkan ISP dan RISP umumnya berlangsung saat individu sedang tertidur.[3]

Prevalensi[sunting | sunting sumber]

Kelumpuhan tidur terisolasi umumnya dialami oleh pasien yang didiagnosis mengidap narkolepsi. Sekitar 30-50% orang-orang yang didiagnosis dengan narkolepsi telah mengalami kelumpuhan tidur sebagai gejala tambahan.[1][4] Prevalensi kelumpuhan tidur di antara populasi umum adalah sekitar 6,2%. Mayoritas individu-individu yang telah mengalami kelumpuhan tidur mengalaminya sekali sebulan hingga sekali setahun. Sedangkan 3% dari individu telah mengalami kelumpuhan tidur yang terjadi berulang setiap malamnya; seperti yang disebutkan sebelumnya, orang-orang ini didiagnosis menderita RISP.[1] Kelumpuhan tidur umumnya bisa terjadi baik pada pria maupun wanita. Namun, kelompok usia tertentu bisa menjadi lebih rentan mengalami kelumpuhan tidur. Sekitar 36% dari individu yang telah mengalami kelumpuhan tidur berasal dari kelompok usia antara 25-44 tahun, dan usia rata-rata orang pertama kali mengalami gangguan tidur ini adalah 14-17 tahun.[1]

Tanda dan gejala[sunting | sunting sumber]

Patofisiologi kelumpuhan tidur belum diidentifikasi secara konkret, namun ada beberapa teori mengenai apa yang menyebabkan seseorang bisa mengalami kelumpuhan tidur. Yang pertama berasal dari pemahaman bahwa kelumpuhan tidur adalah parasomnia yang disebabkan oleh tidak sejalannya fase REM dan bangun tidur, dengan kata lain, otak masih dalam kondisi tidur tetapi tubuh ingin bangun, sehingga tubuh tidak bisa digerakkan.[5] Studi polisomnografi menemukan bahwa seseorang yang mengalami kelumpuhan tidur memiliki masa tidur REM yang lebih pendek dari biasanya.[6] Studi ini juga menyatakan bahwa tidak teraturnya pola tidur dapat memicu terjadinya kelumpuhan tidur, karena malafungsi tidur REM biasanya terjadi saat pola tidur terganggu.

Selain itu, penelitian lainnya menemukan bahwa kurang tidur juga bisa menyebabkan terjadinya kelumpuhan tidur. Berdasarkan gelombang otak, tidur terbagi dalam 4 tahapan. Tahapan itu adalah tahap tidur paling ringan (masih setengah sadar), tahap tidur yang lebih dalam, tidur paling dalam dan tahap REM. Pada tahap REM inilah mimpi terjadi. Saat kondisi tubuh terlalu lelah atau kurang tidur, gelombang otak tidak mengikuti tahapan tidur yang seharusnya; dari keadaan sadar ke tahap tidur paling ringan, kemudian langsung melompat ke tahap REM. Oleh sebab itu, ketika otak tiba-tiba terbangun dari tahap REM tetapi tubuh belum, di sinilah kelumpuhan tidur terjadi. Individu merasa sangat sadar, tetapi tubuh tak bisa bergerak. Ditambah lagi dengan adanya halusinasi munculnya sosok lain yang sebenarnya merupakan karakteristik dari mimpi.[7]

Kelumpuhan tidur sering diiringi oleh halusinasi seram (hipnopompik atau hipnagogik) dan perasaan takut yang teramat sangat.[8] Ketakutan penderita terhadap kelumpuhan tidur terutama berasal dari jelasnya halusinasi yang dialaminya. Elemen halusinasi saat mengalami kelumpuhan tidur membuat seseorang cenderung menafsirkan pengalaman tersebut sebagai mimpi, karena objek-objek yang tidak masuk akal mungkin muncul di dalam kamar dalam pandangan mata kasar seseorang.[9]

Ada gagasan bahwa kelumpuhan tidur ini bersifat genetik.[10] Penelitian terhadap sepasang anak kembar menunjukkan bahwa jika salah satunya mengalami kelumpuhan tidur, maka yang satunya lagi juga berkemungkinan mengalaminya.[10]

Beberapa faktor telah diidentifikasi sebagai hal-hal yang menyebabkan terjadinya kelumpuhan tidur. Faktor ini termasuk insomnia dan kurang tidur, jadwal tidur yang tidak teratur, tidur dengan posisi terlentang, stres, terlalu sering menggunakan stimulan, kelelahan fisik, serta penggunaan obat-obatan tertentu untuk mengobati ADHD.[2] Tidur dalam posisi terlentang dikatakan sebagai faktor utama yang memicu terjadinya kelumpuhan tidur.[11] Kelumpuhan tidur bisa juga merupakan pertanda narkolepsi (serangan tidur mendadak tanpa tanda-tanda mengantuk), apnea tidur (mendengkur), kecemasan, atau depresi.

Dalam budaya[sunting | sunting sumber]

Saat kelumpuhan tidur terjadi, seseorang sering mengalami halusinasi, seperti melihat sosok atau bayangan hitam di sekitar tempat tidur. Oleh sebab itu, fenomena ini sering dikaitkan dengan hal-hal mistis.

  • Di Finlandia dan Swedia, kelumpuhan tidur diyakini disebabkan oleh mare, makhluk supernatural yang berkaitan dengan incubi dan succubi. Menurut kepercayaan setempat, mare adalah seorang wanita yang dikutuk dan tubuhnya dibawa secara misterius saat ia tidur dan tanpa ia sadari. Ia kemudian mengunjungi penduduk desa dan menduduki tulang iga mereka saat mereka tertidur, yang menyebabkan mereka mengalami mimpi buruk.[12]
  • Dalam cerita rakyat Newfoundland, South Carolina dan Georgia, digambarkan bahwa kelumpuhan tidur disebabkan oleh makhluk jahat hag, yang meninggalkan tubuh fisiknya pada malam hari, dan duduk di dada korbannya. Korban biasanya bangun dengan perasaan teror, sulit bernapas karena dadanya ditindih oleh hag.
  • Di Fiji, fenomena ini disebut dengan kana tevoro, "dimakan" oleh setan. Setan ini dipercaya sebagai kerabat seseorang yang baru meninggal dunia dan datang kembali untuk menyelesaikan beberapa urusannya yang belum selesai.
  • Di Turki, kelumpuhan tidur disebut dengan karabasan, versi lain dari cerita mengenai kunjungan setan saat tidur.
  • Di Thailand, diyakini bahwa kelumpuhan tidur disebabkan oleh hantu dari cerita rakyat Thailand yang dikenal dengan nama Phi Am (Thai: ผีอำ).[13]
  • Di Indonesia dan Malaysia, kelumpuhan tidur dikenal dengan kena tindih atau ketindihan (setan).
  • Di budaya Meksiko, disebut se me subio el muerto dan dipercaya sebagai kejadian adanya arwah orang meninggal yang menempel pada seseorang.
  • Di budaya Jepang, disebut kanashibari, yang secara literatur diartikan mengikat sehingga diartikan seseorang diikat oleh makhluk halus.

Lihat juga[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d Ohayon, M.; Zulley, J.; Guilleminault, C.; Smirne, S. (1999). "Prevalence and pathologic associations of sleep paralysis in the general population". Neurology. 52: 1194–2000. 
  2. ^ a b c d e f g Terrillon, J.; Marques-Bonham, S. (2001). "Does Recurrent Isolated Sleep Paralysis Involve More Than Cognitive Neurosciences?". Journal of Scientific Exploration. 15: 97–123. 
  3. ^ Sharpless, B.; McCarthy, K.; Chambless, D.; Milrod, B.; Khalsa, S.; Barber, J. (2010). "Isolated sleep paralysis and fearful isolated sleep paralysis in outpatients with panic attacks". Journal Of Clinical Psychology. 66: 1292–1306. 
  4. ^ Dauvilliers, Y.; Billiard, M.; Montplaisir, J. (2003). "Clinical aspects and pathophysiology of narcolepsy". Clinical Neurophysiology. 114: 2000–2017. 
  5. ^ Goldstein, K. (2011). "Parasomnias". Dis Mon. 57: 364–88. 
  6. ^ Walther, B.; Schulz, H. (2004). "Recurrent isolated sleep paralysis: Polysomnographic and clinical findings". Somnologie - Schlafforschung und Schlafmedizin. 8: 53–60. 
  7. ^ Cheyne, J.; Rueffer, S.; Newby-Clark, I. (1999). "Hypnagogic and Hypnopompic Hallucinations during Sleep Paralysis: Neurological and Cultural Construction of the Night-Mare". Consciousness and Cognition. 8: 319–337. 
  8. ^ Hersen, Turner & Beidel. (2007) Adult Psychopathology and Diagnosis. p. 380
  9. ^ Hersen Turner & Beidel. (2007) Adult Psychopathology and Diagnosis
  10. ^ a b Sehgal, A.; Mignot, E. (2011). "Genetics of Sleep and Sleep Disorders". Cell. 146: 194–207. 
  11. ^ Cheyne, J. (2002). "Situational factors affecting sleep paralysis and associated hallucinations: position and timing effects". Journal Of Sleep Research. 11: 169–177. 
  12. ^ Bjursell, Aurore (13 December 2010). "Interview with director Filip Tegstedt, about Marianne". Diakses tanggal 13 May 2011. 
  13. ^ ผีอำ[pranala nonaktif permanen]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]