Siwalan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Siwalan
Borassus flabellifer

Taksonomi
DivisiTracheophyta
SubdivisiSpermatophytes
KladAngiospermae
Kladmonocots
Kladcommelinids
OrdoArecales
FamiliArecaceae
GenusBorassus
SpesiesBorassus flabellifer
Linnaeus, 1753

Siwalan juga dikenal dengan nama pohon lontar (diambil dari bahasa jawa yang berarti daun pohon siwalan) atau tal, adalah sejenis palma yang tumbuh di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Di banyak daerah, pohon ini juga dikenal dengan nama-nama yang mirip seperti lonta (Min.), ental (Sd., Jw., Bal.), taʼal (Md.), talaʼ (Mks.), taʼ (Bug.), dun tal (Sas.), jun tal (Sumbawa), lontara (Toraja), lontoir (Ambon), koli (maluku Tenggara). Juga manggita, manggitu (Sumba) dan tua (Timor).[1]

B. flabellifer menjadi flora identitas Provinsi Sulawesi Selatan.

Pemerian[sunting | sunting sumber]

Pohon-pohon siwalan di Nusa Tenggara Timur.
Buah siwalan

Pohon palma yang kokoh kuat, berbatang tunggal dengan tinggi 15-30 m dan diameter batang sekitar 60 cm. Sendiri atau kebanyakan berkelompok, berdekat-dekatan.

Daun-daun besar, terkumpul di ujung batang membentuk tajuk yang membulat. Helaian daun serupa kipas bundar, berdiameter hingga 1,5 m, bercangap sampai berbagi menjari; dengan taju anak daun selebar 5–7 cm, sisi bawahnya keputihan oleh karena lapisan lilin. Tangkai daun mencapai panjang 1 m, dengan pelepah yang lebar dan hitam di bagian atasnya; sisi tangkai dengan deretan duri yang berujung dua.

Karangan bunga dalam tongkol, 20–30 cm dengan tangkai sekitar 50 cm.[2] Buah-buah bergerombol dalam tandan, hingga sekitar 20 butir, bulat peluru berdiameter 7–20 cm, hitam kecoklatan kulitnya dan kuning daging buahnya bila tua. Berbiji tiga butir dengan tempurung yang tebal dan keras.

Nira[sunting | sunting sumber]

Kandungan sukrosa yang cukup pada nira siwalan di daerah tropis sangat cepat mengalami fermentasi. Fermentasi akan menyebabkan terjadinya perubahan kualitas nira. Perubahan ini dapat dijadikan sebagai salah satu indikasi adanya aktivitas mikrob, yang dalam penelitian ini digunakan parameter pH, kadar gula dan kadar alkohol. Oleh karenanya dalam penelitian ini dilakukan penambahan Ekstrak Biji Kelengkeng (Dimocarpus longan) dalam minuman nira siwalan Diarsipkan 2021-01-20 di Wayback Machine. untuk membunuh mikrob atau menghambat proses fermentasi sehingga menghambat laju kerusakan minuman nira siwalan. Selain itu untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap kualitas nira siwalan setelah penambahan bahan pengawet alami Ekstrak Biji Kelengkeng.

Penelitian ini merupakan eksperimen dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial dengan 3 kali ulangan. Faktor I adalah suhu penyimpanan (4 °C dan 25 °C). Faktor II adalah Lama penyimpanan (1 hari, 2 hari, 3 hari dan 4 hari) dari kedua faktor tersebut di kombinasikan dengan penambahan Ekstrak Biji Kelengkeng. Kontrol dibuat tanpa perlakuan baik suhu maupun lama penyimpanan dengan penambahan ekstrak biji kelengkeng.

Hasil penelitian menunjukkan, ada pengaruh interaksi suhu dan lama penyimpanan minuman nira siwalan setelah ditambahkan Ekstrak biji kelengkeng terhadap nilai pH, total gula dan kadar alkohol. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran nilai pH dengan rata-rata 3.28 – 4.67, total gula dengan rata-rata hasil pengukuran 27.82% - 6.32% dan kadar alkohol dengan rata-rata hasil pengukuran 0.16% - 4.75%. Berdasarkan data yang diperoleh, minuman nira siwalan dalam penyimpanan suhu refrigerator (4 °C) selama 4 hari masih dalam kualitas baik.

Kegunaan[sunting | sunting sumber]

Daunnya digunakan sebagai bahan kerajinan dan media penulisan naskah lontar. Barang-barang kerajinan yang dibuat dari daun lontar antara lain adalah kipas, tikar, topi, aneka keranjang, tenunan untuk pakaian dan sasando, alat musik tradisional di Timor.

Sejenis serat yang baik juga dapat dihasilkan dengan mengolah tangkai dan pelepah daun. Serat ini pada masa silam cukup banyak digunakan di Sulawesi Selatan untuk menganyam tali atau membuat songkok, semacam tutup kepala setempat.[1]

Kayu dari batang lontar bagian luar bermutu baik, berat, keras dan berwarna kehitaman. Kayu ini kerap digunakan orang sebagai bahan bangunan atau untuk membuat perkakas dan barang kerajinan.

Dari karangan bunganya (terutama tongkol bunga betina) disadap orang nira lontar. Nira ini dapat dimasak menjadi gula atau difermentasi menjadi legen atau tuak, semacam minuman beralkohol buatan rakyat.

Buah siwalan dijual di pasar kota Guntur, India.

Buahnya juga dikonsumsi, terutama yang muda. Biji yang masih muda itu masih lunak, demikian pula batoknya, bening lunak dan berair (sebenarnya adalah endosperma cair) di tengahnya. Rasanya mirip kolang-kaling. Biji yang lunak ini kerap diperdagangkan di tepi jalan sebagai “buah siwalan” (nungu, bahasa Tamil). Adapula biji siwalan ini dipotong kotak-kotak kecil untuk bahan campuran minuman es dawet siwalan yang biasa didapati dijual didaerah pesisir Jawa Timur, Paciran, Lamongan. Rasa minuman es dawet siwalan ini terasa lezat karena gulanya berasal dari sari nira asli.

Daging buah yang tua, yang kekuningan dan berserat, dapat dimakan segar ataupun dimasak terlebih dahulu. Cairan kekuningan darinya diambil pula untuk dijadikan campuran penganan atau kue-kue; atau untuk dibuat menjadi selai.

Ekologi dan penyebaran[sunting | sunting sumber]

Pohon ini terutama tumbuh di daerah-daerah kering. Di Indonesia, siwalan terutama tumbuh di bagian timur pulau Jawa, Madura, Bali, Kabupaten Gowa, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Siwalan dapat hidup hingga umur 100 tahun atau lebih, dan mulai berbuah pada usia sekitar 20 tahun.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 1. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hal. 373-376.
  2. ^ Steenis, CGGJ van. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 135.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]