Sistem imun adaptif

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Sistem kekebalan tiruan)

Sistem imun adaptif atau sistem imun perolehan (Inggris: adaptive immune system, acquired immune system) adalah mekanisme pertahanan tubuh berupa perlawanan terhadap antigen tertentu.[1]

Sistem imun adaptif ini terutama diperankan oleh limfosit B dan limfosit T. Ada tiga jenis molekul yang penting dalam hal ini yaitu protein MHC, antibodi (imunoglobulin), dan reseptor sel T (TCR, T cell receptor).[2]

Mekanisme sistem imun adaptif[sunting | sunting sumber]

Patogen dapat mengembangkan strategi untuk mengecoh atau menekan mekanisme sistem imun bawaan demi mempertahankan infeksi yang telah dijangkitnya. Respon imun adaptif diperankan oleh sel efektor dan molekul terkait, sekitar hari keempat atau kelima setelah infeksi awal. Setelah kadar antigen menurun ke bawah ambang batas sistem imun adaptif, respon akan berhenti, namun antibodi dan memori imunologis akan tetap bertahan dan memberikan perlindungan yang panjang untuk infeksi ulang yang dapat terjadi.

Induksi yang pertama, terjadi saat sel dendritik yang berada pada jaringan tempat terjadinya infeksi terikat antigen, teraktivasi menjadi sel penyaji antigen (APC), kemudian bermigrasi ke dalam sistem limfatik dan berakhir di nodus limfa, limpa, atau jaringan limfoid mukosa (MALT). Sel T yang bermigrasi dari satu nodus limfa menuju ke nodus yang lain, akan menempel pada APC dan berusaha untuk mengenali antigen dengan memindai sel tersebut pada bagian MHC kelas II. Antigen yang tidak dikenali akan segera ditinggalkan oleh sel T untuk dipindai sel T yang lain hingga akhirnya dikenali. Pada saat tersebut, sel T akan berhenti bermigrasi dan akan mengikat erat APC. Kemudian teraktivasi untuk memicu sistem imun adaptif.[3]

Sel T CD4 naif (sel Th0) yang mengenali antigen melalui molekul MHC kelas II pada sel dendritik akan mengaktivasi LFA-1 yang menyebabkan ikatan kuat antara sel T dengan APC. Setelah itu akan terjadi proliferasi dan diferensiasi sel T, yang menghasilkan sejumlah sel T CD4 baru yang fungsional (Inggris: armed-effector T cell). Diferensiasi sel T sebagai berikut:

  • sel TH1 akan dihasilkan jika virus atau bakteri menginduksi sekresi IL-12 dari APC.
  • sel TH2 akan dihasilkan dengan aktivasi LFA-1 yang terjadi dengan stimulasi IL-4 yang disekresi oleh sel NKT karena stimulasi dari patogen jenis lain. TH2 akan mensekresi IL-4, IL-5, IL-13.

Sel TH1 akan bertindak sebagai stimulator makrofag, sedangkan sel TH2 akan berfungsi sebagai aktivator sel B.

Komponen seluler[sunting | sunting sumber]

Diferensiasi sel T CD4 menjadi sel T pembantu.

Aktivasi penuh sel T CD4 membutuhkan waktu sekitar 4 hingga 5 hari. Setelah itu, sel T pembantu bermigrasi dari sistem limfatik menuju jaringan tempat terjadinya infeksi.

Di dalam jaringan, sel T efektor yang mengenali antigen akan menseresikan sitokin seperti TNF-α untuk mengaktivasi sel endotelial agar terjadi sekresi E-selektin, VCAM-1 dan ICAM-2 dan kemokin RANTES. Semuanya itu untuk merekrut lebih banyak sel T efektor, monosit, dan granulosit. TNF-α and IFN-γ yang disekresi sel T pembantu yang telah teraktivasi juga bersifat sinergis dengan proses peradangan berupa ekstravasasi.

Komponen humoral[sunting | sunting sumber]

Peran antibodi dalam sistem kekebalan, antara lain:[4]

  • Untuk infeksi intraselular, virus dan bakteri terlebih dahulu perlu mengikat molekul tertentu yang terdapat pada permukaan sel target. Antibodi dapat mencegah terjadinya ikatan tersebut. Hal ini juga sekaligus mencegah masuknya toksin yang disekresi oleh patogen ke dalam sel.
  • Antibodi yang menempel pada permukaan patogen akan mempercepat dikenalinya patogen tersebut oleh fagosit, oleh karena fagosit dilengkapi dengan fragmen konstan yang mengikat antibodi pada area konstan C.
  • Antibodi yang terikat pada permukaan patogen dapat mengaktivasi protein dari komponen sistem komplemen.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ (Inggris) "The adaptive immune system". Gary E. Kaiser. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-07-27. Diakses tanggal 2010-03-08. 
  2. ^ (Inggris) Pritchard, Dorian J (2008). Medical Genetics at a Glance. Blackwell Publishing. hlm. 103. ISBN 978-1-4051-4846-7. 
  3. ^ (Inggris) Janeway, Charles A.; Travers, Paul; Walport, Mark; Shlomchik, Mark (2001). Immunobiology. Garland Science. Diakses tanggal 2010-03-08.  Section 10-4
  4. ^ (Inggris) "Immunobiology, chapter 9. The Humoral Immune Response". Charles A. Janeway, et al. Diakses tanggal 2010-03-20.  second paragraph