Gua Maria Sendangsono

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 25 Juli 2011 08.15 oleh Medelam (bicara | kontrib) (ralat)

Sendangsono adalah tempat ziarah Goa Maria yang terletak di Desa Banjaroyo, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta. Gua Maria Sendangsono dikelola oleh Paroki St. Maria Lourdes di Promasan, barat laut Yogyakarta.

Tempat ini ramai dikunjungi peziarah dari seluruh Indonesia pada bulan Mei dan bulan Oktober. Selain berdoa, pada umumnya para peziarah mengambil air dari sumber. Mereka percaya bahwa air tersebut dapat menyembuhkan penyakit.

Catatan terkait memperlihatkan, Sendangsono awalnya merupakan tempat pemberhentian (istirahat sejenak) para pejalan kaki dari Kecamatan Borobudur Magelang ke Kecamatan Boro (Kulon Progo), atau sebaliknya. Tempat itu banyak dikunjungi karena keberadaan sendang (mata air) yang muncul di antara dua pohon sono.

Kesejukan dan kenyamanan tempat itu ternyata juga dimanfaatkan untuk bertapa oleh sejumlah rohaniawan Buddha dalam rangka mensucikan dan menyepikan diri. Nilai spiritualistik muncul dan menguat seiring dengan adanya kepercayaan yang didasarkan pada suatu legenda bahwa tempat itu juga dihuni Dewi Lantamsari dan putra tunggalnya, Den Baguse Samija.

Dari situ bisa dilihat bahwa sebenarnya nilai rohani Sendangsono sudah terbangun sebelum Gereja Katolik berkarya di tempat itu.

Keberadaan Sendangsono tak luput dari peran Romo Van Lith SJ, rohaniawan Belanda yang lama tinggal di Pulau Jawa. Hal itu juga menandakan bahwa Sendangsono tidak bisa dilepaskan dari lingkaran sejarah Gereja Katolik di Pulau Jawa mengingat Romo Van Lith sendiri merupakan salah satu rohaniwan yang menyebarkan ajaran Katolik di Pulau Jawa.

Sejarah

Relief di Sendangsono yang menggambarkan penduduk desa berpakaian adat Jawa sedang dibaptis.

Pada 14 Desember 1904 silam Romo Van Lith membaptis 171 warga setempat dengan air dari kedua pohon sono, termasuk Bapak Barnabas sebagai katekumen pertama. Dua puluh lima tahun kemudian tepatnya 8 Desember 1929 Sendangsono dinyatakan resmi menjadi tempat penziarahan oleh Romo J.B. Prennthaler SJ.

Patung Bunda Maria di Sendangsono dipersembahkan oleh Ratu Spanyol yang begitu susahnya diangkat beramai-ramai naik dari bawah Desa Sentolo oleh umat Kalibawang.

Pada 1945 Pemuda Katolik Indonesia berkesempatan berziarah ke Lourdes, dari sana mereka membawa batu tempat penampakan Bunda Maria untuk ditanamkan di bawah kaki Bunda Maria Sendangsono sebagai reliqui sehingga Sendangsono disebut Gua Maria Lourdes Sendang Sono.

Dibangun secara bertahap sejak tahun 1974, hanya dengan mengandalkan sumbangan umat. Budayawan dan rohaniawan, YB Mangunwijaya yang memberi sentuhan arsitektur. Konsep pembangunan kompleks Sendangsono ini bernuansa Jawa, ramah lingkungan. Bahan bangunannya memanfaatkan hasil alam.

Tahun 1991, kompleks bangunan Sendangsono mendapat penghargaan arsitektur terbaik dari ikatan arsitek Indonesia, untuk kategori kelompok bangunan khusus.

Pada 17 Oktober 2004, diadakan suatu prosesi dan misa ekaristi kudus pada jam 10.00 oleh Mgr. Ignatius Suharyo Pr untuk memperingati 100 tahun Sendangsono.

Kompleks ziarah

Sendangsono terletak beberapa kilometer dari jalan raya, masuk ke jalan yang lebih kecil, dibeberapa tempat jalan rusak sedikit tetapi mobil sedan masih bisa lewat dengan mulus dan jalan turun naik lumayan tinggi.

Memasuki jalan menuju lokasi seperti biasa di kiri kanan terdapat penjual barang-barang rohani, anda mungkin bisa membeli lilin atau jerigen atau botol berbentuk patung Bunda Maria untuk menyimpan air Sendangsono.

Komplek ziarah yang luasnya hampir 1 hektar ini. Dari pintu gerbang masuk, peziarah akan melewati jalan salib besar. Jalan salib besar ini berawal di gereja yang ada di bawah, beberapa ratus meter sebelum lokasi parkir Sendangsono ada jalan menuju ke bawah yang petunjuknya meskipun kurang jelas dan kecil tertulis gereja. Dari gereja inilah asal jalan salib lama tersebut. Jarak jalan salib ini sekitar 1 kilometer.

Di sebelah kanan dibangun jalan salib baru yang lebih kecil dalam arti jarak satu perhentian ke perhentian lain sangat dekat hanya beberapa langkah saja. Diorama-diorama kisah sengsara Yesus Kristus berbentuk kecil saja dan dinaungi semacam atap.

Di akhir jalan salib, akan memasuki pelataran yang di tengahnya dibagian bawah terdapat keran air untuk mengambil air dari mata air Sendangsono, yang terletak di sebelah atasnya, sumber mata airnya yang dibentuk seperti sumur ditutup.

Pranala luar