Sanherib

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sahnerib dalam perang Babilonia, relief dari istananya di Niniwe

Sanherib (dalam bahasa Akkadia Śïn-ahhe-eriba "(Dewa Bulan) Śïn telah menggantikan saudara-saudara (yang hilang) untukku") adalah anak laki-laki Sargon II, yang digantikannya di takhta Asyur (705 SM681 SM).

Naik takhta

Sebagai putra mahkota, Sanherib sudah diberikan kepercayaan di kerajaan Asyur sementara ayahnya, Sargon II sedang pergi berperang. Berbeda dengan para pendahulunya, pemerintahan Sanherib tidak ditandai oleh banyak peperangan, melainkan lebih oleh proyek-proyek pembangunan. Setelah tewasnya Sargon dengan cara yang menyedihkan, Sanherib menghadapi sejumlah masalah dalam menegakkan kekuasaannya. Namun demikian ia masih mampu melaksanakan sejumlah proyek pembangunan. Ia memindahkan ibukota negara dari ibukota ayahnya yang baru Dur-Sharrukin ke ke kota lama Niniwe. Bukan hanya itu, Sanherib juga tidak meninggalkan nama ayahnya dalam prasasti resmi manapun.

Perang dengan Babilonia

Pada masa pemerintahannya Sanherib banyak mengalami masalah dengan Babilonia. Peperangannya yang pertama terjadi pada 703 SM melawan Merodakh-Baladan II orang Kasdim yang merebut takhta Babilonia dan mengumpulkan sekutu yang didukung oleh orang-orang Khaldea, Aram, dan Elam. Kunjungan utusan-utusan Babilonia ke Hizkia dari Yehuda terjadi pada masa ini. Para sekutunya itu ingin menggunakan pergolakan yang terjadi karena naik takhtanya Sanherib. Sanherib membagi dua pasukannya dan membiarkan satu kelompok menyerang musuh yang ditempatkan di Kish sementara ia bersama sisa pasukannya pergi untuk merebut kota Kutha. Setelah itu, raja kembali dengan segera untuk membantu sisa pasukannya. Pemberontakan dikalahkan dan Merodakh-Baladan melarikan diri. Babilonia direbut, dan istananya dijarah, namun warga negeri itu tidak diapa-apakan. Orang-orang Asyur mencari Merodakh-Baladan, khususnya di rawa-rawa di selatan, tetapi ia tidak ditemukan. Pasukan-pasukan pemberontak di kota-kota Babilonia dibasmi dan di takhta negeri itu ditempatkan seorang Babilonia yang dibesarkan di istana Asyur yang bernama Bel-Ibni.

Ketika orang-orang Asyur pergi, Merodakh-Baladan bersiap-siap untuk melakukan pemberontakan lagi. Pada 700 SM pasukan Asyur kembali memerangi para pemberontak di rawa-rawa lagi. Tidak mengherankan, Merodakh-Baladan melarikan diri lagi ke Elam dan meninggal di sana. Bel-Ibni ternyata adalah seorang pengkhianat dan dibawa kembali ke Asyur sebagai tahanan. Sanherib mencoba memecahkan masalah para pemberontak Babilonia dengan menempatkan seseorang yang setia kepadanya di takhta Babilonia, yakni anaknya sendiri, yaitu Ashur-Nadin-Shumi. Namun hal itu tidak menolong.

Enam tahun kemudian, pada 694 SM, Sanherib melakukan peperangan lagi, untuk menghancurkan basis orang-orang Elam di pesisir Teluk Persia. Untuk maksud ini, Sanherib mengambil kapal-kapal Fenisia dan Suriah yang berlayar dengan sisa pasukannya di Tigris menuju ke laut. Bangsa Fenisia tidak terbiasa dengan gelombang di Teluk Persia, sehingga perjalanan ini terhambat. Pasukan Asyur memerangi orang-orang Khaldea di sungai Ulaya dan menang. Ketika pasukan-pasukan Asyur sibuk di Teluk Persia, bangsa Elam menyerang Babilonia utara dalam suatu serangan yang sangat mengejutkan. Anak Sanherib tertangkap dan dibawa ke Elam. Takhtanya direbut oleh Nergal-Ushezib. Pasukan Asyur berperang dalam perjalanan mereka kembali ke utara dan merebut sejumlah kota.

Sementara itu, setahun telah berlalu, dan kini tahun 693 SM. Suatu pertempuran hebat terjadi melawan para pemberontak Babilonia di Nippur, raja mereka ditawan dan kini gilirannya dibawa ke Niniwe.

Atas kehilangan anaknya, Sanherib mengadakan peperangan ke Elam. Pasukan-pasukannya mulai menjarahi kota-kota. Raja Elam melarikan diri ke gunung-gunung dan Sanherib terpaksa pulang ke rumahnya karena datangnya musim dingin. Seorang pemimpin pemberontak lainnya yang bernama Mushezib-Marduk mengklaim takhta Babilonia dan didukung oleh orang-orang Elam. Pertempuran besar terakhir terjadi pada 691 SM dengan hasil yang tidak jelas yang memungkinkan Mushezib-Marduk tetap bertahan di takhtanya selama 2 tahun lagi. Ini hanyalah masa antara yang singkat, karena tak lama setelah itu Babel dikepung dan mengakibatkan jatuhnya pada 689 SM. Sanherib mengklaim telah menghancurkan kota dan memang kota itu tidak dihuni selama beberapa tahun.

Perang dengan Yehuda, bagian 1: pengantar

Pada 701 SM, terjadi sebuah pemberontakan yang didukung oleh Mesir dan Babilonia di Yehuda yang dipimpin oleh Hizkia. Sanherib berhasil menjarah banyak kota di Yehuda. Ia mengepung Yerusalem, tetapi segera kembali ke Niniwe, sementara Yerusalem selamat. Kejadian terkenal ini dicatat oleh Sanherib sendiri, oleh Herodotus, dan oleh sejumlah penulis Alkitab.

Menurut Alkitab, pengepungan ini gagal, karena Malaikat TUHAN datang ke perkemahan orang Asyur, dan membunuh 185.000 orang prajurit. Keesokan harinya pagi-pagi mayat-mayat mereka bertebaran. (Kitab 2 Raja-raja 19:35). Beberapa catatan sejarah Asyur, seperti batu berukir prisma Taylor yang kini disimpan di British Museum, berasal pada waktu yang sangat dekat dengan waktu ini.

Laporan-laporan Asyur tidak menganggap hal ini sebagai bencana, melainkan sebagai suatu kemenangan besar, namun mereka tidak menceritakan hasil akhirnya. Mereka hanya menyatakan bahwa pengepungan itu begitu berhasil sehingga Hizkia terpaksa memberikan upeti, dan dengan demikian Asyur memperoleh kemenangan, tanpa sedikitpun menyebutkan tentang tewasnya ribuan orang. Bagian ini dikukuhkan oleh laporan di dalam Alkitab, namun masih diperdebatkan oleh banyak sejarahwan. Dalam Prisma Taylor, Sanherib menyatakan bahwa ia harus mengunci Hizkia orang Yehuda di dalam kota Yerusalem, di kota kerajaannya sendiri, seperti seekor burung dalam sangkar, meskipun tidak seperti kota-kota lainnya yang dikalahkan, tidak ditulis bahwa Yerusalem berhasil direbut.

Perang dengan Yehuda, bagian 2: Laporan Sanherib

Berkas:SennacheribagainstJodea.jpg
Sanherib dan pasukan Asyur berperang di Lakhis melawan Yudea

Sanherib pertama-tama mengisahkan sejumlah kemenangannya sebelumnya, dan bagaimana lawan-lawannya telah ketakutan melihat kehadirannya. Ia dapat melakukan hal ini kepada Sidon Besar, Sidon Kecil, Bit-Zitti, Zaribtu, Mahalliba, Ushu, Akzib dan Akko. Setelah merebut masing-masing kota ini, Sanherib menempatkan seorang pemimpin boneka yang bernama Ethbaal sebagai penguasa dari seluruh wilayah. Sanherib kemudian mengalihkan perhatiannya kepada Beth-Dagon, Yope, Banai-Barqa, dan Azjuru, kota-koat yang dipimpin oleh Sidqia dan juga jatuh ke tangan Sanherib.

Mesir dan Nubia kemudian datang membantu kota-kota yang diserang. Sanherib mengalahkan Mesir dan, menurut laporannya sendiri, dengan sendirian ia menangkap pasukan-pasukan berkereta perang dari Mesir dan Nubia. Sanherib merebut dan menjarah beberapa kota lainnya, termasuk Lakhis. Ia menghukum warga negara yang "kriminal" dari kota-kota itu, dan menempatkan Padi, pemimpin mereka, yang telah ditawan sebagai sandera di Yerusalem.

Setelah ini, Sanherib berpaling kepada Raja Hizkia dari Yehuda, yang bersikeras menolak untuk takluk kepadanya. Empat puluh enam kota Hizkia (kota-kota menurut kategori pada milenium pertama SM merentang dari kota-kota sekarang hingga ke desa-desa) ditaklukkan oleh Sanherib, tetapi Yerusalem tidak jatuh. Laporannya sendiri tentang invasi ini, seperti yang diberikan dalam Prisma Taylor, adalah sebagai berikut:

Perang dengan Yehuda, Bagian 3: Laporan Alkitab

Laporan Alkitab tentang pengepungan Sanherib atas Yerusalem dicatat dengan terinci. Namun laporan ini dimulai dengan penghancuran Kerajaan Utara yaitu Israel dan Samaria, ibukotanya. Beginilah asal-usul Sepuluh Suku yang Hilang, karena seperti yang dicatat dalam Kitab 2 Raja-raja 17, mereka diboyong dan dicampurkan dengan bangsa-bangsa lain seperti yang menjadi kebiasaan Asyur. Kitab 2 Raja-raja 18-19 (dan bagian yang sejajar 2 Tawarikh 32:1-23) menulis secara rinci serangan Sanherib terhadap Yehuda dan ibukotanya Yerusalem. Hizkia telah memberontak melawan orang-orang Asyur, sehingga mereka kemudian merebut semua kota di Yehuda. Hizkia menyadari kekeliruannya dan mengirimkan upeti yang besar kepada Sanherib, jelas sekali upeti ini disebutkan dalam Prisma Taylor. Tetapi orang-orang Asyur tetap pergi menuju Yerusalem. Sanherib mengutus panglima tertingginya dengan suatu pasukan untuk mengepung Yerusalem sementara ia sendiri pergi memerangi Mesir. Sang panglima tertinggi menemui para perwira Hizkia dan mengancam mereka agar menyerah, sementara menyerukan hinaan-hinaan dengan keras sehingga rakyat yang ada di dalam kota dapat mendengarnya. Mereka menghujat Yehuda dan khususnya Allah mereka. Ketika Raja Hizkia mendengarnya, ia merobekkan jubahnya (sebagaimana kebiasaan waktu itu untuk memperlihatkan kesedihan yang dalam) dan berdoa kepada Allah di Bait Suci. Nabi Yesaya mengatakan kepada raja bahwa Allah akan menangani seluruh masalahnya, dan bahwa ia akan kembali ke negerinya. Malam itu, malaikat Tuhan membunuh seluruh pasukan Asyur yang ada di perkemahkan mereka yang jumlahnya 185.000 orang. Sanherib segera kembali ke Niniwe dalam keadaan malu. Di kemudian hari, ketika Sanherib sedang berdoa di kuil dewanya Nisrokh, dua orang anak lelakinya membunuhnya dan kemudian melarikan diri.[1] Dengan demikian Allah melindungi umat-Nya dan menjatuhkan hukuman kepada Sanherib yang sebelumnya telah menghujat Allah.

Perang dengan Yehuda, bagian 4: Bencana Mesir menurut Herodotus

Sejarahwan Yunani Herodotus, yang menulis Sejarah-nya sekitar 450 SM, juga berbicara tentang suatu bencana yang diberikan oleh Tuhan atas pasukan Sanherib dalam peperangan yang sama, sementara pangilma tertingginya dikalahkan di Yerusalem (2:141):

Kematian

Sanherib sewaktu menjadi putra mahkota membangun istana kecil yang disebut bit reduti (rumah penerus; Inggris: "House of Succession"), di kuadran utara kota Niniwe.[2] Setelah pada tahun 694 SM, Sanherib menyelesaikan pembangunan "Istana Tanpa Tanding" ("Palace Without Rival") di sudut barat daya kota utama (acropolis), bit reduti menjadi istana Esarhadon, sang putra mahkota. Di rumah inilah, di dalam kuil dewanya, Sanherib dibunuh pada tahun 681 SM oleh putra-putranya, Adramelekh dan Sarezer, yang kemudian melarikan diri ke wilayah Ararat, menurut catatan Alkitab.[3]

Proyek-proyek pembangunan

Pada masa pemerintahan Sanherib, Niniwe berkembang menjadi sebuah metropolis terkemuka di seluruh kerajaan. Proyek-proyek pembangunannya dimulai hampir bersamaan dengan diangkatnya ia menjadi raja. Pada 703 SM ia sudah membangun sebuah istana lengkap dengan taman dan irigasi buatan yang disebutnya rumahnya yang baru. ‘Istana ini tidak ada tandingnya’. Untuk proyeknya yang ambisius ini, istana yang lama dihancurkan untuk menambahkan ruangan. Selain taman-tamannya sendiri yang besar, sejumlah taman kecil dibuat untuk warga kota Niniwe. Ia juga membangun saluran air pertama, di Jerwan pada 690 SME[4], yang memasok sejumlah besar kebutuhan air di Niniwe. Lorong-lorong yang sempit dan taman-taman Niniwe dibersihkan dan dibuat lebih besar, dan jalan kerajaan serta jalan raya dibangun, melintasi sebuah jembatan di dekat pintu gerbang taman dan yang kedua sisinay dihiasi dengan batu-batu berukir. Kuil-kuil diperbaiki dan dibangun pada masa pemerintahannya, karena itu adalah tugas raja. Yang paling menonjol adalah pekerjaannya di kuil Assur (dewa) dan kuil tahun baru (Akitu). Ia juga memperluas pertahanan kota dengan membangun selokan-selokan yang dalam di sekeliling tembok-tembok kota. Beberapa dari tembok kotanya ini telah direstorasi dan masih dapat dilihat sekarang. Pekerjaan untuk proyek pembangunan raksasanya ini dilakukan oleh orang-orang dari Que, Kilikia, Filistia, Tirus, dan orang-orang Khaldea, Aram, dan Manea yang dibawa ke sana dengan paksa.

Dalam budaya populer

Kejatuhan Sanherib, sebuah karya awal Rubens.

Puisi Lord Byron The Destruction of Sennacherib ("Bangsa Asyur datang seperti kawanan serigala ...") adalah pengisahan kembali cerita yang terdapat dalam Kitab 2 Raja-raja.

Artikel ini menggunakan sebagian teks dari Kamus Alkitab Easton, sebuah buku ranah publik, aslinya diterbitkan pada 1897.

Sanherib juga dapat ditemukan dalam "Terrace of Pride" dalam karya Dante, Purgatorio.

Lihat pula

Pustaka tambahan

  • Edwards – The Cambridge ancient history volume III bag. 2, ed. ke-2, hlm. 103-119

Pranala luar

Referensi

  1. ^ (2 Raja–raja 19:37)
  2. ^ World Biography 1998, pp. 141-142
  3. ^ Kitab 2 Raja-raja pasal 19, yaitu: 2 Raja–raja 19:37
  4. ^ von Soden, Wolfram. (1985). The Ancient Orient: An Introduction to the Study of the Ancient Near East. (hlm.58). Grand Rapids: Erdman's Publishing Company.
Didahului oleh:
Sargon II
Raja Asyur
705–681 SM
Diikuti oleh:
Esarhadon
Raja Babilonia
705–703 SM
Diikuti oleh:
Marduk-zakir-shumi II

Templat:Link GA