Sādhu (Buddhisme)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Sadhu)
Terjemahan dari
Sādhu
Palisādhu
Sanskritसाधु
(IAST: sādhu)
Myanmarသာဓု
(MLCTS: sadhu)
Thaiสาธุ
(RTGS: sathu)
Khmerសាធុ
(UNGEGN: sathŭ)
Shanသႃႇထူႉ
([sàa thṵ̂u])
Daftar Istilah Buddhis

Sādhu (dari bahasa Sanskerta sādhu, "baik, berbudi luhur, saleh") atau Sathu (Thai: สาธุ) adalah kata bahasa Pāli yang digunakan sebagai kata persetujuan. Kata ini umum digunakan dalam konteks Buddhisme dan sekuler di Asia Tenggara. Kata ini berperan seperti kata Amin dalam agama Abrahamik,[1] atau Swaha dalam agama Weda, yang juga berfungsi sebagai salah satu bentuk salam.[2] Kata ini sering dianggap sebagai kata yang tidak dapat diterjemahkan,[3] namun sebenarnya tetap dapat diterjemahkan dengan berbagai cara menjadi "amin",[4] "baik", "ya",[5] "terima kasih",[6] "telah diterima",[7] "bagus sekali",[8] "jadilah demikian",[9] atau "semuanya akan baik".[10]

Etimologi[sunting | sunting sumber]

Dalam bahasa Sanskerta, penggunaan kata sādhu lebih sering merujuk kepada orang atau sosok suci. Namun, dalam bahasa Pali, kata sādhu lebih sering dimaknai sebagai baik, unggul, atau menguntungkan. Kata ini digunakan setelah seseorang menyelesaikan suatu tugas dengan baik atau memuaskan, sering kali dalam konteks komitmen religius. Jika sādhu dalam bahasa Sanskerta lebih mengacu pada seorang petapa mistik, sādhu dalam bahasa Pāli merujuk pada sikap moral. Ketika kata sādhu ditujukan kepada seseorang, kata ini secara harfiah berarti “yang diberkati”. "Yang diberkati" mengacu pada makhluk yang tercerahkan seperti Buddha, dan manusia biasa yang berjuang mencapai Nibbāna.

Penggunaan[sunting | sunting sumber]

Kata penutup[sunting | sunting sumber]

Sādhu paling sering terdengar sebagai kata penutup dalam suasana keagamaan. Kata ini dapat digunakan oleh semua umat Buddha, seperti bhikkhu, bhikkhunī, dan umat awam.[11] Kata ini diucapkan setelah menerima persembahan, khotbah (ceramah Dhamma), serta dalam konteks profan. Pengkhotbah biasanya mengakhiri khotbahnya dengan mengharapkan pencapaian Nibbāna yang kemudian dilanjutkan dengan penutup secara serempak “sādhu, sādhu, sādhu”. Umat Buddha mengucapkan “sādhu sādhu sādhu” tiga kali untuk menjawab pertanyaan yang memuaskan, mengakhiri pernyataan, atau mengungkapkan perasaan religius.

Setelah upacara puja bakti atau sesi meditasi selesai, biasanya Buddhis di Indonesia mengucapkan harapan agar semua makhluk bahagia yang diakhiri dengan tiga kali pengucapan sādhu.

Sabbe sattā bhavantu sukhitattā, semoga semua makhluk hidup berbahagia. Sādhu! sādhu! sādhu!

— Latihan mettā (cinta kasih)

Ketika seorang bhikkhu Burma, U Tiloka, memperingatkan penduduk desa untuk menolak membayar pendapatan tanah dan pajak kapitasi sebagai perlawanan terhadap Kerajaan Inggris, beliau biasanya mengakhiri khotbahnya dengan meminta orang yang hadir untuk mengucapkan sādhu tiga kali.[12]

Dalam beberapa tradisi Buddhis seperti Festival Vessantara, kata sādhu seringkali diucapkan berurutan dengan bunyi instrumen keong[13] atau bunyi gong. Kata sādhu menandai akhir pembacaan setiap bab dari ayat Pāli yang dibacakan.[14]

Kata pembuka[sunting | sunting sumber]

Sādhu juga digunakan sebagai pembuka aspirasi Buddhis.[15] Dalam penggunaan tersebut, kata sādhu dapat diartikan sebagai "semoga".

Sādhu no bhante, saṅgho, imaṁ, saparivāraṁ, cīvara-dussaṁ, paṭiggaṇhātu, paṭiggahetvā ca, iminā dussena, cīvaraṁ attharatu, amhākaṁ, dīgha-rattaṁ, hitāya, sukhāya.

Semoga Bhikkhu Saṅgha sudi menerima semua persembahan kami. Semoga persembahan ini dapat digunakan sebaik-baiknya, sehingga bermanfaat dan mendatangkan kebahagiaan bagi kami untuk selama-lamanya.

—Kaṭhina Gāthā —Gāthā pada bulan Kaṭhina

Kata ini juga digunakan sebagai kata pembuka dalam konteks non-Buddhis. Misalnya, kata sādhu digunakan oleh tentara yang mempersembahkan kepatuhan[16] kepada raja,[17] atau oleh orang beriman yang berdoa kepada dewa lokal Burma seperti nat[18] sebagai pembuka:[19]

Sādhu, sādhu, kami sangat miskin dan menderita. Semoga para dewa memberkati kami dengan berkat yang melimpah. Semoga kami dikaruniai anak kandung.

— Cerita Rakyat Laos

Suatu hal yang baik[sunting | sunting sumber]

Sādhu juga digunakan untuk memaksudkan sesuatu yang dianggap baik. Penggunaan demikian terdapat pada Dhammapada ayat 35 ketika Sang Buddha berkata bahwa menjinakkan pikiran adalah sesuatu hal yang sādhu.[20]

Dunniggahassa lahuno, yatthakāmanipātino; Cittassa damatho sādhu, cittaṁ dantaṁ sukhāvahaṁ.

Pikiran itu sangat sulit dikendalikan, bergerak sangat cepat, menuju ke mana ia mau pergi. Melatih pikiran adalah baik (sādhu); pikiran yang terkendali akan membawa kebahagiaan.

—Dhammapada 35 —Bait Kebenaran 35

Seruan apresiasi[sunting | sunting sumber]

Kata sādhu juga digunakan oleh Sang Buddha sebagai seruan apresiasi ketika para umat bertanya tentang permasalahan yang mendalam dan sulit. Misalnya dalam Vinaya Piṭaka, ketika Sang Buddha mengapresiasi sesuatu yang telah dikatakan oleh Bhante Sāriputta, Sang Buddha menjawab:

Sādhu, sādhu, Sāriputta!

— Vin. I,56

Seruan kemenangan[sunting | sunting sumber]

Sādhu juga digunakan sebagai seruan kemenangan dalam konteks non-Buddhis, seperti pada cerita Weda kuno. Kata ini juga masih digunakan dalam budaya Hindu sebagai seruan umum persetujuan dalam pertempuran.[21] Dalam legenda Bhagavad Gita versi Thailand yang diterjemahkan oleh Eliakim Littell, frasa "sathu, sathu" digunakan sebagai terjemahan dialog yang disampaikan oleh Raja:[22]

Raja akan menangis: "Sādhu, sādhu! Itu baik, itu baik!"

— Bhagavad Gita (Thailand)

Penafsiran[sunting | sunting sumber]

Pengulangan dua hingga tiga kali[sunting | sunting sumber]

Pengulangan kata sādhu sebanyak dua kali menjadi "sādhu, sādhu, [subjek]" yang disertai subjek yang dituju dan tiga kali menjadi "sādhu, sādhu, sādhu" sangat umum dijumpai di Asia Tenggara. Sādhu yang diulang sebanyak dua kali dengan tambahan subjek adalah jenis pemakaian kata sādhu yang umum ditemui di Kanon Pāli.

Buddha ke Bhante Hatthaka:

“Sādhu sādhu, Hatthaka!"

— Dutiyahatthaka Sutta, Aṅguttara Nikāya 8.24

Buddha ke Bhante Anuruddha:

“Sādhu sādhu, Anuruddha!"

— Anuruddhamahāvitakka Sutta, Aṅguttara Nikāya 8.30

Buddha ke Bhante Nandaka:

“Sādhu sādhu, Nandaka!"

— Nandaka Sutta, Aṅguttara Nikāya 9.4

Sādhu yang diulang sebanyak tiga kali tidak dapat dijumpai di Kanon Pāli. Namun, penggunaannya juga sangat umum dalam tradisi Buddhis. Pengulangan tiga kali ditafsirkan sebagai tiga aspek kedisiplinan: disiplin tubuh, disiplin ucapan, dan disiplin pikiran. Meskipun begitu, tidak benar-benar diketahui alasan pengulangan dua hingga tiga kali. Pengulangan tersebut terkadang semata-mata bertujuan untuk mengekspresikan kepastian.

Pengulangan empat kali[sunting | sunting sumber]

Sādhu terkadang diucapkan empat kali dengan nada yang lebih panjang dan tegas pada pengulangan terakhir. Salah satu penafsiran pengulangan tersebut adalah umat Buddha mungkin ingin menunjukkan suatu penghormatan terhadap lawan bicara yang hidupnya dianggap taat sesuai dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan.[23]

Budaya populer[sunting | sunting sumber]

Jejaring sosial[sunting | sunting sumber]

Pada jejaring sosial, "sādhu, sādhu, sādhu" seringkali diekspresikan dengan emotikon bergambar tiga tangan lipat. Pengekspresian ini populer sebagai tanda penghormatan, persetujuan, dan pemberian semangat.

Musik[sunting | sunting sumber]

Saathukaan (bahasa Thai: สาธุการ[24]) merupakan melodi tradisional yang digunakan oleh musisi Thailand untuk melakukan persembahan dan menghormati Tiga Permata. Versi khusus saathukaan yang dimainkan hanya dengan drum digunakan sebagai musik persembahan bagi guru-guru yang berjasa.[25]

Penyanyi pop Thailand, Boom Boom Cash, memproduseri lagu berjudul Sathu (Thai: สาธุ) pada Mei 2018.

Musik penyembahan kontemporer Kristen di Thailand juga menerjemahkan kata "Amen" versi Kristen sebagai sathu, misalnya dalam terjemahan lagu "Terpujilah Nama-Mu" (bahasa Thai: เพลง สาธุการพระนาม).[26]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Pym, Christopher (1959). The Road to Angkor (dalam bahasa Inggris). R. Hale. hlm. 113. 
  2. ^ Lal, Kishori Saran (1969). Studies in Asian History: Proceedings of the Asian History Congress, 1961 (dalam bahasa Inggris). [Published for the] Indian Council for Cultural Relations [by] Asia Publishing House. hlm. 183. ISBN 978-0-210-22748-0. 
  3. ^ Byles, Marie Beuzeville (1962). Journey Into Burmese Silence (dalam bahasa Inggris). Allen & Unwin. hlm. 124. ISBN 978-90-70012-79-3. 
  4. ^ Pezet, Edmond (1975). "L'office quotidien dans les monastères theravada". Studua Missionalia: Vol. 24 (dalam bahasa Prancis). Gregorian University. hlm. 149. 
  5. ^ Collins, Steven (1998-05-13). Nirvana and Other Buddhist Felicities (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. hlm. 252. ISBN 978-0-521-57054-1. 
  6. ^ U Pandita. "45. Alive and strong". One Life's Journey (dalam bahasa Inggris). Panditãrãma. 
  7. ^ "Traditional festivals of Cambodia". Traditional Festivals of ASEAN (dalam bahasa Inggris). ASEAN Committee on Culture and Information. 2003. hlm. 42. 
  8. ^ U, Khin Zaw (2006). Myanmar Culture (dalam bahasa Inggris). Today Publishing House. hlm. 38. 
  9. ^ Nākhō̜nthap, Thapanī; Chāt, Thailand Samnakngān Khana Kammakān Watthanatham hǣng (1992). Essays on Cultural Thailand (dalam bahasa Inggris). Office of the National Culture Commission, Ministry of Education, Thailand. hlm. 128. ISBN 978-974-7903-25-6. 
  10. ^ Velder, Christian; Velder, Katrin A. (2003). The Rice Birds: Folktales from Thailand (dalam bahasa Inggris). White Lotus Press. hlm. 106. ISBN 978-974-480-029-9. 
  11. ^ Collins, Steven (1998-05-13). Nirvana and Other Buddhist Felicities (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. hlm. 547. ISBN 978-0-521-57054-1. 
  12. ^ Smith, Donald Eugene (2015-12-08). Religion and Politics in Burma (dalam bahasa Inggris). Princeton University Press. hlm. 99. ISBN 978-1-4008-7879-6. 
  13. ^ Burma Dept of Information and Broadcasting (1956). Burma: The Anniversary (dalam bahasa Inggris). Director of Information, Union of Burma. hlm. 2. 
  14. ^ Bowie, Katherine A. (2017-02-21). Of Beggars and Buddhas: The Politics of Humor in the Vessantara Jataka in Thailand (dalam bahasa Inggris). University of Wisconsin Pres. hlm. 107. ISBN 978-0-299-30950-3. 
  15. ^ Kingshill, Konrad (1991). Ku Dæng -- Thirty Years Later: A Village Study in Northern Thailand, 1954-1984 (dalam bahasa Inggris). Northern Illinois University, Center for Southeast Asian Studies. hlm. 196. ISBN 978-1-877979-76-7. 
  16. ^ Ruth, Richard A. (2010-09-16). In Buddha's Company: Thai Soldiers in the Vietnam War (dalam bahasa Inggris). University of Hawaii Press. hlm. 44. ISBN 978-0-8248-6085-1. 
  17. ^ Phya Khankhaak, the Toad King: A Translation of an Isan Fertility Myth in Verse (dalam bahasa Inggris). Bucknell University Press. 1996. hlm. 57. ISBN 978-0-8387-5306-4. 
  18. ^ Mackenzie, Donald Alexander (1929). Burmese Wonder Tales (dalam bahasa Inggris). Blackie & Son. hlm. 172. 
  19. ^ Thotsa, Wayuphā; Nēttavong, Kongdư̄an (2008). Lao Folktales (dalam bahasa Inggris). Libraries Unlimited. hlm. 138. ISBN 978-1-59158-345-5. 
  20. ^ Sujato, Bhikkhu (2021). "Cittavagga Dhammapada English Translation by Bhikkhu Sujato". SuttaCentral. Diakses tanggal 10 December 2023. 
  21. ^ Hopkins, E. Washburn (1931). "Hindu Salutations". Bulletin of the School of Oriental Studies, University of London. 6 (2): 383. ISSN 1356-1898. JSTOR 607665. 
  22. ^ Littell, Eliakim; Littell, Robert S. (1873). "Buddhist preaching". Littell's Living Age (dalam bahasa Inggris). 116. T. H. Carter & Company. hlm. 255. 
  23. ^ "Sadhu Sadhu Sadhu (Sadu Sadu Sadu)". The Budding Buddhist (dalam bahasa Inggris). 2021-08-07. Diakses tanggal 2022-04-01. 
  24. ^ "สาธุ" [Sathu]. www.thai-language.com. Diakses tanggal 2022-04-01. 
  25. ^ Wong, Deborah; Wong, Professor Deborah (2001-08-15). Sounding the Center: History and Aesthetics in Thai Buddhist Performance (dalam bahasa Inggris). University of Chicago Press. hlm. 269. ISBN 978-0-226-90585-3. 
  26. ^ "สาธุการพระนาม". www.thaiworship.com. Diakses tanggal 2022-04-01.