Reagen-reagen yang digunakan dalam reaksi redoks

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pereaksi kimia, reaktan, atau reagen (Bahasa Inggris: reactant atau reagent) adalah bahan yang menyebabkan atau dikonsumsi dalam suatu reaksi kimia.[1]

Dalam banyak prosedur analitis, analitnya memiliki lebih dari satu kondisi oksidasi sehingga harus dikonversi menjadi satu kondisi oksidasi tunggal sebelum titrasi. Reagen redoks yang digunakan dalam reaksi pendahuluan harus dapat mengkonversi analit dengan cepat dan sempurna ke dalam kondisi oksidasi yang diinginkan. Kelebihan dari reagen ini biasanya ditambahkan dan kita harus dapat membuang kelebihan tersebut sehingga kelebihan kelebihan tersebut tidak berreaksi dengan titran dalam titrasi selanjutnya.[2]

Sebagai contoh, asam klorida adalah sebuah pereaksi yang bereaksi dengan logam seng menghasilkan hidrogen, atau bereaksi dengan kalsium karbonat menghasilkan karbon dioksida.[1]

Istilah reagen juga digunakan untuk menunjuk pada zat kimia dengan kemurnian yang cukup untuk sebuah analisis atau percobaan. Sebagai contoh, sebuah reagen air tidak boleh mengandung banyak ketidakmurnian seperti ion natrium, klorida, atau bakteri, dan juga memiliki tahanan listrik yang tinggi.[1]

Berikut adalah beberapa reagen yang biasa digunakan dalam reaksi redoks

Oksidator[sunting | sunting sumber]

Natrium dan Hidrogen Peroksida[sunting | sunting sumber]

Hidrogen peroksida adalah sebuah oksidator yang baik dengan potensial standar positif yang besar:

Dalam larutan yang bersifat asam, agen ini akan mengoksidasi Fe(II) menjadi Fe(III). Dalam larutan alkalin agen ini akan mengoksidasi Cr(III) menjadi CrO₄²⁻ dan Mn(II) menjadi MnO₂. Kelebihan reagen ini dengan mudah dapat dikeluarkan dengan mendidihkan larutan selama beberapa menit.[2]

Kalium dan Amonium Peroksodisulfat[sunting | sunting sumber]

Ion peroksodisulfat adalah sebuah oksidator yang kuat dalam larutan yang bersifat asam:

Agen ini akan mengoksidasinya Cr(III) menjadi Cr₂O₇²⁻, Ce(III) menjadi Ce(IV), dan Mn(II) menjadi MnO₄⁻. Reaksi biasanya dikatalisis oleh sejumlah kecil inti perak (I). Setelah oksidasi selesai kelebihan reagen dapat dihilangkan dengan mendidihkan larutan[2]:

Natrium Bismutat[sunting | sunting sumber]

Rumus dari senyawa ini tidak diketahui secara pasti namun biasanya ditulis NaBiO₃. Senyawa ini merupakan oksidator yang kuat, mengoksidasi Mn(II) menjadi MnO₄⁻, Cr(III) menjadi Cr₂O₇²⁻ dan Ce(III) menjadi Ce(IV). Bismut direduksi menjadi Bi(III). Senyawa ini dapat larut sedikit dan larut dari substansi yang akan dioksidasi dipanaskan dengan zat padat yang berlebih. Setelah reaksinya selesai, kelebihan bismutat dibuang melaui filtrasi.[2]

Reduktor[sunting | sunting sumber]

Sulfur Dioksida dan Hidrogen Sulfida[sunting | sunting sumber]

Kedua gas ini merupakan reduktor yang relatif lembut. Mereka dengan cepat larut dalam air dan kelebihan regennya dapat dibuang dengan mudah dengan cara mendidihkan larutan tersebut. Keduanya mereduksi Fe(III) menjadi Fe(II), V(V) menjadi V(IV) dan Ce(IV) menjadi Ce(III). Kedua gas ini beracun dan mengeluarkan bau yang tidak enak. Keduanya jarang dioergunakan dalam laboratorium elementer.[2]

Metal dan Alloy[sunting | sunting sumber]

Beberapa metal khususnya perak, seng, kadmium, alumunium, nikel, tembaga dan raksa telah banyak digunakan dalam prosedur-prosedur analitis. Terkadang metal tersebut dapat digunakan dalam bentuk sebuah batang atau gulungan kawat dan dimasukkan langsung ke dalam larutan analitnya. Metal-metal yang amat aktif seperti seng, kadmium dan alumunium tidak hanya mereduksi analit tetapi juga larut di dalam larutan yang bersifat asam dengan adanya evolusi dari hidrogen. Reaksi sampingan ini tidak diinginkan karena reaksi ini mengkonsumsi metal dalam jumkah yang besar dan menyebabkan masuknya ion metalik ke dalam larutan sempel. Reaksi ini dapat dicegah dengan segera mereaksikan metal tersebut dengan raksa (dialloykan). Seng yang dialoykan dipergunakan dalam reduktor jones.[2]

Metal perak dengan kehadiran asam klorida disekitarnya banyak digunakan sebagai pembungkus pada sebuah reduktor metal. Perak adalah reduktor yang buruk namun dengan kehadiran asam klorida daya reduksinya meningkat. Karena perak bukanlah reduktor yang sekuat seng dialloykan, perak agak lebih selektif daripada seng. Reduktor jones dengan reduktor perak adalah dua reduktor yang paling luas dipergunakan dalam prosedur analitis[2].

Ce(IV) Sulfat[sunting | sunting sumber]

Ce(IV) Sulfat adalah oksidator yang sangat baik dengan indikator o-fenantrolin. Laju reaksi dipengaruhi oleh pelarut dan pembentukkan kompleks. Ce(IV) selama reaksi dalam medium H₂SO₄, HNO₃, HClO₄ berada dalam bentuk kompleks. Ce(IV) standar dapat dipersiapkan dari amonium heksanitroserat, (NH₄)₃Ce(NO₃)6.Ce(IV) dalam HClO4 bersifat fotosensitif dan dapat membentuk radikal hidroksil. Kebanyakan Ce(IV) digunakan untuk Fe(II) untuk ferolin dalam 0,5-8 M H₂SO4 atau HClO4 dan 0,5-3M HCl. Ce(IV) dapat pula digunakan untuk menentukan H₂O₂, oksalat, As(III) dan ferosianida. Untuk mempercepat reaksinya dengan HCO dalam 0,5-2 N HNO₃ diperlukan AgNO₃ sebagai katalis. Kelebihan Ce(IV) terhadap KMnO₄ adalah Ce(IV) dapat membentuk kompleks yang stabil dalam HCl pekat.[3]

Kalium Permanganat[sunting | sunting sumber]

Kalium Permanganat adalah oksidator kuat, tanpa memerlukan indikator. Keemahannya adalah dalam medium HCl Cl⁻ dapat teroksidasi, demikian juga larutannya mempunyai kestabilan yang terbatas.[3]

Kalium Dikromat[sunting | sunting sumber]

Zat ini mempunyai keterbatasan dibandingkan KMnO₃ atau Ce(IV), yaitu kekuatan oksidasinya lebih lemah dan reaksinya lambat. K₂Cr₂O₇ bersifat stabil dan inert terhadap HCl. Mudah diperoleh dalam kemurnian tinggi dan merupakan standar primer. Biasannya indikator yang digunakan adalah difenilamen-Sulfonat. Terutama digunakan untuk analisis besi(III).[3]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c https://id.wikipedia.org/wiki/Pereaksi_kimia
  2. ^ a b c d e f g Dye, R. A, A. L. Underwood Hilarius Wibi H, Lemeda Simarmata. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga
  3. ^ a b c Khopkar, S.M, 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit AUniversitas Indonesia