Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sampul buku terbitan Departemen P dan K, Bandung.

Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara, adalah sebuah naskah yang ditulis dalam bahasa Jawa Pertengahan yang berasal dari Cirebon. Naskah ini merupakan bagian prosiding dari Naskah-naskah Wangsakerta yang dikumpulkan oleh panitia Pangeran Wangsakerta.

Naskah ini salah satu hasil Gotrasawala/seminar sejarah di Keraton Cirebon atas perintah Sultan Cirebon dan Sultan Banten kepada Wangsakerta.

Gotrasawala/seminar Sejarah Nusantara di Keraton Cirebon dilakukan jauh sebelum dibawah kendali VOC. Saat Cirebon masih memiliki kedaulatan sebagai Kesultanan Islam, penerus Sunda Pajajaran dari Bogor.

Wangsakerta adalah salah satu putra Sultan Cirebon dari istrinya yang berasal dari Mataram.

Selain itu Sultan Cirebon juga mempunyai istri bernama Ratu Tepasan, salah seorang turunan Majapahit. Sebagaimana diketahui Majapahit waktu itu dalam masa kritis karena serangan Demak.

Sehingga beberapa keluarga Keraton Majapahit berpindah ke Cirebon. Pengaruh Ratu Tepasan dan putri dari Mataram sangat kuat kepada perubahan tata budaya dan adat keraton Cirebon yang tadinya berakar dari Sunda Pajajaran

Naskah-naskah yang dihasilkan oleh panitia Wangsakerta dibagi menjadi beberapa naskah, yang masing-masing berjudul:

1. Pustaka Nagarakretabhumi

2. Pustaka Dwipantaraparwa

3. Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa

4. Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara

5. Pustaka Carita Parahyangan i Bhumi Jawa Kulwan

6. Pustaka Samastabhuwana

Isi buku[sunting | sunting sumber]

Isi naskah ini terutama membahas mengenai kerajaan-kerajaan di Nusantara, seperti disebut dalam judulnya. Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara dibagi ke dalam lima "parwa" (bab), yang masing-masing berjudul tersendiri:

  1. Pustaka Kathosana Rajyarajya i Bhumi Nusantara
  2. Pustaka Rajyawarnana Rajyarajya i Bhumi Nusantara
  3. Pustaka Kertajaya Rajyarajya i Bhumi Nusantara
  4. Pustaka Rajakawasa Rajyarajya i Bhumi Nusantara
  5. Pustaka Nanaprakara Rajyarajya i Bhumi Nusantara

Kontroversi[sunting | sunting sumber]

Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara adalah salah satu naskah yang disusun oleh satu tim di bawah pimpinan Pangeran Wangsakerta. Beliau adalah salah seorang dari tiga putra Panembahan Ratu Carbon dari istrinya yang berasal dari Mataram.

Kelompok naskah yang sudah ditemukan hingga saat ini terdiri dari empat buah, semuanya dari parwa pertama. Tiga naskah pertama (sarga 1-3) merupakan kisah atau uraian mengenai sejumlah negara yang perneh berperan terutama di Pulau Jawa, sedangkan sarga keempat merupakan naskah panyangkep (pelengkap) dan isinya berupa keterangan mengenai sumber-sumber yang digunakan untuk menyusun kisah itu.

Secara umum, seluruh naskah karya tim di bawah pimpinan Pangeran Wangsakerta dituliskan pada jenis kertas yang sama. Dari puluhan naskah yang telah terkumpul, hingga saat ini baru sebuah naskah yang telah diuji fisiknya secara kimiawi.

Pengujian yang dilakukan di Arsip Nasional itu menyimpulkan bahwa kertas yang digunakan untuk menuliskan naskah umurnya sekitar 100 tahun (laporan tahun 1988). Mengingat bahwa titimangsa naskah-naskah itu berkisar antara 1677 - 1698 Masehi, maka hampir dapat dipastikan bahwa naskah-naskah yang sudah terkumpul itu merupakan salinan dari naskah lain yang lebih tua.

Seperti halnya naskah-naskah Pangeran Wangsakerta lainnya, naskah ini ditulis dengan menggunakan aksara Jawa yang jenis aksaranya mirip dengan yang disebut oleh Drewes (1969:3) quadrat script. Adapun bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa yang banyak mengandung kosakata bahasa Jawa kuna dan bahasa Cirebon.

Karangannya berbentuk prosa, campuran antara paparan dan kisah. Cara penyajiannya memiliki ciri-ciri karangan ilmiah, yakni berupa keterangan secara tersurat mengenai sumber karangan yang digunakan dan dikemukakan apabila di antara sumber-sumber yang digunakan terdapat perbedaan informasi.

Dengan adanya naskah-naskah Wangsakerta, generasi sesudahnya sangat tertolong untuk mendeskripsikan dan menarasikan abad-abad awal masehi Nusantara dan persentuhan budaya dengan berbagai bangsa besar dunia.

Sebagaimana harapan juga tujuan dari Sultan Cirebon dan Sultan Banten saat memerintahkan pengumpulan naskah-naskah ini, sebagai rujukan penulisan sejarah Nusantara di kemudian hari

Karena satu naskah Wangsakerta berjudul Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa 1.1 menuturkan peristiwa sejarah masa lampau tentang raja dan kerajaan yang terletak di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Uraiannya banyak tertumpu pada karya mahakawi (pujangga besar) Mpu Khanakamuni dari Majapahit, beliau menjabat sbagai dharmadhyaksa (pejabat tinggi keagamaan) urusan agama Buddha. Selain itu kitab ini mencontoh beberapa karya pujangga besar yang telah menggubah kisah kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa.

Selain itu dilengkapi pula uraian tentang kerajaan Mataram, Banten, raja-raja daerah Parahyangan, serta para penguasa daerah lainnya. Penyusun kitab ini terdiri dari 12 orang, yaitu tujuh orang menteri (jaksa pepitu) kerajaan Carbon, seorang pujangga dari Banten, Sunda, Arab, dan seorang lagi.

Mereka semua dipimpin oleh Pangeran Wangsakerta. Kitab ini mulai dikerjakan pada tahun Saka sruti-sirna-ewahing-bhumi (1604 Saka = 1682 Masehi), ditulis di keraton Carbon oleh Pangeran Wangsakerta atau Panembahan Carbon Tohpati bergelar Abdul Kamil Mohammad Nasarudin.

Kritik isi dalam naskah Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara karena sangat maju melampaui zamannya, dan hal serupa juga terjadi pada Negarakertabhumi. Ahli Epigraf, Boechari menyebut, kedua naskah itu justru sangat mengikuti teori sejarah Nusantara menurut interpretasi sejarawan Belanda, J.G de Casparis.

Mengenai tulisan yang dipergunakan, menurut keterangan Tien Wartini, (peneliti yang ikut dalam proyek kajian filologis naskah ini), bentuk huruf yang dipergunakan dalam naskah ini adalah huruf Jawa Kuna yang kurang bagus walau tidak bisa disebut buruk.

Dalam satu jilid, peneliti ini menemukan beberapa huruf yang beda. Kertas yang dipergunakan juga ada dua, kuning dan coklat (lihat majalah Mangle No 1265). Selanjutnya menurut Buchori, arkeolog UI yang bers[pesialisasi dalam tulisan kuno, kertas yang dipergunakan untuk naskah ini adalah kertas manila yang dicelup.

Pelestarian/konservasi naskah dari yang lebih tua kepada media tulis berupa kertas baru / karton sungguh sangat mengharukan ditengah segala keterbatasan pada waktu itu.

Dalam satu jilid, peneliti ini menemukan beberapa huruf yang beda. Kertas yang dipergunakan juga ada dua, kuning dan coklat (lihat majalah Mangle No 1265). Selanjutnya menurut Buchori, arkeolog UI yang bers[pesialisasi dalam tulisan kuno, kertas yang dipergunakan untuk naskah ini adalah kertas manila yang dicelup.

Rujukan[sunting | sunting sumber]