Puasa mutih

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Puasa Mutih (bahasa Jawa: ꧋ꦥꦸꦮꦱꦩꦸꦠꦶꦃ, Pasa mutih) atau yang biasa disebut Puasa Nazar (bahasa Arab: نزار الصيام) adalah sebuah ibadah puasa yang dilakukan selama 3 hari, 7 hari, 21 hari, ataupun selama 40 hari oleh pengikut Sufisme tarekat Naqsyabandiyah, pengikut ajaran Kejawen,[1] dan umat Muslim yang memiliki hajat tertentu.[2][3][4] Puasa mutih bisa juga diartikan sebagai tindakan menghindari makanan dan minuman yang berwarna selain putih, seseorang yang melakukan puasa mutih hanya mengonsumsi makanan berupa nasi putih dan hanya meminum air putih.[5]

Sebuah Khanaqah Tarekat Naqsyabandiyah di Saqqez, Iran.

Kemudian tujuan melakukan puasa ini untuk memohon kepada Allah agar semua hajat yang kita inginkan dapat tercapai, namun puasa ini banyak disalahgunakan seseorang untuk mendapatkan ilmu ghaib dan adikodrati. Berdasarkan dari segi kesehatan, dengan melakukan puasa mutih, hal ini berarti terhindar dari makanan seperti daging yang tinggi lemak. Dengan begitu asupan lemak di tubuh pun akan terkurangi sehingga bisa terhindar dari penyakit-penyakit yang berhubungan dengan tingginya kadar lemak di tubuh.[6] Puasa mutih juga bisa mendetoks racun dalam tubuh.[7][8]

Definisi[sunting | sunting sumber]

Menurut Islam[sunting | sunting sumber]

Dalam ajaran agama Islam, puasa mutih memiliki nama lain yaitu puasa nazar. Hal ini merupakan ibadah yang dilakukan ketika hajat atau keinginan seseorang telah dikabulkan oleh Allah. Ibadah ini dilaksanakan sebagai bentuk rasa syukur kita kepada-Nya. Puasa nazar dapat dilakukan apabila keinginan yang kita miliki bersifat positif dan bernilai kebaikan.[9]

ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ

"Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran (yang ada di badan) mereka, menyempurnakan nazar-nazar mereka dan melakukan tawaf sekeliling rumah tua (Baitullah).”

(QS. Al-Hajj ayat 29)

Berikut niat puasa nazar berdasarkan ajaran agama Islam:

نَوَيْتُ صَوْمَ النَّذَرِ لِلَّهِ تَعَالىَ

Nawaitu shauman nadzari lillaahi ta’aalaa.

“Aku niat puasa nazar karena Allah Ta’ala”.

Menurut Tarekat Naqsyabandiyah[sunting | sunting sumber]

Dalam ajaran Tarekat Naqsyabandiyah, puasa mutih juga disebut puasa nazar. Biasanya seseorang yang melakukan puasa ini, ketika sedang dibai'at dengan cara ditalqin oleh mursyid untuk masuk ke dalam Tarekat Naqsyabandiyah.

Berikut ini tata cara untuk memasuki ajaran Tarekat Naqsyabandiyah:[10]

Melaksanakan Kaifiyah:

1. Datang kepada calon guru mursyid untuk meminta izin memasuki tarekatnya dan menjadi muridnya, sebelum datang diwajibkan puasa nazar terlebih dahulu. Hal ini dilakukan sampai memperoleh izin untuk mengamalkannya.

2. Mandi taubat setelah salat Isya sekaligus berwudhu yang sempurna.

3. Salat Hajat dua rakaat dengan niat masuk tarekat. Setelah Al-Fatihah, membaca surat Al-Kafirun pada rakaat pertama dan surat Al-Ikhlas pada rakaat kedua.

4. Setelah salam membaca:
اللهم انى اسئلك التوبة الا نابة والاستقامة على الشريعة الغراء و الطريقة البيضاء

Dan dilanjutkan membaca istighfar 25 kali dengan lafadz (Astaghfirullah).

5. Membaca Al-Fatihah sekali dan Surat AI-Ikhlas 3 kali, dengan niat menghadiahkan pahalanya kepada Bahauddin al-Bukhari an-Naqsyabandi, serta memohon pertolongannya mudah­-mudahan keinginannya masuk tarekat diterima.

6. Tidur miring kekanan dengan menghadap kiblat. (mengingatkan mati seakan akan lagi di dalam kubur).

Kemudian melaksanakan Baiat Tarekat:

Setelah prosesi tersebut dilaksanakan, maka selanjutnya menghadap calon guru mursyidnya lagi untuk mendapatkan petunjuk dan pengarahan lebih lanjut, yang kemudian setelah itu akan dilakukan talqin zikir atau baiat dari sang guru mursyid itu kepadanya.

Setelah menerima talqin dzikir atau baiat, maka dia sudah tercatat sebagai anggota Tarekat Naqsyabandiyah, yang mempunyai kewajiban untuk mengamalkan Aurad sebagai berikut:

1. Membaca istighfar sebanyak 25 kali.

2. Membaca salawat kepada Nabi Muhammad dengan lafaldz:
صَلُّوْا عَلَى النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ

3. Membaca Al-Fatihah sekali dan surat Al-Ikhlas 3 kali, yang dihadiahkan kepada para guru mursyid tarekat sejak zaman ini sampai kepada Rasulullah, khususnya Syekh Bahauddin al-Bukhari an-Naqsyabandi.

4. Setelah itu, kedua bibir dirapatkan sambil lidah ditekan dan gigi direkatkan seperti orang mati, dan merasa bahwa inilah nafas terakhirnya sambil mengingat alam kubur dan kiamat dengan berbagai kerepotannya.

5. Rabithah kepada guru Mursyid.

6. Menenangkan dan mengkonsentrasikan hati untuk senantiasa mengingat Allah, munajat dengan hatinya membaca:
الهى انت مقصودى ورضاك مطلوبي

7. Kemudian dengan hatinya mewiridkan Ismudz-Dzat: Allah-Allah-Allah sebanyak 5000 kali, dengan tanpa menggerakkan lidah, bibir, dan seluruh anggota tubuhnya kecuali jari penunjuk untuk menarik hitungan tasbih.

Dan setiap hitungan 100 diselingi membaca:
الهى انت مقصودى ورضاك مطلوبي

8. Setelah selesai wirid, diam sejenak dan rabithah guru mursyid disertai permohonan anugerah barakahnya, kemudian berdoa sebagai berikut:

اللهم يا حي يا قيوم يا بديع السموات والارض ياملك الملك يا ذاالجلال والاكرام صل على سيد نا محمد افضل صلواتك وعدد معلوماتك وعلى اله وصحبه وبارك وسلم كذالك وارزقنا الاءستقامة على الشريعة الغراء والتمسك التام بهذه الطريقة النقشبندية المجددية الخالذية وارزقنا كمال اتباع خير البرية صلىالله عليه وسلم والصدق فى محبة ورثة اولى الخصوصية

Menurut Kejawen[sunting | sunting sumber]

Dalam ajaran Kejawen, puasa ini disebut puasa mutih, yaitu menghindari makanan atau minuman yang berwarna selain putih. Sebagian penganut kejawen percaya, puasa ini dilakukan sebagai syarat mendapatkan ilmu ghaib dan adikodrati serta bisa memperoleh keberkahan dalam setiap hajat-hajat kita seperti dalam melaksanakan prosesi pernikahan.[11]

Berikut niat puasa menurut ajaran Kejawen:

"Niat ingsun puasa mutih supados putih batin kaliyan putih awak kula kaya dining banyu suci kanthi ridho Allah Ta'ala."

“Saya niat puasa mutih supaya kembali putih batin dan badan seperti air suci dengan ridho Allah Ta'ala.”

Larangan dalam melakukan puasa mutih:

1. Menghindari makanan bewarna selain putih.


2. Jika makanan atau minuman berubah karena proses memasak, maka dilarang dikonsumsi.


3. Dianjurkan untuk tidak berbicara kasar.


Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Kusumo, Rizky. "Ritual Puasa dalam Masyarakat Jawa Kuno Sebelum Hadirnya Islam". www.goodnewsfromindonesia.id. Diakses tanggal 2023-08-25. 
  2. ^ Ilyas, Abd Mutholib; Imam, Abd Ghofur (1988). Aliran kepercayaan & kebatinan di Indonesia. Amin. 
  3. ^ Endraswara, Suwardi (2011). Kebatinan Jawa dan jagad mistik kejawen. Lembu Jawa. ISBN 978-979-16502-5-0. 
  4. ^ "Meaning of Mutih Fasting: Readings of Intentions and Benefits for the Body". Narasi Tv. Diakses tanggal 2023-08-24. 
  5. ^ S, Suwarno Imam (2005). Konsep Tuhan, manusia, mistik dalam berbagai kebatinan Jawa. RajaGrafindo Persada. ISBN 978-979-769-010-6. 
  6. ^ "Mutih fasting has powerful benefits for fulfilling desires and desires". suaramerdeka.com. 
  7. ^ "Tradisi Puasa Mutih | PDF". Scribd.com. Diakses tanggal 2023-08-24. 
  8. ^ Bridestory. "The Tradition of Fasting Before Marriage, These are the Procedures and Laws According to Islam". Bridestory. Diakses tanggal 2023-08-24. 
  9. ^ Bond, James (2023-04-23). "Niat Puasa Nazar: Panduan , Tujuan, dan Keutamaannya". Biotifor (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-08-25. 
  10. ^ Online, Tim NU Cilacap (2022-11-29). "Syarat dan Tuntunan Tarekat Naqsyabandiyah". NU Cilacap Online. Diakses tanggal 2023-08-25. 
  11. ^ weddingmarket (2022-10-26). "Here's the Philosophy, Procedures, and Mutih Fasting Prayers, Javanese Traditional Kejawen Rituals for the Success of the Marriage Event". Wedding Market Artikel. Diakses tanggal 2023-08-25. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]