Perumpamaan lalang di antara gandum

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
"Petani yang baik", karya William Blake, c 1780-1785

Perumpamaan tentang lalang di antara gandum adalah sebuah perumpamaan yang diajarkan oleh Yesus kepada murid-muridnya. Kisah ini tercantum di dalam Matius 13:24-30.

Lalang di antara gandum[sunting | sunting sumber]

Perumpamaan ini menceritakan tentang seorang yang menaburkan benih gandum yang baik di ladangnya. Dikisahkan bahwa ketika semua orang tidur, musuhnya datang lalu menaburkan benih lalang (ilalang) di antara benih gandum itu lalu pergi. Kedua tanaman itu bertumbuh bersama, lalu hamba penabur tersebut menanyakan asal benih lalang tersebut yang dijawab oleh tuannya bahwa benih lalang tersebut ditabur oleh musuhnya. Hamba-hambanya lalu mengusulkan untuk mencabuti lalang tersebut namun tidak diijinkan karena sang tuan tidak mau benih gandum yang baik ikut tercabut bersama-sama dengan lalang tersebut. Sang tuan lalu berkata bahwa lebih baik mereka dibiarkan tumbuh bersama hingga masa penuaian, di mana keduanya dapat dipisahkan, lalang akan diikat lalu dibakar, gandum akan dikumpulkan di dalam lumbung.

Penjelasan[sunting | sunting sumber]

Musuh yang menebarkan lalang, karya Dalziel Bersaudara, 1864

Yesus tidak memberi penjelasan yang lebih mendalam tentang perumpamaan ini karena Ia menggunakan lambang-lambang yang sering Ia pakai di perumpamaan-perumpamaan lainnya (misalnya perumpamaan seorang penabur). Penabur benih gandum dalam cerita ini melambangkan Allah dan hamba/pekerja-pekerjanya adalah para hamba Tuhan. Benih gandum melambangkan orang yang mendengar dan melakukan firman Tuhan (bandingkan dengan benih yang jatuh di tanah yang baik dalam perumpamaan seorang penabur), sedangkan lalang melambangkan orang-orang lainnya (dapat pula berarti agen-agen si jahat). Musuh tuan tersebut melambangkan iblis yang adalah musuh Allah. Waktu menuai/masa penuaian melambangkan akhir zaman pada saat orang yang benar akan dihakimi bersama-sama orang yang jahat, dan orang yang benar akan masuk ke Sorga sedangkan orang yang berdosa akan dihukum.

Lebih lanjut, percakapan antara hamba dan tuannya dapat ditafsirkan sebagai pertanyaan orang percaya kepada Allah mengapa ada kejahatan di dunia jika Allah hanya menciptakan yang baik. Jawaban Allah menunjukkan bahwa kejahatan ada di dunia karena perbuatan iblis. Keputusan Allah untuk menunggu hingga akhir zaman mengisyaratkan bahwa kejahatan akan dibiarkan berada di bumi hingga semua 'benih' tersebut telah 'matang'.

"Perumpamaan lalang", John S. C. Abbott dan Jacob Abbott
Lambang Makna
Penabur Allah
menabur menciptakan
benih gandum orang benar
ladang dunia
musuh iblis
benih lalang orang yang tidak mau bertobat
hamba hamba Tuhan/pelayan Tuhan
mencabut mengadili
waktu menuai akhir zaman
dibakar dihukum (ke dalam neraka)
dikumpulkan ke
dalam lumbung
masuk ke Kerajaan Sorga

Tumbuhan lalang dan gandum[sunting | sunting sumber]

Kiri: tumbuhan "lalang" Lolium temulentum dan kanan: tumbuhan "gandum" Triticum aestivum. Kedua tumbuhan ini mempunyai habitat yang sama di seluruh dunia dan sangat mirip pada masa awal pertumbuhannya, sehingga oleh Yesus Kristus dipakai dalam perumpamaan lalang dan gandum.

Tumbuhan yang dipakai dalam perumpamaan ini adalah "gandum", umumnya Triticum aestivum, dan "lalang", kemungkinan adalah Lolium temulentum. Lalang ini biasanya tumbuh di pertanahan yang sama dengan gandum dan dianggap sebagai rumput liar. Kedua tumbuhan ini sangat mirip sehingga di sejumlah tempat di dunia, lalang ini disebut sebagai "gandum palsu" (Inggris: "false wheat"; darnel).[1] Kemiripan kedua tumbuhan ini terutama di awal pertumbuhan dan mulai berbeda ketika bulir-bulir gandum muncul. Batang berbulir pada L. temulentum lebih kurus dari gandum. Warna gandum menjadi kecoklatan ketika ranum, sedangkan lalang menjadi berwarna hitam.[2]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Perumpamaan lalang di antara gandum
Didahului oleh:
Perumpamaan seorang penabur
Injil Matius
pasal 13
Diteruskan oleh:
Perumpamaan biji sesawi

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Craig S. Keener, The Gospel of Matthew: A Socio-Rhetorical Commentary, Wm. B. Eerdmans Publishing, 2009 p.387
  2. ^ Heinrich W.Guggenheimer, The Jerusalem Talmud,Vol. 1, Part 3, Walter de Gruyter, 2000 p.5

Pranala luar[sunting | sunting sumber]