Penanggulangan bencana

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Persiapan bencana)


Penanggulangan bencana merupakan satu set doktrin untuk menyiapkan masyarakat untuk menghadapi bencana alam atau buatan-manusia. Pertolongan bencana adalah sub-himpunan dari doktrin ini yang berpusat pada usaha pertolongan. Hal ini biasanya adalah kebijakan pemerintah diambil dari pertahanan sipil untuk menyiapkan masyarakat sipil persiapan sebelum bencana terjadi.

Artikel ini mencakup kesiapan sipil dan pribadi, karena mereka bekerja sama. Namun, kesiapan sipil jauh lebih murah dan lebih berguna, meskipun lebih sulit direncanakan.

Berhadapan dengan bencana ada empat kegiatan: mitigasi, kesiapan, tanggapan, dan penormalan kembali.

Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana). Mitigasi didefinisikan sebagai upaya yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari bencana, Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU No 24 Tahun 2007, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 9) (PP No 21 Tahun 2008, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 6).

Mitigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana (UU No 24 Tahun 2007 Pasal 47 ayat (1))

Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko dan dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana (PP No 21 Tahun 2008 Pasal 20 ayat (1)) baik bencana alam, bencana ulah manusia maupun gabungan dari keduanya dalam suatu negara atau masyarakat. Dalam konteks bencana, dekenal dua macam yaitu (1) bencana alam yang merupakan serangkaian peristiwa bencana yang disebabkan oleh faktor alam, yaitu berupa gempa, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan tanah longsor, dll. (2) bencana sosial merupakan suatu bencana yang diakibatkan oleh manusia, seperti konflik social, penyakit masyarakat dan teror. Mitigasi bencana merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik tolak utama dari manajemen bencana. Ada empat hal penting dalam mitigasi bencana, yaitu:

a) Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis bencana.

b) Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana, karena bermukim di daerah rawan bencana.

c) Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara penyelamatan diri jika bencana timbul, dan

d) Pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancaman bencana.

Jenis-jenis Mitigasi[sunting | sunting sumber]

Mitigasi dibagi menjadi dua macam, yaitu mitigasi struktural dan mitigasi non struktural

a) Mitigasi Struktural

Mitigasi strukural merupakan upaya untuk meminimalkan bencana yang dilakukan melalui pembangunan berbagai prasarana fisik dan menggunakan pendekatan teknologi, seperti pembuatan kanal khusus untuk pencegahan banjir, alat pendeteksi aktivitas gunung berapi, bangunan yang bersifat tahan gempa, ataupun Early Warning System yang digunakan untuk memprediksi terjadinya gelombang tsunami. Mitigasi struktural adalah upaya untuk mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana dengan cara rekayasa teknis bangunan tahan bencana. Bangunan tahan bencana adalah bangunan dengan struktur yang direncanakan sedemikian rupa sehingga bangunan tersebut mampu bertahan atau mengalami kerusakan yang tidak membahayakan apabila bencana yang bersangkutan terjadi. Rekayasa teknis adalah prosedur perancangan struktur bangunan yang telah memperhitungkan karakteristik aksi dari bencana.

b) Mitigasi Non-Struktural

Mitigasi non–struktural adalah upaya mengurangi dampak bencana selain dari upaya tersebut diatas. Bisa dalam lingkup upaya pembuatan kebijakan seperti pembuatan suatu peraturan. Undang-Undang Penanggulangan Bencana (UU PB) adalah upaya non-struktural di bidang kebijakan dari mitigasi ini. Contoh lainnya adalah pembuatan tata ruang kota, capacity building masyarakat, bahkan sampai menghidupkan berbagai aktivitas lain yang berguna bagi penguatan kapasitas masyarakat, juga bagian dari mitigasi ini. Ini semua dilakukan untuk, oleh dan di masyarakat yang hidup di sekitar daerah rawan bencana. Kebijakan non struktural meliputi legislasi, perencanaan wilayah, dan asuransi. Kebijakan non struktural lebih berkaitan dengan kebijakan yang bertujuan untuk menghindari risiko yang tidak perlu dan merusak. Tentu, sebelum perlu dilakukan identifikasi risiko terlebih dahulu. Penilaian risiko fisik meliputi proses identifikasi dan evaluasi tentang kemungkinan terjadinya bencana dan dampak yang mungkin ditimbulkannya. Kebijakan mitigasi baik yang bersifat struktural maupun yang bersifat non struktural harus saling mendukung antara satu dengan yang lainnya. Pemanfaatan teknologi untuk memprediksi, mengantisipasi dan mengurangi risiko terjadinya suatu bencana harus diimbangi dengan penciptaan dan penegakan perangkat peraturan yang memadai yang didukung oleh rencana tata ruang yang sesuai. Sering terjadinya peristiwa banjir dan tanah longsor pada musim hujan dan kekeringan di beberapa tempat di Indonesia pada musim kemarau sebagian besar diakibatkan oleh lemahnya penegakan hukum dan pemanfaatan tata ruang wilayah yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar. Teknologi yang digunakan untuk memprediksi, mengantisipasi dan mengurangi risiko terjadinya suatu bencana pun harus diusahakan agar tidak mengganggu keseimbangan lingkungan pada masa depan.

Metode dan Tujuan Mitigasi[sunting | sunting sumber]

Tujuan dari strategi mitigasi adalah untuk mengurangi kerugian-kerugian pada saat terjadinya bahaya pada masa mendatang. Tujuan utama adalah untuk mengurangi risiko kematian dan cedera terhadap penduduk. Tujuan-tujuan sekunder mencakup pengurangan kerusakan dan kerugian-kerugian ekonomi yang ditimbulkan terhadap infrastruktur sektor publik dan mengurangi kerugian-kerugian ekonomi yang ditimbulkan terhadap infrastruktur sektor publik dan mengurangi kerugian-kerugian sektor swasta sejauh hal-hal itu mungkin mempengaruhii masyarakat secara keseluruhan. Tujuan-tujuan ini mungkin mencakup dorongan bagi orang-orang untuk melindungi diri mereka sejauh mungkin. Strategi mitigasi harus dirancang untuk aplikasi yang diusulkan . program-program mitigasi bencana dilaksanakan di Philipina tidak mungkin dapat diterapkan secara langsung di Peru. Ada beberapa solusi baku. Beberapa elemen individu dan teknik-teknik mitigasi akan dapat diterapkan.

Tujuan utama (ultimate goal) dari Mitigasi Bencana adalah sebagai berikut:

a) Mengurangi risiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi penduduk, seperti korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy costs) dan kerusakan sumber daya alam.

b) Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.

c) Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam menghadapi serta mengurangi dampak/risiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman.

Pertimbangan dalam Menyusun Program Mitigasi (khususnya di Indonesia):

a) Mitigasi bencana harus diintegrasikan dengan proses pembangunan

b) Fokus bukan hanya dalam mitigasi bencana tapi juga pendidikan, pangan, tenaga kerja, perumahan dan kebutuhan dasar lainnya.

c) Sinkron terhadap kondisi sosial, budaya serta ekonomi setempat

d) Dalam sektor informal, ditekankan bagaimana meningkatkan kapasitas masyarakat untuk membuat keputusan, menolong diri sendiri dan membangun sendiri.

e) Menggunakan sumber daya dan daya lokal (sesuai prinsip desentralisasi)

f) Mempelajari pengembangan konstruksi rumah yang aman bagi golongan masyarakat kurang mampu, dan pilihan subsidi biaya tambahan membangun rumah.

g) Mempelajari teknik merombak (pola dan struktur) pemukiman.

h) Mempelajari tata guna lahan untuk melindungi masyarakat yang tinggal di daerah yang rentan bencana dan kerugian, baik secara sosial, ekonomi, maupun implikasi politik.

i) Mudah dimengerti dan diikuti oleh masyarakat.

Bahaya-bahaya dan Pengaruh-pengaruhnya[sunting | sunting sumber]

Bagian paling kritis dari Pelaksanaan mitigasi adalah pemahaman penuh akan sifat bencana. Dalam setiap negara dan dalam setiap daerah, tipe bahaya-bahaya yang dihadapi berbeda-beda. Beberapa negara rentan terhadap banjir, yang lain mempunyai sejarah-sejarah tentang kerusakan badai tropis, dan yang lain dikenal sebagai daerah gempa bumi. Kebanyakan negara rentan terhadap beberapa kombinasi dari berbagai bahaya dan semua menghadapi kemungkinan bencana-bencana teknologi sebagai akibat kemajuan pembangunan industri. Pengaruh dari bahaya-bahaya yang mungkin muncl dan kerusakan yang mungkin diakibatkan tergatung pada apa yang ada di daerah itu. Pemahaman dari bahaya-bahaya alam dan proses-proses yang menyebabkan bahaya-bahaya itu adalah tanggung jawab dari para ahli seismologi, vulkanologi, klimatologi, hidrologi dan para ilmuwan lainnya. Pengaruh dari bahaya alam terhadap bangunan-bangunan dan lingkungan buatan manusia merupakan bahan kajian dari para insinyur dan para ahli risiko. Kematian dan luka yang disebabkan oleh bencana-bencana dan konsekuensi-konsekuensi dari kerusakan sehubungan dengan gangguan masyarakat dan dampak-dampaknya terhadap ekonomi menjadi bidang penelitian bagi para praktisi medis, ekonomi dan ilmu social, ilmu pengetahuan masih relative muda, contohnya, sebagian besar catatan dari gempa yang menimbulkan kerusakan dengan menggunakan instrumen-instrumen pembaca gerakan kuat diperoleh kurang lebih tiga puluh delapan tahun yang lalu, dan hanya semenjak adanya foto satelit badai-badai ropis sudah bisa secara rutin melacak. Pemahaman bahaya-bahaya mencakup tentang:

a) Bagaimana bahaya itu muncul

b) Kemungkinan terjadi dan besarnya

c) Mekanisme fisik kerusakan

d) Elemen-elemen dan aktivitas-aktivitas yang paling rentan terhadap pengaruh-pengaruhnya.

e) Konsekuensi-konsekuensi kerusakan

Kebijakan dan Strategi Mitigasi Bencana[sunting | sunting sumber]

1.Kebijakan

Berbagai kebijakan yang perlu ditempuh dalam mitigasi bencana antara lain:

1) Dalam setiap upaya mitigasi bencana perlu membangun persepsi yang sama bagi semua pihak baik jajaran aparat pemerintah maupun segenap unsur masyarakat yang ketentuan langkahnya diatur dalam pedoman umum, petunjuk pelaksanaan dan prosedur tetap yang dikeluarkan oleh instansi yang bersangkutan sesuai dengan bidang tugas unit masing-masing.

2) Pelaksanaan mitigasi bencana dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinir yang melibatkan seluruh potensi pemerintah dan masyarakat.

3) Upaya preventif harus diutamakan agar kerusakan dan korban jiwa dapat diminimalkan.

4) Penggalangan kekuatan melalui kerjasama dengan semua pihak, melalui pemberdayaan masyarakat serta kampanye.

2. Strategi

Untuk melaksanakan kebijakan dikembangkan beberapa strategi sebagai berikut:

1) Pemetaan.

Langkah pertama dalam strategi mitigasi ialah melakukan pemetaan daerah rawan bencana. Pada saat ini berbagai sektor telah mengembangkan peta rawan bencana. Peta rawan bencana tersebut sangat berguna bagi pengambil keputusan terutama dalam antisipasi kejadian bencana alam. Meskipun demikian sampai saat ini penggunaan peta ini belum dioptimalkan. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, diantaranya adalah:

a. Belum seluruh wilayah di Indonesia telah dipetakan

b. Peta yang dihasilkan belum tersosialisasi dengan baik

c.Peta bencana belum terintegrasi

d.Peta bencana yang dibuat memakai peta dasar yang berbeda beda sehingga menyulitkan dalam proses integrasinya.

2) Pemantauan.

Dengan mengetahui tingkat kerawanan secara dini, maka dapat dilakukan antisipasi jika sewaktu-waktu terjadi bencana, sehingga akan dengan mudah melakukan penyelamatan. Pemantauan di daerah vital dan strategis secara jasa dan ekonomi dilakukan di beberapa kawasan rawan bencana.

3) Penyebaran informasi

Penyebaran informasi dilakukan antara lain dengan cara: memberikan poster dan leaflet kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi seluruh Indonesia yang rawan bencana, tentang tata cara mengenali, mencegah dan penanganan bencana. Memberikan informasi ke media cetak dan elektronik tentang kebencanaan adalah salah satu cara penyebaran informasi dengan tujuan meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana geologi di suatu kawasan tertentu. Koordinasi pemerintah daerah dalam hal penyebaran informasi diperlukan mengingat Indonesia sangat luas.

4) Sosialisasi dan Penyuluhan

Sosialisasi dan penyuluhan tentang segala aspek kebencanaan kepada SATKOR-LAK PB, SATLAK PB, dan masyarakat bertujuan meningkatkan kewaspadaan dan kesiapan menghadapi bencana jika sewaktu-waktu terjadi. Hal penting yang perlu diketahui masyarakat dan Pemerintah Daerah ialah mengenai hidup harmonis dengan alam di daerah bencana, apa yang perlu ditakukan dan dihindarkan di daerah rawan bencana, dan mengetahui cara menyelamatkan diri jika terjadi bencana.

5) Pelatihan/Pendidikan

Pelatihan difokuskan kepada tata cara pengungsian dan penyelamatan jika terjadi bencana. Tujuan latihan lebih ditekankan pada alur informasi dari petugas lapangan, pejabat teknis, SATKORLAK PB, SATLAK PB dan masyarakat sampai ke tingkat pengungsian dan penyelamatan korban bencana. Dengan pelatihan ini terbentuk kesiagaan tinggi menghadapi bencana akan terbentuk.

6) Peringatan Dini

Peringatan dini dimaksudkan untuk memberitahukan tingkat kegiatan hasil pengamatan secara kontinu di suatu daerah rawan dengan tujuan agar persiapan secara dini dapat dilakukan guna mengantisipasi jika sewaktu—waktu terjadi bencana. Peringatan dini tersebut disosialisasikan kepada masyarakat melalui pemerintah daerah dengan tujuan memberikan kesadaran masyarakat dalam menghindarkan diri dari bencana. Peringatan dini dan hasil pemantauan daerah rawan bencana berupa saran teknis dapat berupa antana lain pengalihan jalur jalan (sementara atau seterusnya), pengungsian dan atau relokasi, dan saran penanganan lainnya.

Manajemen Mitigasi Bencana[sunting | sunting sumber]

a) Penguatan institusi penanganan bencana.

b) Meningatkan kemampuan tanggap darurat.

c) Meningkatkan kepedulian dan kesiapan masyarakat pada masalah-masalah yang berhubungan dengan risiko bencana.

d) Meningkatkan keamanan terhadap bencana pada sistem infrastruktur dan utilitas.

e) Meningkatkan keamanan tehadap bencana pada bangunan strategis dan penting.

f) Meningkatkan keamanan terhadap bencana daerah perumahan dan fasilitas umum.

g) Meningkatkan keamanan terhadap bencana pada bangunan industri.

h) Meningkatkan keamanan terhadap bencana pada bangunan sekolah dan anak-anak sekolah.

i) Memperhatikan keamanan terhadap bencana dan kaidah-kaidah bangunan tahan gempa dan tsunami serta banjir dalam proses pembuatan konstruksi baru.

j) Meningkatkan pengetahuan para ahli mengenai fenomena bencana, kerentanan terhadap bencana dan teknik-teknik mitigasi.

k) Memasukkan prosedur kajian risiko bencana kedalam perencanaan tata ruang/ tata guna lahan.

l) Meningkatkan kemampuan pemulihan masyarakat dalam jangka panjang setelah terjadi bencana.

Kegiatan mitigasi[sunting | sunting sumber]

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana dapat berupa kebakaran, tsunami, gempa bumi, letusan gunung api, banjir, longsor, badai tropis, dan lainnya. Oleh karena itu peran mitigasi bencana sangat diperlukan agar dapat mengurangi dampak dari bencana yang terjadi. Adapun beberapa Kegiatan mitigasi bencana di antaranya:

1. pengenalan dan pemantauan risiko bencana;

2. perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;

3. pengembangan budaya sadar bencana;

4. penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana;

5. identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana;

6. pemantauan terhadap pengelolaan sumber daya alam;

7. pemantauan terhadap penggunaan teknologi tinggi;

8. pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup

9. kegiatan mitigasi bencana lainnya. Robot sebagai perangkat bantu manusia, dapat dikembangkan untuk turut melakukan mitigasi bencana. Robot mitigasi bencana bekerja untuk mengurangi risiko terjadinya bencana.

Contoh robot mitigasi bencana diantaranya:

a. robot pencegah kebakaran b. robot pendeteksi tsunami c. robot patroli/pemantau rumah atau gedung d. robot pemantau gunung api e. robot penghijauan e. robot pembersih sungai f. robot assistant untuk penyuluhan bencana g. robot mitigasi bencana lainnya

Berdasarkan siklus waktunya, kegiatan penanganan bencana dapat dibagi 4 kategori:

1. kegiatan sebelum bencana terjadi (mitigasi) 2. kegiatan saat bencana terjadi (perlindungan dan evakuasi) 3. kegiatan tepat setelah bencana terjadi (pencarian dan penyelamatan) 4. kegiatan pasca bencana (pemulihan/penyembuhan dan perbaikan/rehabilitasi) Bila dilihat dari defisini, mitigasi berarti kegiatan yang dilakukan sebelum bencana terjadi, untuk mencegah atau mengurangi dampak risiko bencana. Kegiatan yang bersifat preventif masuk kategori pertama (mitigasi). Sementara kuratif (penyembuhan) masuk dalam kategori 4, kegiatan pasca bencana. Untuk PRC2013, robot yang dikompetiskan dapat mencakup rasamitigasi yang diperluas.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam Mitigasi Bencana.[sunting | sunting sumber]

a) Bencana Banjir

Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana banjir antara lain:

1) Pengawasan penggunaan lahan dan perencanaan lokasi untuk menempatkan fasilitas vital yang rentan terhadap banjir pada daerah yang aman.

2) Penyesuaian desain bangunan di daerah banjir harus tahan terhadap banjir dan dibuat bertingkat.

3) Pembangunan infrastruktur harus kedap air.

4) Pembangunan tembok penahan dan tanggul disepanjang sungai, tembok laut sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami akan sangat membantu untuk mengurangi bencana banjir.

5) Pembersihan sedimen.

6) Pembangunan pembuatan saluran drainase.

7) Peningkatan kewaspadaan di daerah dataran banjir.

8) Desain bangunan rumah tahan banjir (material tahan air, fondasi kuat)

9) Meningkatkan kewaspadaan terhadap penggundulan hutan.

10) Pelatihan tentang kewaspadaan banjir seperti cara penyimpanan/pergudangan perbekalan, tempat istirahat/ tidur di tempat yang aman (daerah yang tinggi).

b) Bencana Tanah Longsor

Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana tanah longsor antara lain:

1) Pembangunan permukiman dan fasilitas utama lainnya menghindari daerah rawan bencana.

2) Menyarankan relokasi.

3) Menyarankan pembangunan pondasi tiang pancang untuk menghindari bahaya liquefaction

4) Menyarankan pembangunan pondasi yang menyatu, untuk menghindari penurunan yang tidak seragam (differential settlement).

5) Menyarankan pembangunan utilitas yang ada di dalam tanah harus bersifat fleksibel.

6) Mengurangi tingkat keterjalan lereng.

c) Bencana Gunung Berapi

Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana Gunung Api antara lain:

1) Perencanaan lokasi pemanfaatan lahan untuk aktivitas penting harus jauh atau di luar dari kawasan rawan bencana.

2) Hindari tempat-tempat yang memiliki kecenderungan untuk dialiri lava dan atau lahan

3) Perkenalkan struktur bangunan tahan api.

4) Penerapan desain bangunan yang tahan terhadap tambahan beban akibat abu gunung api

5) Membuat barak pengungsian yang permanen, terutama di sekitar gunung api yang sering meletus, misalnya G.Merapi (DIY, Jateng), G. Semeru (Jatim), G. Karangetang (Sulawesi Utara) dsb.

6) Mensosialisasikan kepada masyarakat yang bermukim di sekitar gunung api harus mengetahui posisi tempat tinggalnya pada Peta kawasan Rawan Bencana Gunung api (penyuluhan).

7) Mensosialisasikan kepada masyarakat yang bermukim di sekitar gunung api hendaknya paham cara menghindar dan tindakan yang harus dilakukan ketika terjadi letusan gunung api (penyuluhan)

8) Mensosialisasikan kepada masyarakat agar paham arti dari peringatan dini yang diberikan oleh aparat/Pengamat Gunung api (penyuluhan).

9) Mensosialisasikan kepada masyarakat agar bersedia melakukan koordinasi dengan aparat/Pengamat Gunung api.

d) Bencana Gempa Bumi

Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana Gempa Bumi antara lain:

1) Memastikan bangunan harus dibangun dengan konstruksi tahan getaran/gempa.

2) Memastikan perkuatan bangunan dengan mengikuti standard kualitas bangunan.

3) Pembangunan fasilitas umum dengan standard kualitas yang tinggi.

4) Memastikan kekuatan bangunan-bangunan vital yang telah ada.

5) Rencanakan penempatan pemukiman untuk mengurangi tingkat kepadatan hunian di daerah rawan bencana.

e) Bencana Tsunami

Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain: 1) Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan tenhadap bahaya tsunami. 2) Pendidikan kepada masyarakat tentang karakteristik dan pengenalan bahaya tsunami. 3) Pembangunan tsunami Early Warning System. 4) Pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai yang berisiko. 5) Penanaman mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai meredam gaya air tsunami. 6) Pembangunan tempat-tempat evakuasi yang aman di sekitar daerah pemukiman. Tempat/ bangunan ini harus cukup tinggi dan mudah diakses untuk menghidari ketinggian tsunami.

f) Bencana Kebakaran

Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain: 1) Pembuatan dan sosialisasi kebijakan Pencegahan dan Penanganan Kebakaran. 2) Peningkatan penegakan hukum. 3) Pembentukan pasukan pemadaman kebakaran khususnya untuk penanganan kebakaran secara dini. 4) Pembuatan waduk-waduk kecil, Bak penampungan air dan Hydran untuk pemadaman api. 5) Melakukan pengawasan pembakaran lahan untuk pembukaan lahan secara ketat. 6) Melakukan penanaman kembali daerah yang telah terbakar dengan tanaman yang heterogen. 7) Meningkatkan partisipasi aktif dalam pemadaman awal kebakaran di daerahnya.

g) Bencana Kekeringan

Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain: 1) Perlu melakukan pengelolaan air secara bijaksana, yaitu dengan mengganti penggunaan air tanah dengan penggunaan air permukaan dengan cara pembuatan waduk, pembuatan saluran distribusi yang efisien. 2) Konservasi tanah dan pengurangan tingkat erosi dengan pembuatan check dam, reboisasi. 3) Pengalihan bahan bakar kayu bakar menjadi bahan bakar minyak untuk menghindari penebangan hutan/tanaman. 4) Pendidikan dan pelatihan. 5) Meningkatkan/memperbaiki daerah yang tandus dengan melaksanakan pengelolaan Iahan, pengelolaan hutan, waduk peresapan dan irigasi.

h) Bencana Angin Siklon Tropis

Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain: 1) Memastikan struktur bangunan yang memenuhi syarat teknis untuk mampu bertahan terhadap gaya angin. 2) Penerapan aturan standar bangunan yang memperhitungkan beban angin khususnya di daerah yang rawan angin topan. 3) Penempatan lokasi pembangunan fasilitas yang penting pada daerah yang terlindung dari serangan angin topan. 4) Penghijauan di bagian atas arah angin untuk meredam gaya angin

i) Bencana Wabah Penyakit

Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain: 1) Menyiapkan masyarakat secara luas termasuk aparat pemerintah khususnya di jajaran kesehatan dan lintas sektor terkait untuk memahami risiko bila wabah terjadi serta bagaimana cara-cara menghadapinya bila suatu wabah terjadi melalui kegiatan sosialisasi yang berkesinambungan. 2) Menyiapkan produk hukum yang memadai untuk mendukung upaya-upaya pencegahan, respon cepat serta penanganan bila wabah terjadi. 3) Menyiapkan infrastruktur untuk upaya penanganan seperti sumberdaya manusia yang profesional, sarana pelayanan kesehatan, sarana komunikasi, transportasi, logistik serta pembiayaan operasional. 4) Upaya penguatan surveilans epidemiologi untuk identifikasi faktor risiko dan menentukan strategi intervensi dan penanganan maupun respon dini di semua jajaran.

j) Bencana Konflik

Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana akibat konflik antara lain: 1) Mendorong peran serta seluruh lapisan masyarakat dalam rangka memelihara stabilitas ketentraman dan ketertiban 2) Mendukung kelangsungan demokratisasi politik dengan keberagaman aspirasi politik, serta di tanamkan moral dan etika budaya politik berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 3) Mengembangkan supremasi hukum dengan menegakkan hukum secara konsisten, berkeadilan dan kejujuran. 4) Meningkatkan pemahaman dan penyadaran serta meningkatnya perlindungan penghormatan, dan penegakkan HAM. 5) Meningkatkan kinerja aparatur negara dalam rangka mewujudkan aparatur negara yang berfungsi melayani masyarakat, profesional, berdayaguna, produktif, transparan, bebas dari KKN.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]