Peristiwa Gejayan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Peristiwa Gejayan, yang dikenal juga sebagai Tragedi Yogyakarta, adalah peristiwa bentrokan berdarah pada Jumat 8 Mei 1998 di daerah Gejayan, Yogyakarta, dalam demonstrasi menuntut reformasi dan turunnya Presiden Soeharto. Bentrokan ini berlangsung hingga malam hari. Kekerasan aparat menyebabkan ratusan korban luka, dan satu orang, Moses Gatutkaca, meninggal dunia.

Peristiwa[sunting | sunting sumber]

Peristiwa ini berawal dari unjuk rasa mahasiswa yang dilakukan beberapa universitas di Yogyakarta pada tanggal 8 Mei 1998.

Pukul 09.00 WIB terjadi demonstrasi di kampus Institut Sains dan Teknologi Akprind serta di Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta. Sementara di kampus Universitas Kristen Duta Wacana juga menyelenggarakan aksi keprihatinan yang berlangsung di Atrium UKDW.

Selesai salat Jumat, Pukul 13.00 WIB, sekitar 5000 mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta melakukan demonstrasi di bundaran kampus UGM. Demonstrasi yang berlangsung dengan tertib tersebut menyampaikan pernyataaan keprihatinan mahasiswa atas kondisi perekonomian saat itu yang dilanda krisis moneter, penolakan Soeharto sebagai presiden kembali, memprotes kenaikan harga-harga, dan mendesak untuk dilaksanakannya reformasi.

Pada saat yang bersamaan siang itu, ratusan lainnya juga melakukan demonstrasi di halaman kampus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan kampus IKIP Negeri Yogyakarta yang lokasinya berseberangan. Di sini para pengunjuk rasa juga memprotes kekerasan aparat yang terjadi pada 5 Mei 1998 (baca: Massa Rakyat Bentrok dengan Aparat ABRI), di lokasi tersebut. Menjelang sore hari mereka ingin bergerak menuju kampus UGM untuk menggabungkan diri melakukan unjuk rasa di sana. Ternyata aparat keamanan tidak mengizinkan dan berhadap-hadapan dengan mahasiswa yang bergabung dengan masyarakat.

Bentrokan meletus sekitar pukul 17.00 WIB. Ratusan petugas keamanan membubarkan secara paksa dengan melakukan penyerbuan yang dibuka oleh panser penyemprot air dan tembakan gas air mata terhadap pengunjuk rasa di depan Hotel Radison yang terletak di pertigaan antara Jl. Gejayan dan Jl. Kolombo. Mahasiswa dan masyarakat melawan aparat dengan batu, petasan dan bahkan bom molotov pada sore itu di sekitar Jalan Gejayan, yang membentang dari perempatan Jalan Padjajaran (Ring Road Utara) hingga perempatan Jalan Adi Sutjipto dan Jalan Urip Sumoharjo. Tempat ini menjadi ajang pertarungan antara pengunjuk rasa dengan aparat yang mencegah mereka bergabung ke UGM.

Aparat secara membabi buta memukuli setiap orang yang ada di lokasi, termasuk pedagang kaki lima dan penduduk setempat. Selama bentrokan berlangsung aparat melakukan pengejaran terhadap mahasiswa hingga memasuki kompleks kampus Sanata Dharma dan IKIP Negeri, sejumlah fasilitas kampus rusak saat petugas memasuki kompleks kampus.

Ketegangan ini terus berlangsung hingga malam harinya. Suasana mencekam dan letusan senjata api masih terdengar hingga pukul 22.00. Sejumlah orang masih berlarian menyelamatkan diri, dan sebagian yang lain masih tertahan dalam kepungan polisi dan tentara. Massa yang terkepung ini diisolir secara ketat, dengan menutup jalan-jalan yang menuju lokasi. Pukul 00.15 WIb, sebuah kendaraan panser kembali menyerbu massa dengan menembakkan gas air mata. Massa mencoba membakar panser tersebut, tetapi gagal. Api hanya terlihat menyala sebentar, kemudian padam kembali.

Korban[sunting | sunting sumber]

Sekitar pukul 21.30 WIB, para mahasiswa sedang berada di posko PMI di Sanata Dharma, menyaksikan orang berlarian dikejar aparat keamanan dan mendengar suara orang mengaduh di lokasi yang berjarak sekitar 50 meter dari Posko PMI tersebut. Setengah jam kemudian, ketika suasana sudah tenang kembali, petugas PMI mendatangi lokasi orang mengaduh tadi, dan mendapati seseorang sedang sekarat di jalan. Ia tidak lagi bicara, tangannya patah menelikung ke belakang. Dan kepalanya sudah tak berbentuk. Dari telinga dan hidungnya darah segar terus menerus mengalir. Ketika dibawa ke rumah sakit Panti Rapih, ia tewas dalam perjalanan. Dari identitas di dalam dompetnya, diketahui ia adalah Moses Gatutkaca.

Sementara seorang bernama Slamet, warga Bantul juga mengalami gegar otak berat di RS Panti Rapih. Seorang mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta bernama Arief, juga mengalami luka-luka di sekujur tubuh, setelah dianiaya aparat, ia sempat dirawat di RS Panti Rapih. Seorang yang lain dirawat di RS Bethesda, belum terhitung yang dirawat di rumah sakit lain.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]