Pembicaraan:Reinkarnasi

Konten halaman tidak didukung dalam bahasa lain.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
ProyekWiki Buddha  
Ikon ProyekWiki
Artikel berada dalam lingkup ProyekWiki Buddha, sebuah upaya untuk mendorong penyusunan yang lebih baik, distribusi isi, rujukan silang antar halaman yang berhubungan dengan Buddhisme. Silakan ikut serta dengan menyunting artikel Reinkarnasi, atau mengunjungi halaman proyek untuk keterangan lebih lanjut.
 ???  Artikel ini belum dinilai pada skala kualitas proyek.
 

Reincar-incarnate yang di Indonesiakan menjadi Reinkarnasi secara harfiah artinya memperoleh (tubuh) daging lagi. Meskipun banyak di gunakan sebagai suatu konsep aktualisasi kembali, sesungguhnya reinkarnasi merupakan evolusi konsep penalaran manusia setelah penalaran monoteisme yang meyakini wujud Yang Maha Tinggi, dan Maha Esa dan rasionalitas dengan sebab-akibat. Karena itu dalam tulisan ini saya sebut reinkarnasi merupakan hasil penalaran akal manusis ketika melihat sutau kenyataan yang masih tidak pasti bahkan tersamarkan. Disebut tidak pasti dan tersamarkan karena kita tidak tahu persis apa yang terjadi seperti halnya kita tidak tahu mau kemana setelah kematian. Kecuali Anda mengaku-ngaku telah menjadi wadah reinkarnasi ini atau itu, maka konsep reinkarnasi sejatinya konsep penalaran yang subyektif-personal. Sama halnya dengan pertanyaan, kemana setelah mati? Apa yang terjadi setelah hembusan nafas terakhir dicabut?

Nalar reinkarnasi, sedikit lebih maju dibanding nalar satu langkah sebab-akibat. Meskipun demikian nalar reinkarnasi nampaknya berasal dari nalar monoteisme, namun mengalami suatu reduksi dan distorsi akibat pengaruh zaman purba. Bahkan bisa diduga kalau nalar reinkarnasi berasal dari nalar monoteisme. Sebagai contoh bagaimana ajaran monoteisme bisa terdistorsi bisa kita lihat dari sejarah Nabi Idris a.s. yang dikaji oleh Prof. Adil Thaha Yunus. Menurut kajian Prof. Adil Thaha Yunus dalam buku “Jejak-jejak Utusan Allah”, Ajaran Nabi Idris a.s. di Mesir yang mengatakan adanya Hari Kebangkitan setelah kematian mengalami distorsi setelah Nabi Idris a.s. wafat, atau menurut Al Qur’an diangkat ke langit “Dan kami telah mengangkatnya disuatu tempat yang tinggi...” (QS 19:57). Banyak orang yang akhirnya membuat cerita mitos dan menjadikan Nabi Idris a.s. sebagai Dewa. Bahkan, menurut seorang peneliti Mesir, Nabi Idris a.s. tidak lain adalah Osiris (4350-4250 SM), seorang raja yang memerintah Mesir sebelum Zaman Besi. Setelah kematian Osiris, baru kemudian muncul pengkultusan karena keberhasilan Osiris memimpin Mesir, sampai akhirnya menjadikannya sebagai Dewa Osiris dan kemudian mitos ini diteruskan dari generasi ke generasi sampai era Nabi Yusuf a.s (1745-1635 SM).

Distorsi suatu ajaran sepanjang kurun sejarah manusia memang sepertinya menjadi suatu sunnatullah, sesuai dengan karakter manusia yang dipengaruhi banyak aspek seperti kekuasaan, kemewahan, atau pengkultusan. Dalam ajaran Nabi Idris a.s., konsep-konsep kebangkitan setelah kematian, pahala dan siksa merupakan konsep-konsep awal monoteisme yang mudah sekali didistorsikan menjadi berbagai keyakinan baru sesuai dengan kepentingan dan motif penganutnya. Demikian juga siklus reinkarnasi, diperkirakan merupakan distorsi dari keyakinan aslinya yang monoteisme dimana terjadi kebangkitan setelah kematian, namun tanpa pahala dan siksa. Tetapi terlebih dulu melalui siklus pembersihan atau penyucian. Sampai akhirnya muncul pengertian re-inkarnasi yang secara harfiah disebut secara harfiah artinya memperoleh (tubuh) daging lagi.

Hal yang sama terjadi juga dalam era filsafat Yunani ketika diperkenalkan gagasan kekekalan. Gagasan kekekalan dalam filsafat-filsafat Yunani atau raja-raja kuno, dapat diselewengkan karena ketidaktahuannya atau karena kepentingan-kepentingan yang sifatnya keduniawian atau materialistis. Misalnya untuk kelanggengan kekuasaan sekelompok suku maupun kekuasan agama (maksudnya sekelompok oknum penguasa agama). Akibat pendistorsian pemahaman ini, maka dapat muncul suatu keyakinan lain bahwa mereka yang meninggal kembali lagi ke dunia dalam bentuk-bentuk yang lain, lahirlah pemikiran tentang penyucian jiwa berkesinambungan sampai hari kiamat tiba. Nalar reinkarnasi model Yunani ini kemudian dikembangkan oleh Phytagoras (530 SM) sebagai salah satu ide filsafatnya.

Penalaran yang serupa juga muncul di dunia modern dalam jargon yang lebih “marketable” yaitu “kebebasan”, padahal tidak ada kebebasan yang mutlak selama kita masih mempunyai akal pikiran yang hanya setuju dengan dasar-dasar geometri, bilangan dan huruf yang terbatas yaitu 10 bilangan dan 28/26 huruf. Jadi seorang pengarang atau penyair pun tidak bebas, demikian juga Nabi Muhammad SAW ketika menerima Pesan-pesan Ilahi tidak bebas mengungkapkannya karena terikat pada sistem ilmu pengetahuan, kemampuan daya pikir masyarakat saat itu, maupun beberapa batasan lainnya. Kendati demikian, Wahyu Ilahi mengandung berbagai makna yang bertingkat-tingkat sesuai dengan kondisi masing-masing orang yang memahami dan mengimplementasikannya sehingga sepanjang sejarah manusia penafsiran al-Qur’an menjadi sedemikian banyaknya.

Jadi, tak ada kekebasan yang absolut bagi manusia yang berakal pikiran dengan pedoman yang benar seperti halnya seorang pelukis akan terikat oleh luas kanvasnya, dan warna-warni catnya. Ekspresinya yang dituangkan diatas kanvas adalah ekspresi yang dimunculkan karena keterbatasan yang memang sudah menjadi ditentukannya. Demikian juga Tuhan menciptakan makhluk dengan suatu batasan dan keterukuran karena tanpa batasan demikian yang namanya makhluk tak pernah ada dan Tuhan “Ada” dalam Kekekalan-Nya yang Mandiri. “Kebebasan” adalah jargon kaum utopis dan hipokrit yang serupa dengan gagasan tentang utopia “Kekekalan” yang diimpikan oleh makhluk yang kita sebut sebagai Iblis dan Setan yang gagal memaknai arti dirinya sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan Yang Esa (QS 18:51).

Pada akhirnya, dapat saya simpulkan bahwa nalar reinkarnasi sedikit banyak merupakan hasil distorsi atas ingatan primordial monoteisme. Reinkarnasi yang kemudian digali kembali oleh alam pikiran Yunani yaitu oleh Phytagoras kemudian dikukuhkan dengan kepercayaan akan siklus keabadian jiwa sampai tersucikan. Seseorang akan menjelma menjadi kodok, gajah, kadal atau makhluk lainnya tergantung kepada kehidupannya di dunia (sebab -akibat di dnia yang sama). Jadi, sebenarnya ada suatu sintesa antara nalar sebab-akibat di dalam sangkar ruang-waktu dengan nalar di luar ruang-waktu.

Dalam era filsafat Yunani, Pythagoras mengembangkan konsep pemikiran reinkarnasi secara sistematis. Ia dikenal sebagai filsuf yang juga ahli aritmatika. Bahkan ia mendirikan semacam tarikat keagamaan yang disebut Kaum Phytagoras. Mereka diam dan menyisihkan diri dari masyarakat dan hidup selalu dengan amal ibadat. Tujuan kaum Phytagoras ini adalah mendidik kebatinan dengan menyucikan ruh.

Menurut keyakinan Phytagoras, manusia berasal dari Tuhan; jiwa jatuh ke dunia karena berdosa, oleh karena itu dia akan kembali kepada Tuhan. Namun sebelum kembali ia harus benar-benar suci, sehingga diperlukan proses penyucian terus menerus dalam bentuk perpindahan jiwa dari makhluk yang sekarang menjadi makhluk yang lainnya. Misalnya jiwa seseorang setelah mati akan beralih menghuni wujud seekor tikus, kucing, anjing, kadal, dan bentuk-bentuk makhluk lainnya. Masalahnya, ketika seseorang kemudian menjadi seekor binatang atau benda-benda keramat maka akan sulit menilai apakah ruh yang bereinkarnasi itu layak dinilai atau tidak perbuatannya.

Dalam pengertian monoteisme, tindakan binatang atau bebatuan tidak dikenai hukum syariat, artinya semua aktivitasnya tidak akan diberi nilai sebagai suatu amal baik atau buruk. Jadi kalau kita ikuti terus dengan penalaran monoteisme maka seseorang yang bereinkarnasi menjadi kodok akan tetap menjadi kodok selamanya karena perbuatannya tidak diperhitungkan lagi sebagai suatu amal yang diberi nilai sebagai suatu pahala. Dalam arti khusus, makna yang dipahami manusia tidak sebanding dengan makna yang dipahami seekor kodok. Kalau tidak demikian maka tidak ada hukum keseimbangan harmonis karena manusia akan menilai kodok dengan ukuran kemanusiaannya dan kodok akan menilai manusia dengan ukuran kekodokannya. Kalau kita percaya hal demikian maka siap-siaplah kita pun akan diprotes di hadapan al-Mizan dan akan masuk neraka semua karena makhluk lainnya tidak rela telah menjadi santapan kita. Pada akhirnya reinkarnasi akan berakhir dalam dunia perkodokan dengan pengetahuan yang hanya dipahami oleh golongan kodok saja.

Reinkarnasi akan meyakini suatu siklus tanpa henti entah sampai kapan. Urutan proses berfikirnya menjadi :

Sebab Absolut --> akibat 0 --> Sebab di sangkar Kesadaran Ruang Waktu (KRW) --> Akibat KRW --> Barzakh --> Sebab KRW --> Akibat KRW --> Barzakh -->……Akibat 1

Terjadi siklus sebab – akibat yang tidak berkesudahan sampai manusia benar-benar disucikan. Hanya saja, kapan manusia itu menjadi suci menjadi kabur kecuali bersandar pada keyakinan bahwa siklus tersebut berhenti sampai hari kiamat tiba. Kalau kita mengikuti alur reinkarnasi, maka menjadi sedikit aneh karena tujuan penciptaan menjadi tanpa makna.

Pertanyaan untuk menjawab untuk apa alam semesta diciptakan akan berakhir pada kesia-siaan, karena tidak ada bedanya antara yang percaya bahwa Tuhan itu ada atau tidak. Disini, tidak ada proses pembelajaran dan implementasi pengetahuan hakiki baik yang berhubungan dengan sosial kemasyarakatan, pengelolaan alam, maupun hubungan yang benar antara makhluk dengan Tuhan Yang Maha Esa, yang terjadi adalah individualisasi asketik yang akan berakhir pada ilusi kesombongan diri yang suci yang akhirny ajatuh pada materialisme kekeluargaan yang berlebihan bahkan sampai munculnya kasta-kasta.

Kalau sudah demikian maka Tuhan pun tidak menjadi Rabbul ‘Aalamin tetapi menjadi terlihat sangat dzalim dan bodoh karena tidak mampu mendesain makhluk yang mampu memberikan makna hakiki dengan Diri-Nya sebagai Tuhan Yang Esa. Pada akhirnya, yang muncul malah benih-benih penyakit yang menjebloskan Iblis dalam ilusi merasa diri paling suci sehingga ia menolak perintah Tuhannya. Dengan penalaran reinkarnasi, manusia pun akhirnya menduga bahwa untuk mencapai akibat 1 (surga) adalah dengan melakukan penyucian total alias menjadi asketik sama sekali; melepaskan diri dari jalinan sosial dengan masyarakat kebanyakan.

Dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya penalaran reinkarnasi lahir dari ilusi materialistik baik berupa kesucian diri, kekuasaan, maupun hasrat keduniawian lainnya. Misalnya, keengganan untuk melepaskan atribut-atribut materialistik yang pernah dimilikinya seperti kekuasaan sebagai raja atau keistimewan-keistimewaan tertentu sebagai pemegang otoritas keagamaan. Selain itu, ketidaktahuan secara utuh akan apa yang ada di luar ruang-waktu yang sebenarnya dan penyelewengan atas keyakinan karena motif-motif tertentu dapat melahirkan pola berfikir akan keabadian, atau ingin melanggengkan keistimewaannya sebagai pemegang otoritas yang dilimpahi kemewahan, dan demikian juga ilusi tentang kebebasan mutlak dirinya. Sampai akhirnya, pada titik terjauhnya pola pikir yang terdistorsi akan mengarahkan manusia pada pengkultusan berlebihan sampai penuhanan manusia seperti kasus Firaun di Mesir, Hitler di jerman, Polpot di Kamboja dan berbagai tempat lainnya di dunia yang melahirkan kisah sedih tentang “Perang dan Damai”.

Dalam formatnya yang paling menipu manusia, penalaran reinkarnasi akan mengira kalau ruh manusia dikatakan bisa gentayangan menjadi memedi, hantu, kuntilanak, kolong wewe, dan bentuk-bentuk menakutkan lainnya. Dalam perkembangannya, faham Phytagoras ini pun akhirnya mengalami banyak distorsi juga dari murid-muridnya sendiri, karena sejak awal ajarannya tidak terdokumentasikan secara tertulis dengan baik. Bahkan beberapa muridnya akhirnya mengkultuskan Phytagoras dan mengatakannya sebagai dewa. Sejarah keberagamaan atau suatu keyakinan pada akhirnya dipenuhi mitos-mitos dan legenda-legenda karena tidak terdokumentasi dengan baik, pemahaman yang tidak utuh, keterikatannya kepada keduniawian, dan terlalu mengkultuskan individu karena tidak mampu mencerna suatu ajaran dengan benar [41].

Sumber E-book Release 2005: Atmonadi, “Kun fa yakuun : mengenal Diri Mengenal Ilahi”, volume1, http://www.ahha124/kfyk/volume1.pdf

Untuk diskusi tentang reinkarnasi silahkan kunjungi : http://tasawuf.multiply.com/journal/item/87/Mengapa_Manusia_Alami_Reinkarnasi

Maksudnya Apa?????[sunting sumber]

Saya benar-benar tidak mengerti apa maksud dari tulisan di atas. Anda menyerang artikel Reinkarnasi dengan menggunakan dalil-dalil agama yang Anda anut. Apakah penulisan artikel reinkarnasi mengusik ketenangan hidup Anda? Apakah keberadaan artikel ini mengganggu stabilitas kehidupan Anda?

Perlu untuk kita cermati bersama bahwa Wikipedia bukanlah milik golongan tertentu. Wikipedia Indonesia menyajikan berbagai artikel dari berbagai agama, bangsa, suku, kebudayaan, dan sebagainya. Wikipedia memberikan kita informasi mengenai berbagai macam hal, dengan berbagai tema. Artikel-artikel yang bertemakan keagamaan hendaknya jangan diusik oleh penganut agama lain, karena hal ini sesuatu hal yang sangat rawan.

Saya bukan penganut Hindu. Saya juga bukan penganut Buddha. Saya sama seperti Anda, terlahir dalam keluarga yang beragama Islam. Kalau saya mengajukan pertanyaan dapatkah Anda menjawabnya? Mengapa saya dan Anda lahir di keluarga Islam, sedangkan orang lain lahir di keluarga Hindu, Kristen, Buddha, Sikh, Yahudi, Jain, Shinto, atau Konghucu?, Apakah semua itu sudah menjadi kehendak Tuhan? Kalau hanya agama tertentu saja yang dijamin masuk surga, lalu di mana keadilan Tuhan? Kasihan orang lain yang lahir dari keluarga yang tidak menganut agama tersebut, dong?

Agama adalah wilayah pribadi. Keyakinan spiritual bersifat individu, bukan kolektif. Tuhan ibarat api yang menyala, dan kita ini ibarat serangga yang berusaha terbang mendekatinya. Apakah hanya serangga dari golongan tertentu saja yang merasakan kehangatan-Nya? Matahari saja menyinari seisi dunia tanpa pandang bulu. Mengapa Tuhan tidak?

Reinkarnasi adalah konsep keyakinan yang sangat dipercaya kebenarannya oleh penganut agama Timur, misalnya Hindu, Buddha, Kong Hucu, dan Tao. Di Asia konsep tentang reinkarnasi masih bersifat tabu karena berbenturan dengan dogma-dogma yang berkembang. Sementara itu di Barat, misalnya Eropa dan Amerika, penelitian tentang reinkarnasi telah mengalami kemajuan pesat, bahkan menjadi mata kuliah yang diajarkan dalam fakultas-fakultas psikologi di beberapa perguruan tinggi ternama.

Umat tertentu meyakini bahwa kehidupan bersifat linier, seperti garis lurus. Lahir, mati, dan masuk alam baqa. Sementara umat lain memercayai kalau kehidupan bersifat siklus, lahir-mati-lahir-mati berulang-ulang. Manakah yang benar? Tentu setiap penganut meyakini kalau keyakinannya yang paling benar, seolah-olah mereka mengetahui dengan pasti Kebenaran Sejati. Tapi, bukankah Kebenaran Sejati itu milik Tuhan semata? Apakah semua ilmu Tuhan kita ketahui? Hanya mengandalkan dalil-dalil yang tidak dipahami secara utuh, membuat kita merasa sudah mengetahui semua rahasia Alam Semesta. Kita merasa sudah mengetahui Kebenaran Sejati. Kita merasa sudah mengetahui semua ilmu yang dimiliki Tuhan. Kalau begitu percuma dong kalau kita selalu menyebut "Tuhan Maha Besar" setiap hari, kalau Kebesaran-Nya berhasil kita ukur. Kalau begitu Tuhan sudah tidak Maha Besar lagi, karena rahasia-Nya sudah kita ketahui.

Apakah kehidupan itu bersifat siklus ataukah linier? Mana di antara keduanya yang benar, itu semua adalah rahasia Tuhan Yang Maha Besar dan Maha Pandai. Kalau selama ini masih ada orang yang tidak memercayai salah satu di antara keduanya, memang itu semua sudah kodrat alam. itu semua memang bagian dari rencana Tuhan.

Bagi saya tidak penting keyakinan siapa yang paling benar, karena keyakinan adalah hak individu setiap manusia yang bernyawa. Yang penting adalah bagaimana cara kita yang masih hidup ini untuk bisa memakmurkan bumi. Bagaimana caranya supaya manusia itu bisa menjadi khalifat fil ardhi. Bagaimana supaya kita bisa menjadi rahmatan lil alamin. Bagaimana cara kita supaya selalu Memayu Hayuning Bawono. Itu semua jauh lebih penting daripada usaha-usaha untuk menyerang keyakinan orang lain yang bisa menimbulkan reaksi pembalasan.

Saya tidak perlu bicara panjang lebar mengenai reinkarnasi (karena di sini sifatnya tabu). Saya seorang Muslim yang menganut prinsip Lakum dinukum wa liyaddin. Saya berusaha menghargai agama orang lain. Saya tidak mau merendahkan agama orang lain, karena saya sendiri pasti sakit hati kalau agama saya direndahkan orang lain.

Perlu saya sampaikan sekali lagi, bahwa Wikipedia bukan ajang untuk saling menyalahkan, apalagi menyerang keyakinan orang lain. Wikipedia adalah tempat untuk bertukar informasi dengan asas saling menghargai perbedaan. Kita ini hidup dalam bumi yang sama. Betapa naif kalau kita masih berseteru hanya karena masalah beda kepercayaan. Bumi ini mengalami krisis yang harus ditangani bersama, dengan mencampakkan pemikiran-pemikiran yang bisa menciptakan perselisihan. Ibu Pertiwi sedang sakit, jangan diperparah dengan pertikaian!

Sekali lagi saya sampaikan, Jangan merendahkan agama orang lain, karena kita sendiri pasti sakit hati kalau agama kita direndahkan orang lain. Wasalam. Antapurwa (bicara) 08:34, 7 Oktober 2008 (UTC)

External links found that need fixing (Oktober 2023)[sunting sumber]

Hello fellow editors,

I have found one or more external links on Reinkarnasi that are in need of attention. Please take a moment to review the links I found and correct them on the article if necessary. I found the following problems:

When you have finished making the appropriate changes, please visit this simple FaQ for additional information to fix any issues with the URLs mentioned above.

This notice will only be made once for these URLs.

Cheers.—InternetArchiveBot (Melaporkan kesalahan) 14 Oktober 2023 02.15 (UTC)[balas]