Pebangkai

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sarcophaga nodosa, suatu spesies dari lalat daging mendapat makanan dari daging yang membusuk

Pebangkai adalah perilaku makan karnivora dan herbivora dengan si pebangkai mendapatkan makanan dari yang telah mati dan benda-benda membusuk yang ada di habitatnya.[1] Memakan bangkai dari spesies yang sama disebut juga dengan kanibalisme. Pebangkai memainkan peran penting dalam ekosistem dengan mengonsumsi hewan dan tumbuhan yang telah mati. Pengurai dan pemulung mengakhiri proses ini, dengan mengonsumsi sisa-sisa yang ditinggalkan si pebangkai.

Etimologi[sunting | sunting sumber]

Pebangkai atau dalam bahasa Inggris dinamakan dengan scavenger adalah perubahan dari scavager, dari Inggris Pertengahan skawager yang berarti "adat kolektor", dari skawage yang berarti "adat", dari bahasa Prancis Utara Lama escauwage yang berarti "pemeriksaan", dari escauwer yang berarti "memeriksa", dari asal Bahasa Jerman; mirip dengan Bahasa Inggris Kuno scēawian yang berarti "untuk melihat ke", dan bahasa Inggris modern "tampak" (dengan Perubahan semantik).

Hewan-hewan[sunting | sunting sumber]

Gyps fulvus memakan bangkai seekor rusa merah di Spayol

Pebangkai yang terkenal pada hewan termasuk hering, kumbang pengubur, lalat, lebah kuning, burung hantu, dan rakun. Banyak karnivora besar yang umumnya berburu, seperti hiena. Namun ada juga hewan-hewan yang jarang dianggap sebagai pebangkai seperti singa, harimau, dan serigala, tetapi memakan bangkai bila memiliki kesempatan atau menggunakan ukuran badan dan keganasannya untuk mengintimidasi pemburu asli (kecuali macan tutul); di lain sisi, hampir semua pebangkai yang lebih besar dari ukuran serangga akan berburu jika tidak cukup bangkai yang ada, karena ekosistem yang tidak cukup menyediakan hewan-hewan mati sepanjang tahun untuk memberi mereka makan. Anjing dan gagak pebangkai sering kali memanfaatkan hewan yang mati tertabrak di jalan. Pebangkai dari tumbuh-tumbuhan mati termasuk rayap yang membangun sarang di tanah berumput dan kemudian mengumpulkan material tumbuhan mati untuk dikonsumsi di dalam sarang.

Interaksi antara hewan pebangkai dan manusia dapat dilihat pada masa sekarang umumnya di pinggiran kota dengan hewan seperti tupai, kuskus, dan rakun. Di beberapa kota dan desa di Afrika, pebangkaian dari anjing hutan juga banyak terjadi.

Hewan-hewan yang mengonsumsi kotoran, seperti kumbang dung, dikenal juga sebagai koprovora. Hewan-hewan yang mengumpulkan partikel-partikel kecil dari material organ mati baik asalnya dari hewan atau tumbuhan disebut juga detritivora.

Sebagai suatu perilaku manusia[sunting | sunting sumber]

Orang membangkai seekora kuda mati pada masa Perang Dunia II (pada saat akhir dari Pertempuran Berlin, di Manfred-von-Richthofen-Straße di wilayah Tempelhor, 1945

Pada manusia, necrophagy adalah hal yang tabu pada masyarakat umumnya. Ada banyak kejadian-kejadian di dalam sejarah, terutama pada masa perang, dengan necrophagy merupakan suatu perilaku bertahan hidup.

Pada tahun 1950, Louis Binford menyarankan bahwa manusia purba mendapatkan daging dengan memulung, bukan berburu.[2] Pada tahun 2010, Dennis Bramble dan Daniel Lieberman juga mengajukan bahwa manusia purba adalah pebangkai-pebangkai yang menggunakan alat batu untuk mengumpulkan daging dari bangkai dan untuk membuka tulang. Mereka mengatakan bahwa manusia mengkhususkan diri pada berlari jarak-jauh untuk bersaing dengan pebangkai lain untuk mencapai bangkai. Perilaku seperti itu dikatakan sebagai sebuah adaptasi untuk menjamin suatu suplai makanan yang nantinya membuat otak yang besar memungkinkan.

Memakan daging manusia, suatu praktik yang dikenal dengan anthropophagy (dan lebih umum dikenal dengan kanibalisme), sangat tabu hampir di semua kultur.

Pekerjaan[sunting | sunting sumber]

Pebangkai dianggap sebagai suatu pekerjaan dalam Sensus 1911 di Inggris dan Wales. Nama pekerjaan tersebut digunakan untuk mendeskripsikan seseorang yang membersihkan jalanan dan mengangkat sampah, umumnya pekerja pria (pengumpul sampah, petugas kebersihan, atau pembersih jalan pada masa sekarang) dipekerjakan oleh bagian pemerintahan kesehatan publik lokal. Nama itu disebut "scavager" atau "scaveger", seorang petugas yang memperhatikan penerimaan dari bea cukai dan menginspeksi (scavage) barang-barang import. Para "scavager" biasanya ada di bagian City of London menjabat sebagai aleconner atau beadle. Jabatan ini tampaknya juga ditugaskan juga dengan membersihkan jalan, dan nama tersebut menggantikan rakyer lama yang melakukan tugas tersebut.[3]

Pekerjaan ini sangat esensial pada perkotaan yang beroperasi dengan kapasitas tinggi. Pekerjaan mengumpulkan sampah dan profesi memulung membuat populasi perkotaan berlanjut tanpa hambatan dari wabah dan penyakit yang umumnya dibawa oleh tumpukan sampah fisik. Pekerjaan ini adalah yang paling penting sebelum adanya sistem selokan yang berfungsi dan pipa saluran air dalam ruangan.

Galeri[sunting | sunting sumber]

Lihat juga[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Getz, W. (2011). Biomass transformation webs provide a unified approach to consumer–resource modelling. Ecology Letters, DOI:10.1111/j.1461-0248.2010.01566.x.
  2. ^ Binford, Louis. R. (1986) Human ancestors: Changing views of their behavior. Journal of Anthropological Archaeology 3:235-257.
  3. ^ 1911 Encyclopædia Britannica

ISBN [[Special:BookSources/{{{1}}}|{{{1}}}]] Invalid ISBN

  • Merriam-Webster's Dictionary
  • Smith TM, Smith RL (2006) Elements of Ecology. Sixth edition. Benjamin Cummings, San Francisco, CA.
  • Chase, et al. The Scavenger Handbook. Bramblewood Press, Santa Barbara, CA.
  • Rufus, Anneli and Lawson, Kristan. The Scavengers' Manifesto. Tarcher, New York.
  • "Tasmanian devil". Britannica Concise Encyclopedia. Chicago: Encyclopaedia Britannica, 2009. Credo Reference. Web. 17 September 2012.
  • Kruuk, H. Hunter and Hunted: Relationships between Carnivores and People. Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2002. Print.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Templat:Feeding