Pakis haji

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pakis haji atau sikas (Cycas)
Rentang fosil: PaleogenHolosen
Daun dan runjung jantan Cycas revoluta
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Divisi:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Cycadaceae

Persoon
Genus:
Cycas

Species

Lihat bagian Jenis-jenisnya.

Pakis haji (aji) atau populer juga dengan nama sikas adalah sekelompok tumbuhan berbiji terbuka yang tergabung dalam genus pakishaji atau Cycas dan juga merupakan satu-satunya genus dalam suku pakishaji-pakishajian (Cycadaceae). Masyarakat awam di Indonesia mengenal pakis haji dari beberapa spesies yang biasa ditanam di taman-taman menyerupai palem, yaitu C. rumphii, C. javana, dan C. revoluta (sikas jepang).

Pakis haji berhabitus mirip palem, tetapi sebenarnya sangat jauh kekerabatannya. Kemiripan ini berasal dari susunan anak daunnya yang tersusun berpasangan. Semua pakis haji berumah dua (dioecious) sehingga terdapat tumbuhan jantan dan betina. Serbuk sari dihasilkan oleh tumbuhan jantan dari runjung besar yang tumbuh dari ujung batang. Alat betina mirip daun dengan biji-biji tumbuh dari samping. Alat betina tumbuh dari sela-sela ketiak daun. Walaupun ia disebut "pakis", dan daun mudanya juga melingkar sebagaimana pakis sejati, pakis haji sama sekali bukan anggota tumbuhan berspora tersebut.

Tumbuhan betina Cycas circinalis.
Tumbuhan jantan Cycas circinalis.

Akar beberapa jenis pakis haji dapat diinfeksi oleh sejenis Cyanobacteria, Anabaena cycadeae, yang pada gilirannya menguntungkan kedua pihak (simbiosis mutualistis). Akar yang terinfeksi akan membentuk semacam bintil-bintil yang berisi jasad renik tersebut.

Beberapa pakis haji yang besar dapat dimakan bagian teras batangnya, karena mengandung pati dalam jumlah yang lumayan.

Jenis-jenisnya[sunting | sunting sumber]

Legenda dan kepercayaan[sunting | sunting sumber]

Tradisi lisan menyebutkan bahwa di masa lalu terjadi wabah hama tikus yang mengancam panen padi masyarakat di sekitar Pegunungan Muria. Berbagai cara telah dilakukan untuk membasmi hama tikus tersebut. Namun, tikus-tikus liar tetap melahap padi di sawah. Masyarakat akhirnya mengadukan masalah tersebut kepada Sunan Muria yang kemudian memberi ide untuk menggunakan kayu dari pokok pakis haji untuk mengusir tikus.[1]

Cara penggunaan pakis haji untuk mengusir hama tikus adalah dengan mengupas kulit kayu pakis haji. Kayu kemudian diletakkan di tempat yang sering menjadi titik utama serangan hama tikus.[2]

Beberapa orang mempercayai adanya zat-zat tertentu yang terkandung dalam kayu pakis haji yang mampu menakuti hama tikus. Ada pula pendapat yang mempercayai bahwa tikus takut pada kayu pakis haji karena menyerupai kulit ular sanca kembang.[3]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Faza 2021, hlm. 153–154.
  2. ^ Faza 2021, hlm. 154.
  3. ^ Faza 2021, hlm. 155.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

  • Faza, Muhammad Iqbal (2021). "Konsep Pelestarian Alam melalui Kebudayaan dan Kearifan Lokal Masyarakat Colo". Dalam Masruri, Bukhori. Benantara (dalam bahasa Indonesia). Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-602-481-654-4. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]