Omoforion

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 6 April 2013 09.08 oleh EmausBot (bicara | kontrib) (Bot: Migrasi 16 pranala interwiki, karena telah disediakan oleh Wikidata pada item d:Q1283961)
Fresko dari abad ke-14 memperlihatkan Santo Gregorius Agung mengenakan omoforion.

Omoforion (Bahasa Yunani: ὀμοφόριον; Bahasa Slavonika Gereja: омофоръ, omofor) dalam tradisi liturgis Gereja Ortodoks Timur dan Gereja Katolik Timur adalah vestimentum khusus bagi seorang uskup dan merupakan lambang otoritas gerejawi dan spiritual yang dimilikinya. Omoforion yang awalnya terbuat dari bahan wol kini berupa selempang brokat yang dihiasi gambar-gambar salib dan dikenakan di sekeliling leher dan pundak[1].

Sebagai lambang dari domba yang hilang, yang ditemukan dan dipanggul pada pundak Sang Gembala Baik, omoforion menunjukkan peran pastoral uskup sebagai ikon dari Kristus.

Klreus dan institusi-institusi gerejawi yang tunduk pada otoritas seorang uskup seringkali dikatakan berada "di bawah omoforionnya".

Vestimentum Gereja Barat yang ekuivalen dengan omoforion adalah pallium para uskup agung yang penggunaannya diatur dalam berbagai rubrik dan batasan, sedangkan omoforion boleh dikenakan oleh semua uskup Gereja Ortodoks.

Tata guna

Omoforion memiliki dua bentuk: yakni omoforion besar model kuno, yang melingkari leher, terlipat di dada, dan kedua ujungnya menjuntai sampai ke lutut di bagian depan dan belakang tubuh si pemakai; serta omoforion kecil yang lebih sederhana, yang disampirkan pada pundak, dan kedua ujungnya dibiarkan menjuntai di bagian depan tubuh sampai ke pinggang, mirip epitrakhelion (stola), hanya lebih lebar dan lebih pendek. Karena kompleksitas omoforion besar, dan karena keagungan jabatan uskup, maka bilamana uskup hendak mengenakan atau menanggalkan omoforion, dia dibantu dua orang subdiakon.

Bilamana menghadiri peribadatan, uskup harus mengenakan omoforion. Bilamana memimpin Liturgi Suci, uskup mengenakan baik omoforion yang besar maupun yang kecil secara bergantian pada waktu-waktu tertentu. Dalam ibadat selain Liturgi Suci, uskup biasanya akan mengenakan omoforion kecil.

Dalam Liturgi Suci, rubrik mengatur agar uskup mengenakan omoforion besar dan kecil secara bergantian pada waktu-waktu tertentu. Pada saat baru mengenakan vestimentum, para subdiakon mengenakan padanya omoforion yang besar, namun sesudah itu, pada saat rubrik mengatur agar uskup mengenakan omoforion, maka demi kenyamanan, omoforion yang besar itu diganti dengan omoforion kecil. Di beberapa tempat, bilamana beberapa orang uskup berkonselebrasi, maka sudah menjadi kelaziman bagi selebran utama untuk mengenakan omoforion besar pada waktu-waktu yang diatur dalam rubrik, sementara uskup-uskup lainnya mengenakan omoforion kecil selama peribadatan berlangsung[2].

Dalam Gereja Katolik Ruthenia dan Gereja Katolik Yunani Ukraina, seringkali hanya omoforion besar yang dikenakan. dalam tata guna yang tersimplifikasi ini, omoforion besar tidak digantikan dengan omoforion kecil[3] [4], dan dikenakan uskup selama liturgi berlangsung. Sekalipun demikian, ada pula beberapa uskup Katolik Yunani Ukraina yang menggunakan aturan-aturan pemakaian omoforion besar dan kecil seperti dalam Gereja Ortodoks.

Selama ibadat Vigil semalam-suntuk, uskup akan mengenakan omoforion kecil pada awal ibadat, namun kemudian diganti dengan omoforion besar menjelang akhir ibadat untuk Doksologi Agung.

Perkembangan

Dalam Gereja purba, omoforion berwujud selembar selempang wol putih yang lebar berhiaskan gambar-gambar salib dan disampirkan pada pundak dan dada mengelilingi leher. Pallium Romawi modern berkembang dari omoforion purba ini; akan tetapi di Gereja Barat omoforion ini mengalami perubahan dari abad ke abad hingga kini berwujud lingkaran pita lebar yang dikenakan di pundak, dan memiliki dua juntai yang masing-masing menggantung di dada dan punggung. Bentuk pallium dari Paus Benediktus XVI lebih mendekati bentuk asli omoforion.

Satu-satunya perubahan pada omoforion di Gereja Timur adalah lebarnya yang bertambah, serta bahan yang digunakan untuk membuatnya. Kesaksian mengenai eksistensi omoforion sebagai vestimentum liturgis bagi uskup didapati dalam keterangan dari Isidorus dari Pelusium sekitar tahun 400 Masehi. Menurut kesaksiannya, omoforion terbuat dari wol dan pada masa itu telah dipandang sebagai lambang tugas para uskup selaku gembala atas umatnya. Lukisan-lukisan miniatur dalam kitab Kronik Dunia dari Aleksandria, yang kemungkinan besar ditulis pada abad ke-5 Masehi memuat representasi piktural dari omoforion. Pada waktu-waktu selanjutnya ditemukan representasi yang sama dalam ukiran gading dari Trier, yang melukiskan upacara pemindahan relikui. Di antara lukisan-lukisan abad ke-7 dan ke-8, yang memuat gambar omoforion, terdapat fresko-fresko yang baru ditemukan di Santa Maria Antiqua di Forum Romawi. Gambar omoforion dalam fresko-fresko tersebut pada dasarnya sama dengan bentuk omoforion di masa kini.

Kemungkinan besar omoforion berkembang dari omoforion sipil, yakni busana penutup pundak atau syal yang dikenakan oleh masyarakat umum. Ada kemungkinan pada awalnya para uskup memang diperkenalkan dengan omoforion sebagai sebuah vestimentum yang mirip bentuknya dengan omoforion sipil serta menyebutnya dengan nama tersebut; atau pun boleh jadi mula-mula para uskup mengenakan omoforion sipil sebagai ornamen belaka tanpa arti khusus, namun seiring berlalunya waktu, omoforion sedikit demi sedikit berkembang menjadi ornamen khusus bagi uskup, dan akhirnya dimaknai sebagai sebuah lambang jabatan.

Gereja Ortodoks Oriental

Dalam Gereja Ortodoks Oriental, wujud omoforion berbeda-beda:

  • Gereja Ortodoks Armenia memiliki emip'oron yang serupa dengan omoforion besar ala Byzantium.
  • Gereja Ortodoks Suryani memiliki baţrašil atau uroro rabbo ('stola besar'), yakni selembar kain panjang dan lurus diberi hiasan bordiran, lebarnya kira-kira 20 cm, memiliki sebuah lubang di tengahnya untuk tempat meloloskan kepala, dan bila dikenakan maka akan berjuntai pada dada dan punggung si pemakai.
  • Dalam Gereja Ortodoks Koptik, para hierark (patriark, metropolitan, dan uskup) mengenakan omoforion, yang biasanya dilipat-lipat, karena amat panjangnya. Omoforion Gereja Koptik ini berwarna putih, diberi ornamen bordiran, lebih lebar dari pada omoforion Byzantium, dililitkan di kepala menutupi Kouklion Monastik, kemudian menyilang di dada ke arah pinggang, kemudian menyilang lagi di punggung ke arah pundak, lalu menyilang di dada. Omoforion ini dinamakan Ballin, dan panjangnya hampir dua kali lipat dari panjang omoforion Byzantium.

Pranala luar