Oei Hong Djien

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 29 Mei 2012 18.55 oleh Botrie (bicara | kontrib) (Robot: Perubahan kosmetika)

dr. Oei Hong Djien, SpPA (lahir 5 April 1939) adalah seorang kolektor dan kurator seni rupa Indonesia terkenal asal Magelang, Jawa Tengah. Pria yang akrab disebut OHD selain dikenal sebagai kolektor lukisan juga dikenal sebagai pedagang tembakau sekaligus grader untuk PT. Djarum Kudus. Gelar dokter OHD diperoleh dari Universitas Indonesia dan spesialisasi didapat dari Belanda.

Namanya sebagai kolektor sangat dikenal di kalangan seni rupa di seluruh Indonesia dan berbagai negara. Pada awalnya OHD memiliki lukisan karya maestro dunia seperti Picasso, Van Gogh, Monet, dan Rembrandt.[butuh rujukan] OHD sangat bergaul akrab dengan lingkungan pelukis. Menurut beberapa sumber, konon koleksi Museum OHD telah mencapai angka 10.000 buah koleksi karya seni dengan beraneka ragam media hasil kreasi perupa papan atas Indonesia dan dunia. Seperti karya Affandi, Basoeki Abdullah, Lee Man Fong, S. Sudjojono, Hendra Gunawan, Widayat, Fadjar Sidik, Edi Sunaryo, Heri Dono, Nasirun, Agus Suwage, Ugo Untoro, Dadang Christanto, dan masih banyak lainnya, sehingga para peneliti seni rupa Indonesia dari berbagai negara tak akan merasa lengkap tanpa menjadikan OHD sebagai narasumber.

Pemburu lukisan

Hong Djien mengenal lukisan sejak masa kanak-kanak. Perkenalan dengan lukisan boleh dibilang warisan orang tuanya. Ayah dan kerabat-kerabatnya termasuk penikmat dan kolektor lukisan. Dinding rumah dipenuhi lukisan tua peninggalan Belanda. Tapi tak satu pun kerabat Hong Djien yang berbakat menjadi pelukis hebat, tak terkecuali Hong Djien.

Tumbuh besar di lingkungan keluarga yang gandrung pada lukisan membuatnya jatuh cinta. Minat Hong Djien pada lukisan mulai terlampiaskan manakala ia hijrah ke Jakarta untuk kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ia jadi rajin mengunjungi pameran lukisan serta galeri lukisan yang ada di ibu kota. Namun, calon dokter itu baru sebatas menikmati lukisan tapi tak kuasa membeli. Hong Djien baru benar-benar mampu membeli sebuah lukisan pada 1965, setelah enam tahun menabung sebagian uang saku kiriman orang tuanya.

Hobi bertandang ke galeri lukisan dan pameran lukisan kian menjadi saat melanjutkan kuliah ke negeri Belanda. Ia bahkan makin rajin mengikuti seminar-seminar yang membahas karya seni. Dari situlah pemahaman serta wawasannya terhadap lukisan makin bertambah, dan kian lihai menilai lukisan.

Kesibukan mengelola usaha jual beli tembakau tak menyurutkan kegemarannya mengumpulkan lukisan. Ia tetap saja rajin melihat pameran atau lelang lukisan dan menyambangi galeri untuk memburu lukisan yang diinginkannya. Apalagi kala itu ia sudah punya bekal dana yang cukup. Ia tak mematok hanya pada pelukis ternama, lukisan para pemula juga diborongnya.

Hong Djien berburu lukisan tidak sebatas di pameran lukisan. Ia juga menyambangi langsung seorang pelukis agar mendapatkan lukisan berkualitas. Hong Djien rela berjam-jam menunggui maestro lukis Indonesia, Affandi, yang sedang melukis seraya mengamati goresan tangan Affandi.

Ia juga dikenal berteman dekat dengan pelukis kondang Widayat. Bahkan,Widayat kerap memintanya memberi komentar terhadap lukisan yang sedang dibuatnya. Sebagai imbalannya Widayat menghadiahinya beberapa lukisan. Kedekatannya dengan sejumlah pelukis ternama membuat ketajaman dan keterampilannya menelisik lukisan kian terasah. Inilah cikal-bakal keahliannya sebagai seorang kurator atau penilai lukisan.

Hong Djien pernah berburu lukisan karya Affandi, Sudjojono dan Widayat hingga Rio de Janeiro, Brasil. Ceritanya, ada mantan Duta Besar Brasil yang saat bertugas di Indonesia gemar mengoleksi lukisan seniman ternama Indonesia. Sayang, koleksi yang berada di Rio de Janeiro itu tak terawat dan malah akan dilelang. Jadilah ia terbang ke ibu kota negeri samba dan memborong 20 lukisan koleksi mantan sang duta besar.

Nama Hong Djien sendiri sekarang sudah melambung dan menjadi jaminan kepatenan seorang kolektor maupun kurator lukisan. Ketenarannya bahkan sudah melampaui batas negara dan benua. Pria kelahiran Magelang 66 tahun silam ini sudah berkali-kali didaulat menjadi kurator dalam berbagai lelang lukisan di mancanegara. Ia juga kerap menjadi pembicara dalam sebuah pameran lukisan atau sekadar menggoreskan tulisan sebagai pengantar sebuah katalog lukisan.

Kegemarannya pada lukisan bukan untuk investasi atau berdagang lukisan. Dia hanya rela menjual jika benar-benar sudah tak cinta lagi pada sebuah lukisannya. Sayangnya itu pun jarang sekali dilakukannya. "Ya, paling-paling untuk hadiah perkawinan atau ulang tahun," ujarnya terkekeh.

Pranala luar