Langir

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langir
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
(tanpa takson):
(tanpa takson):
(tanpa takson):
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
A. saponaria
Nama binomial
Albizia saponaria
(Lour.) Blume ex Miq. (1855)[1]
Sinonim

Mimosa saponaria Lour. (1790)[2]
Inga saponaria (Lour.) Willd. (1806)
Albizia salajeriana Miq. (1855)
Albizia tomentella Miq. var. salajeriana (Miq.) Koord. (1898)
Abarema nediana Kosterm. (1958)

Langir atau merbuan (Albizia saponaria) adalah sejenis pohon anggota suku Fabaceae. Pepagannya mengandung saponin, yang menjadikannya berbuih di air, dan dapat dipergunakan –terutama pada masa lalu– sebagai sabun dan pencuci rambut. Pohon kecil ini menyebar di Malaysia, Filipina, dan sebagian wilayah Indonesia.

Nama-nama daerahnya di antaranya langir (Mly.), merbuan (Blt.), fofau (Ternate, Halmahera), patèh abal (Ambon),[3] dan lain-lain. Di Filipina dikenal sebagai salingkugi, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut whiteflower albizia.[4][5]

Pengenalan[sunting | sunting sumber]

Perdu atau pohon kecil, tinggi 5–10(–24) m,[5][6] berbatang lurus dan rata.[3] Daun-daun majemuk menyirip berganda, dengan 2 pasang sirip, pasangan sirip yang ujung lebih besar daripada pasangan di pangkal;[6] tulang daun utama 5–14,5 cm, berambut rapat, dengan kelenjar dekat pangkal tangkai daun.[5] Anak daun 2-3 pasang per sirip, bundar telur hingga jorong, 3,5–12 × 2,5–7 cm, berujung tumpul atau tiba-tiba meruncing.[6]

Perbungaan berkumpul dalam malai terminal, yang tersusun dari bongkol-bongkol bunga, malai berukuran 15–33 × 9–20 cm, porosnya berambut sikat pendek dan rapat. Bongkol berdiameter 1–2 cm, berisi 6–12 bunga berwarna putih; kelopak bunga tinggi lk 2 mm, bergigi 0,3–0,6 mm; mahkota 3–4 mm, bertaju lk 1,5 mm; benang sari 12–15 mm. Buah polong pipih panjang, 7–18 cm × 2,5–3,2 cm, cokelat, tepinya menebal, berbiji 5–12. Biji pipih, jorong, 6 × 3 mm, cokelat gelap.[6]

Ekologi dan agihan[sunting | sunting sumber]

Pohon fofau tumbuh di ladang-ladang, semak, dan di dekat pantai; di Makassar pohon ini ditemukan tumbuh di tepi-tepi sungai.[3] Di Fiji, pohon ini ditanam tersebar dan di sana-sini di dataran rendah meliar, terutama di kanan-kiri jalan membentuk semak-semak.[5]

Langir menyebar alami di Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Kepulauan Sula, dan Filipina.[6]

Manfaat[sunting | sunting sumber]

Sabun[sunting | sunting sumber]

Pepagannya yang berbau tidak enak, mengandung banyak saponin dan sedikit alkaloid, digunakan untuk keramas; juga kulit akarnya. Kulit batang dan kulit akar itu adakalanya dijemur dulu, agar kandungan bahannya tidak terlalu tajam di badan. Orang Makassar, pada masa lalu, memilih menggunakan daunnya –yang tidak seberapa keras kandungan bahannya– untuk mandi dan keramas.[3]

Kandungan saponin pada pepagan langir cukup tinggi, sehingga layak diperdagangkan sebagai sabun di Malaysia dan Filipina. Kulit kayu langir dan beberapa spesies Albizia lainnya mengandung zat yang dapat digunakan sebagai racun ikan dan pestisida.[7]

Bahan obat dan pestisida[sunting | sunting sumber]

Kulit batang dan akar A. saponaria juga mengandung senyawa yang berpotensi sebagai pestisida. Uji fitokimia terhadap kulit batang dan akar langir menunjukkan adanya kelompok senyawa saponin triterpen, alkaloid, tanin, dan flavonoid.[8]

Orang Gorontalo menggunakan kulit batang yang diremas-remas untuk mengolah umbi gadung (Dioscorea hispida) yang beracun. Buih yang keluar dari pepagan atau daun yang diremas-remas itu juga dapat digunakan untuk mengatasi sengatan lebah dan tabuhan.[3]

Kayu[sunting | sunting sumber]

Menurut Heyne, kayu gubal pohon ini keras namun intinya lunak, sehingga kayunya tidak begitu bernilai.[3] Namun beberapa catatan yang lain menyebutkan bahwa kayunya dimanfaatkan sebagai kayu pertukangan.[4][5]

Kayu A. saponaria tergolong ke dalam kayu yang berbobot sedang, dengan densitas 520–870 kg/m³ pada kadar air 15%.[9] Keawetan kayu langir dinilai menengah; percobaan kuburan di Filipina mendapatkan bahwa kayu A. saponaria bisa bertahan selama hingga 3 tahun, berada di antara kayu sengon (A. chinensis) yang hanya bertahan 16 bulan dan kayu weru (A. procera) yang mampu mencapai 10 tahun.[4]

Bahasa[sunting | sunting sumber]

Dari kegiatan menggunakan kulit kayu langir untuk membersihkan badan dan rambut, terbit perkataan-perkataan berlangir dan melangir, yakni mencuci rambut dengan memakai pepagan langir[10] atau bahan yang serupa dengan itu (misalnya limau).

Langir juga digunakan untuk menyebut pepagan saga (Adenanthera pavonina), yang memiliki sifat-sifat serupa.[3]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Miquel, F.A.W. 1855. Fl. Ind. Bat. 1: 19
  2. ^ Loureiro, J. 1790. Fl. Cochinch.: 653
  3. ^ a b c d e f g Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia 2: 874-875. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor.
  4. ^ a b c Rojo, J.P. 1998. Albizia Durazz. in M.S.M. Sosef, L.T. Hong and S. Prawirohatmodjo. Timber Trees: Lesser known timbers. Plant Resources of South-East Asia (PROSEA) 5 (3): 58-62. PROSEA Foundation, Bogor. ISBN 979-8316-19-3
  5. ^ a b c d e ASEAN Tropical Plant Database: Albizia saponaria (Lour.) Blume ex Miq.
  6. ^ a b c d e Pacific Ecosystem in Risk: Albizia saponaria (Lour.) Blume ex Miq.
  7. ^ Allen, O.N. & E.K. Allen. 1981. The Leguminosae: A Source Book of Characteristics, Uses and Nodulation. Univ. Wisconsin Press. p. 31
  8. ^ Pongoh, E.J., R.J. Rumampuk, H.H. Bahti, P. Tarigan, M. Mitova, J.W. Blunt. 2007. Suatu Pentahidroksiflavanon dari Akar Albizia saponaria[pranala nonaktif permanen] Jurnal Kimia Indonesia 2 (1): 13-16
  9. ^ ICRAF Agroforestry Tree Database: Albizia saponaria Diarsipkan 2003-10-28 di Wayback Machine., diakses pada 29/01/2013
  10. ^ Kamus Besar Bahasa Indonesia online: langir, diakses pada 29/01/2013

Pranala luar[sunting | sunting sumber]