Konsep kekuasaan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

konsep kekuasaan

Definisi[sunting | sunting sumber]

Menurut Harold D.laswel Kekuasaan adalah suatu hubungan dimana sesorang atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain kearah pihak pertama, perumusan yang paling umum dikenal yaitu kekuasaan merupakan kemampuan seseorang pelaku untuk mempengaruhi pelaku seorang pelaku lain dalam hal ini kekuasaan selalu berlangsung minimal antara dua pihak jadi di antara pihak itu terkait atau saling berhubungan.[1] Jika bicara kekuasaan selalu identik dengan politik yang dimana dapat kita lihat politik tanpa kekuasaan itu seperti agama tanpa moral,namun satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa konsep kekuasaan bukan satu-satunya konsep dalam ilmu politik, kekuasaan merupakan suatu hal yang selalu berhubungan antar manusia, dalam pemegang kekuasaan dapat seorang indivu, kelompok, ataupun pemerintah sasaran kekuasaan dapat berupa indivu ataupun kelompok.[1] Dalam kehidupan kekuasaan senantiasa ada di dalam setiap masyarakat baik itu dalam masyarakat yang multikultur ataupun majemuk walaupun kekuasaan selalu ada namun kekuasaan tidak dapat dibagi rata pada semua anggota masyarakat, justru karena pembagian yang tidak merata tadi timbul makna pokok dari bentuk kekuasaan yaitu adanya orang atau individu yang dapat mempengaruhi pihak lain karena adanya suatu hal yang dikuasai [2]

Sumber Kekuasaan[sunting | sunting sumber]

Kekuasaan tentu tidak begitu saja diperolah namun ada proses dan hal yang menunjang untuk menempatkan diri pada pemegang kekuasaan, sumber kekuasaan itu sendiri sangat lah bermacam-macam ada dengan kekayaan, sarana paksaan fisik, keahlian, kedudukan serta agama.

  • kekayaan merupakan sumber kekuasaan, yang dimana kekayaan dapat berupa uang, emas, tanah dan barang-barang berharga, orang yang memiliki kekayaan dalam jumlah besar setidak-tidaknya secara potensial akan memiliki akan memiliki kekeuasaan. misalnya seorang tuan tanah mempunyai lahan perkebunan yang luas dan tuan tanah tersebut secara langsung mempunyai kekuasaan atas pekerja-pekerja di tanah tersebut.[1]
  • sarana paksaan fisik merupakaan sumber kekuasaan yang lebih bersifat memaksa sehingga membuat orang lain dapat mengikuti apa yang dikehendaki. Misal seorang preman dipasar untuk mempengaruhi pola prilaku orang lain, preman tersebut menggunakan senjata sebagai ancaman, dan dalam hal ini secara tidak langsung dapat kita lihat bahwa preman tersebut dapat mempengaruhi pola prilaku orang lain dengan ancaman senjata yang dimiliki.[3]
  • keahlian merupakan sumber kekuasaan yang muncul dari penilaian orang lain bahwa pemberi pengaruh mempunyai pengetahauan khusus yang tidak dimiliki orangt lain. Misal seorang dokter sebagai kepala rumah sakit, dalam hal ini penempatan kekuasaannya bedasarkan keahliannya.[3]
  • kedudukan merupakan sumber kekuasaan yang timbul karena adanya pengakuan sehingga secara sah dapat mempengaruhi prilaku orang lain misalnya seorang kepala sekolah terhadap guru-gurunya, dalam kasus ini bawahan dapat ditindak jika melanggar aturan yang telah ditetapkan.[3]
  • Agama merupakan sumber kekuasaan yang yang didapat melalui keyakinan bahwa indivu itu (ulama/pendeta) harus wajib diperhitungkan dari proses pembuatan suatu keputusan sehingga dalam hal ini indivu tersebut ulama/pendeta mempunyai kekuasaan terhadap orang lain atau umatnya.[1]

Dari penjabaran tentang sumber kekuasaan maka dapat disimpulkan sumber kekuasaan di ibaratkan seperti supplement yang ditambahkan di dalam tubuh manusia yang digunakan untuk menguatkan kemampuan dalam mempengaruhi orang lain, dalam suatu hubungan kekuasaan selalu ada satu pihak yang lebih kuat dari pihak lain, jadi selalu ada hubungan tidak seimbang dan akibatnya ketidakseimbangan itu sering menimbulkan ketergantungan, dan lebih timpang hubungan ini maka lebih besar pula sifat ketergantungannya. .[1]

Pembagian Kekuasaan[sunting | sunting sumber]

Dalam pembagian kekuasaan dimaksudkan agar membatasi kekuasaan, pemegang kekuasaan tidak dianugrahkan dengan kekuasaan tanpa batas karena jika itu terjadi maka akan banyak penyimpangan-penyimpangan dalam menyelenggarakan tampuk kekuasaan.[4] Pembagian atau pemisah kekuasaan sebagai berikut:

  • Menurut Gabriel Almond
  1. Rule Making Function.
  2. Rule Application Function.
  3. Rule Adjudication Function.
  1. Kekuasaan Legeslatif yaitu pembuat undang-undang.
  2. Kekuasaan Eksekutif yaitu pelaksana undang-undang.
  3. Kekusaan Yudikatif yaitu yang menggendalikan badan peradilan.
  • Menurut Abdul Kadir Audah
  1. Sultah Tanfiziyah yaitu Kekuasaan penyelenggaraan undang-undang.
  2. Sultah Tashri’iyah yaitu kekuasaan pembuatan undang-undang.
  3. Sultah Qadhaiyah yaitu kekuasaan kehakiman.
  4. Sultah Malhiyah yaitu kekuasaan keuangan.
  5. Sultah Muraqabah yaitu kekuasaan pengawasan masyarakat.
  • Menurut John Lock
  1. Kekuasaan Legislatif.
  2. Kekuasaan Eksekutif.
  3. Kekuasaan Federatif.

[3]..

Pengertian yang erat kaitannya dengan kekuasaan[sunting | sunting sumber]

  • Wewenang Menurut Robert Biersted wewenang adalah kekuasaan yang dilembagakan dengan nada yang sama dikatakan oleh Harold D.Laswel bahwa wewenang adalah kekuasaan formal, disini dianggap bahwa yang mempunyai wewenang berhak mengeluarkan perintah dan membuat peraturan serta berhak mengharapkan wewenang tersebut dapat dipatuhi, dalam wewenang perlu yang namanya keabsahan yang dimana keabsahan adalah keyakinan anggota-anggota masyarakat bahwa wewenang yang ada pada seseorang, kelompok atau penguasa adalah wajar dan patut dihormati, kaabsahan dalam dunia politik sama dengan legitimasi.[1]
  • Pengaruh beberapa sarjana kontemporer melihat pengaruh sebagai bentuk khusus dari kekuasaan, dapat dilihat salah satunya pendapat dari Norman Barry yaitu pengaruh adalah suatu tipe kekuasaan yang jika seseorang dipengaruhi agar bertindak dengan cara tertentu, dapat dikatakan terdorong untuk bertindak demikian, sekalipun ancaman sanksi terbuka tidak merupakan motivasi yang mendorongnya. Dalam pandangan masyarakat umum banyak yang berpendapat bahwa kekuasaan dapat menimbulkan pengaruh tertentu.[1]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f g Miriam Budiarjo.2007. DASAR-DASAR ILMU POLTIK. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.59-70
  2. ^ Ramlan Subakti.2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta:Grasindo.57-59
  3. ^ a b c d Inu Kencana Syafiie.1997. ILMU POLITIK. Jakarta:PT Reneka Cipta.54-72
  4. ^ Iman Faisal Addul Rauf.2004. Seruan Azan Dari Puing WTC. New York:Harper Collins.112-117