Ombudsman Republik Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Komisi Ombudsman Nasional)
Ombudsman Republik Indonesia
Ombudsman RI
Gambaran umum
SingkatanOmbudsman RI
Didirikan10 Maret 2000; 24 tahun lalu (2000-03-10)
Dasar hukum pendirianUndang-Undang Nomor 37 Tahun 2008
SifatMandiri
Lembaga sebelumnyaKomisi Ombudsman Nasional
Struktur
Ketua merangkap anggotaMokhammad Najih
Wakil Ketua merangkap AnggotaBobby Hamzah Rafinus
Anggota
  1. Dadan S. Suharmawijaya
  2. Hery Susanto
  3. Indraza Marzuki Rais
  4. Jemsly Hutabarat
  5. Johanes Widijantoro
  6. Robert Na Endi Jaweng
  7. Yeka Hendra Fatika
Kantor pusat
Jl. HR. Rasuna Said Kav. C-19 Kuningan (Gedung Pengadilan TIPIKOR) Jakarta Selatan
Situs web
http://www.ombudsman.go.id/
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Ombudsman Republik Indonesia sebelumnya bernama Komisi Ombudsman Nasional adalah lembaga negara di Indonesia yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan, termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara, serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Lembaga ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 9 September 2008.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Upaya pembentukan lembaga Ombudsman di Indonesia oleh pemerintah dimulai ketika Presiden B.J. Habibie berkuasa, kemudian dilanjutkan oleh penggantinya, yakni K.H. Abdurrahman Wahid. Pada masa pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid lah disebut sebagai tonggak sejarah pembentukan lembaga Ombudsman di Indonesia. Pemerintah pada waktu itu tampak sadar akan perlunya lembaga Ombudsman di Indonesia menyusul adanya tuntutan masyarakat yang amat kuat untuk mewujudkan pemerintah yang bersih dan penyelenggaraan negara yang baik atau clean and good governance.

Presiden K.H. Abdurrahman Wahid segera mengeluarkan Keputusan Presiden nomor 155 tahun 1999 tentang tim pengkajian pembentukan lembaga Ombudsman. Menurut konsideran keputusan tersebut, latar belakang pemikiran perlunya dibentuk lembaga Ombudsman Indonesia adalah untuk lebih meningkatkan pemberian perlindungan terhadap hak-hak anggota masyarakat dari pelaku penyelenggara negara yang tidak sesuai dengan kewajiban hukumnya, dengan memberikan kesempatan kepada anggota masyarakat yang dirugikan untuk mengadu kepada suatu lembaga yang independen yang dikenal dengan nama Ombudsman.

Pada bulan Maret 2000, K.H. Abdurrahman Wahid mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional, sehingga mulai saat itu, Indonesia memasuki babak baru dalam sistem pengawasan. Demikianlah maka sejak ditetapkannya Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 pada tanggal 10 Maret 2000 berdirilah lembaga Ombudsman Indonesia dengan dengan nama Komisi Ombudsman Nasional. Menurut Kepres Nomor 44 Tahun 2000, pembentukan lembaga Ombudsman di Indonesia dilatarbelakangi oleh tiga pemikiran dasar sebagaimana tertuang di dalam konsiderannya, yakni:

  1. Bahwa pemberdayaan masyarakat melalui peran serta mereka melakukan pengawasan akan lebih menjamin peneyelenggaraan negara yang jujur, bersih, transparan, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme;
  2. Bahwa pemberdayaan pengawasan oleh masyarakat terhadap penyelenggaraan negara merupakan implementasi demokrasi yang perlu dikembangkan serta diaplikasikan agar penyalahgunaan kekuasaan, wewenang ataupun jabatan oleh aparatur dapat diminimalisasi;
  3. Bahwa dalam penyelenggaraan negara khususnya penyelenggaraan pemerintahan memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap hak-hak anggota masyarakat oleh aparatur pemerintah termasuk lembaga peradilan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan.

Kemudian untuk lebih mengoptimalkan fungsi, tugas, dan wewenang komisi Ombudsman Nasional, perlu dibentuk Undang-undang tentang Ombudsman Republik Indonesia sebagai landasan hukum yang lebih jelas dan kuat. Hal ini sesuai pula dengan amanat ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor/MPR/2001 tentang rekomendasi arah kebijakan pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang salah satunya memerintahkan dibentuknya Ombudsman dengan Undang-undang. Akhirnya pada tanggal 7 Oktober 2008 ditetapkanlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia. Setelah berlakunya Undang-Undang Ombudsman Republik Indonesia, maka Komisi Ombudsman Nasional berubah menjadi Ombudsman Republik Indonesia. Perubahan nama tersebut mengisyaratkan bahwa Ombudsman tidak lagi berbentuk Komisi Negara yang bersifat sementara, tetapi merupakan lembaga negara yang permanen sebagaimana lembaga-lembaga negara yang lain, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainya.

Tugas[sunting | sunting sumber]

Tugas Ombudsman Republik Indonesia adalah:

  1. Menerima Laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
  2. Melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan.
  3. Menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangannya.
  4. Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
  5. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan.
  6. Membangun jaringan kerja.
  7. Melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
  8. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.

Anggota[sunting | sunting sumber]

Ombudsman Republik Indonesia terdiri atas 9 anggota (termasuk 1 ketua dan 1 wakil ketua), yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan calon yang diusulkan oleh Presiden.

Berdasarkan aturan peralihan UU No. 37 Tahun 2008, seluruh anggota Komisi Ombudsman Nasional ditetapkan menjadi anggota Ombudsman Republik Indonesia sampai dengan ditetapkannya keanggotaan yang baru.

Periode 2021-2026[sunting | sunting sumber]

  1. Mokhammad Najih (Ketua merangkap Anggota)
  2. Bobby Hamzah Rafinus (Wakil Ketua merangkap Anggota)
  3. Dadan S. Suharmawijaya (Anggota)
  4. Hery Susanto (Anggota)
  5. Indraza Marzuki Rais (Anggota)
  6. Jemsly Hutabarat (Anggota)
  7. Johanes Widijantoro (Anggota)
  8. Robert Na Endi Jaweng (Anggota)
  9. Yeka Hendra Fatika (Anggota)

Periode 2016-2021[sunting | sunting sumber]

  1. Amzulian Rifai (Ketua merangkap Anggota)
  2. Lely Pelitasari Soebekty (Wakil Ketua merangkap Anggota)
  3. Adrianus Eliasta Meliala (Anggota)
  4. Ahmad Alamsyah Saragih (Anggota)
  5. Ahmad Su'adi(Anggota)
  6. Alvin Lie Ling Piao (Anggota)
  7. Dadan Suparjo Suharmawijaya (Anggota)
  8. Laode Ida (Anggota)
  9. Ninik Rahayu (Anggota)

Periode 2011-2016[sunting | sunting sumber]

  1. Danang Girindrawardana (Ketua merangkap Anggota)
  2. Azlaini Agus (Wakil Ketua merangkap Anggota)
  3. Ibnu Tricahyo (Anggota)
  4. Budi Santoso (Anggota)
  5. Hendra Nurtjahjo (Anggota)
  6. Pranomo Dahlan (Anggota)
  7. Petrus Beda Peduli (Anggota)
  8. Muhammad Khoirul Anwar (Anggota)
  9. Kartini Istikomah (Anggota)

Sekretariat Jenderal[sunting | sunting sumber]

Sekretariat Jenderal Ombudsman adalah perangkat pemerintah yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Pimpinan Ombudsman Republik Indonesia. Sekretariat Jenderal Ombudsman dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal.[1] Sekretariat Jenderal Ombudsman mempunyai tugas menyelenggarakan dukungan administratif kepada Ombudsman Republik Indonesia. Sekretariat Jenderal Ombudsman dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal.

Sekretariat Jenderal Ombudsman RI merupakan perangkat pemerintah unit eselon 1, yang disusun oleh Inspektorat dan 5 (lima) Biro ditingkat eselon 2, yaitu: Biro Administrasi Pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Biro Perencanaan dan Keuangan, Biro Hukum, Kerja Sama dan Organisasi, Biro Hubungan Masyarakat dan Teknologi Informasi, dan Biro Sumber Daya Manusia dan Umum.

Referensi[sunting | sunting sumber]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]