Ken Sora

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Mpu Sora (lahir: ? - wafat: Majapahit, 1300) adalah Lembu sora nama salah seorang pengikut Raden Wijaya yang berjasa besar dalam perjuangan mendirikan Kerajaan Majapahit. Lembu sora merupakan seorang adipati kediri di era majapahit ,Ia sering dianggap sebagai abdi Raden Wijaya yang paling setia, tetapi akhirnya mati sebagai pemberontak di halaman istana Majapahit.

Dalam beberapa karya sastra, Mpu Sora juga disebut dengan nama Lembu Sora, Ken Sora, Andaka Sora, atau kadang disingkat Sora saja.

Peran awal[sunting | sunting sumber]

Pararaton mengisahkan Sora ikut mengawal Raden Wijaya sewaktu menghindari kejaran pasukan Jayakatwang pada tahun 1292. Kidung Panji Wijayakrama menyebutkan, Sora dengan setia menyediakan perutnya sebagai tempat duduk Raden Wijaya dan istrinya saat keduanya beristirahat. Ia juga menggendong istri Wijaya saat menyeberangi sungai dan rawa-rawa.

Pada tahun 1293 Raden Wijaya dibantu pasukan Mongol menyerang Jayakatwang di Kadiri. Dalam pertempuran tersebut, Sora bertugas menggempur benteng selatan dan berhasil membunuh patih Kadiri yang bernama Kebo Mundarang.

Dalam siasat selanjutnya, Raden Wijaya mengusir pasukan Mongol yang sedang berpesta pora merayakan jatuhnya Kadiri. Dalam pertempuran tersebut, Sora dan keponakannya yang bernama Ranggalawe bertindak sebagai pembantai orang-orang Mongol tersebut. Atas jasanya tersebut Lembu Sora diangkat menjadi Adipati Ujung-galuh (Surabaya), sedangkan Ranggalawe menjadi Adipati Tuban.

Jabatan di Majapahit[sunting | sunting sumber]

Setelah Jayakatwang berhasil dikalahkan dan pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese diusir dari Pulau Jawa, Raden Wijaya pun mendirikan Kerajaan Majapahit pada tahun 1293. Naskah Pararaton menyebutkan jabatan Sora dalam kerajaan baru tersebut adalah rakryan demung.

Berita di atas kurang tepat karena dalam prasasti Sukamreta tahun 1296, tertulis nama rakryan demung Majapahit adalah Mpu Renteng, sedangkan Mpu Sora menjabat sebagai rakryan patih ri Daha, atau patih dari raja Kediri, Jayanegara, yang saat itu menjadi Yuwaraja (raja muda) di Kadiri.

Keputusan Raden Wijaya tersebut konon memicu pemberontakan Ranggalawe pada tahun 1295. Ranggalawe berpendapat bahwa Sora lebih pantas diangkat sebagai rakryan patih Majapahit daripada Nambi. Namun meskipun Ranggalawe adalah keponakan Sora, tetapi Sora justru mendukung Raden Wijaya supaya tetap mempertahankan Nambi sebagai patih Majapahit.

Kematian Lembu Sora[sunting | sunting sumber]

Kematian Sora menurut Pararaton terjadi pada tahun 1300 yang diuraikan panjang lebar dalam Kidung Sorandaka. Menurut Pararaton kematiannya terjadi pada pemerintahan Jayanagara, sedangkan menurut Kidung Sorandaka terjadi pada pemerintahan Raden Wijaya. Dalam hal ini pengarang Pararaton kurang teliti karena menurut Nagarakretagama Jayanagara naik takhta menggantikan Raden Wijaya baru pada tahun 1309.

Dikisahkan bahwa, Sora ikut serta dalam pasukan Majapahit yang bergerak menumpas pemberontakan Ranggalawe di Tuban tahun 1295. Dalam Pertempuran Sungai Tambak Beras, Ranggalawe mati di tangan Kebo Anabrang. Melihat keponakannya dibunuh secara kejam, ia pun berbalik ganti membunuh Kebo Anabrang dari belakang.

Peristiwa pembunuhan terhadap rekan satu pasukan tersebut seolah-olah didiamkan begitu saja. hal itu dikarenakan keluarga Kebo Anabrang segan menuntut hukuman pengadilan karena Sora dianggap sebagai abdi kesayangan Raden Wijaya.

Suasana kacau itu akhirnya dimanfaatkan oleh Mahapati, seorang tokoh licik yang mengincar jabatan rakryan patih. Ia menghasut putra Kebo Anabrang yang bernama Mahisa Taruna supaya berani menuntut pengadilan untuk Sora. Ia juga melapor kepada Raden Wijaya bahwa para menteri merasa resah karena raja seolah-olah melindungi kesalahan Sora.

Raden Wijaya tersinggung karena dituduh berlaku tidak adil. Ia pun memberhentikan Sora dari jabatannya untuk menunggu keputusan lebih lanjut. Mahapati segera mengusulkan supaya Sora jangan dihukum mati mengingat jasa-jasanya yang sangat besar. Atas pertimbangan tersebut, Raden Wijaya pun memutuskan bahwa Sora akan dihukum buang ke Tulembang.

Mahapati menemui Sora di rumahnya untuk menyampaikan surat keputusan raja. Sora sedih atas keputusan itu. Ia berniat ke ibu kota meminta hukuman mati daripada harus diusir meninggalkan tanah airnya.

Mahapati lebih dulu menghasut Nambi dengan mengatakan bahwa Sora akan datang untuk membuat kekacauan karena tidak puas atas keputusan raja. Setelah mendesak Raden Wijaya, Nambi pun di izinkan menghadang Sora yang datang bersama dua orang sahabatnya, yaitu Gajah Biru dan Juru Demung. Maka terjadilah peristiwa di mana Sora dan kedua temannya itu mati dikeroyok tentara Majapahit di halaman istana.

Kisah dalam Kidung Sorandaka di atas sedikit berbeda dengan Pararaton yang menyebut kematian Juru Demung terjadi pada tahun 1313, sedangkan Gajah Biru pada tahun 1314. Kematian kedua sahabat Sora tersebut terjadi pada masa pemerintahan Jayanagara putra Raden Wijaya.

Kepustakaan[sunting | sunting sumber]

  • Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
  • Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS