Kejadian 1:2

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kejadian 1:2
Pasal pertama kitab B'reshit, atau Kitab Kejadian, ditulis pada sebutir telur, koleksi Museum Israel.
KitabKitab Kejadian
KategoriTaurat
Bagian Alkitab KristenPerjanjian Lama
Urutan dalam
Kitab Kristen
1
ayat 1
ayat 3

Kejadian 1:2 adalah ayat kedua dari pasal pertama Kitab Kejadian, yaitu kitab pertama dalam Alkitab Ibrani maupun Alkitab Kristen. Menyatakan keadaan alam semesta pada waktu penciptaan oleh Allah. Ayat ini merupakan kelanjutan kalimat dari ayat 1.

Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Kejadian 1:2 (Terjemahan Baru)

Bahasa Kuno[sunting | sunting sumber]

Gambaran Kejadian 1:2 karya Wenceslaus Hollar.

Bahasa Ibrani[sunting | sunting sumber]

Teks Masoret

(dari kanan ke kiri): והארץ היתה תהו ובהו וחשך על־פני תהום ורוח אלהים מרחפת על־פני המים׃

Transliterasi

(dari kiri ke kanan): wə-hā-’ā-rets hā-yə-ṯāh ṯō-hū wā-ḇō-hū, wə-ḥō-sheḵ ‘al-pə-nê ṯə-hōm; wə-rū-akh ’ĕ-lō-hîm mə-ra-ḥe-p̄eṯ ‘al-pə-nê ha-mā-yim.

Terjemahan harfiah:

Dan bumi adalah tak-berbentuk dan kosong, dan kegelapan di atas permukaan kedalaman; dan roh Elohim (=Allah) melayang di atas permukaan air

Bahasa Yunani[sunting | sunting sumber]

Septuaginta

ἡ δὲ γῆ ἦν ἀόρατος καὶ ἀκατασκεύαστος καὶ σκότος ἐπάνω τῆς ἀβύσσου καὶ πνεῦμα θεοῦ ἐπεφέρετο ἐπάνω τοῦ ὕδατος

Bahasa Latin[sunting | sunting sumber]

Vulgata (abad ke-4 M)

terra autem erat inanis et vacua et tenebrae super faciem abyssi et spiritus Dei ferebatur super aquas

Bahasa Indonesia[sunting | sunting sumber]

Kejadian 1 yang pertama kali diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Pdt. Daniel Brouwerius (1662)
Versi Kejadian 1:2
Terjemahan Baru (1974) Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.[1]
Terjemahan Baru Edisi Kedua (2023) Bumi belum berbentuk dan kosong. Gelap gulita meliputi samudera semesta, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.
BIS/BIMK (1985) bumi belum berbentuk, dan masih kacau-balau. Samudra yang bergelora, yang menutupi segala sesuatu, diliputi oleh gelap gulita, tetapi kuasa Allah bergerak di atas permukaan air.[2]
Terjemahan Lama (1958) Maka bumi itu lagi campur baur adanya, yaitu suatu hal yang ketutupan kelam kabut; maka Roh Allah berlayang-layang di atas muka air itu.[2]
AYT Draft Bumi sama sekali kosong dan kacau-balau. Kegelapan menutupi lautan dan Roh Allah melayang-layang di atas air.[2]
MILT (2008) Bumi dalam keadaan tidak berbentuk dan kosong, dan kegelapan menutupi samudera raya, dan Roh Allah bergetar melingkup di atas permukaan air.[2]
FAYH (1989) Bumi masih belum berbentuk dan hampa, Roh Allah melayang-layang di atas permukaannya yang gelap gulita.[2]
ENDE (1969) Adapun bumi itu kalang-kabut dan kosong; kegelapan meliputi samudera purba, dan ruh Allah melajang di atas muka air.[2]
Shellabear Draft (1912) Maka bumi itu sunyi dan senyap gelaplah di muka lautan dan Ruh Allah pun terlayang-layang di atas muka air itu.[2]

Bahasa asing[sunting | sunting sumber]

Bahasa Inggris[sunting | sunting sumber]

Versi Raja James (1610)

And the earth was without form, and void; and darkness was upon the face of the deep. And the Spirit of God moved upon the face of the waters.

Analisis[sunting | sunting sumber]

Belum berbentuk dan kosong[sunting | sunting sumber]

Kejadian 1:2 menunjukkan kondisi awal penciptaan, yaitu bumi (atau "materi") itu dalam keadaan tohu wa-bohu, "tidak berbentuk dan kosong". Ini merupakan pendahuluan dari isi pasal seterusnya, yang menggambarkan proses pembentukan dan pengisian (alam semesta).[3] Selanjutnya, dalam tiga hari pertama, langit, cakrawala dan daratan terbentuk, kemudian pada hari keempat sampai keenam diisi berturut-turut dengan benda-benda langit, burung-burung, ikan-ikan, hewan-hewan dan akhirnya manusia.

Hubungan ini ditekankan dalam suatu penafsiran kerangka panjangnya hari dalam Kejadian 1. Craig Rusbult mencatat

Dalam suatu pandangan kerangka, enam hari menggambarkan peristiwa sejarah sebenarnya, diatur menurut topik, bukannya menurut waktu. Kerangka ini berdasarkan dua masalah dalam Kejadian 1:2, dengan bumi "belum berbentuk dan kosong." Dua pemecahannya adalah menghasilkan bentuk (dengan pemisahan-pemisahan pada hari ke-1 sampai ke-3) dan pengisian bentuk ini (pada hari ke-4 sampai ke-6) untuk menghubungkan aspek-aspek sejarah penciptaan pada hari ke-1 dan ke-4, ke-2 dan ke-5, ke-3 dan ke-6.[4]

Sebelum Allah mulai menciptakan terang, dunia ini adalah tohu wa-bohu (Ibrani: תֹהוּ וָבֹהוּ). Kata tohu sendiri berarti "kekosongan, kesia-siaan"; biasanya digunakan untuk menggambarkan padang gurun liar. Bohu tidak mempunyai arti jelas dan tampaknya dipakai untuk memberikan bunyi sajak yang memperkuat kata tohu.[5] "Tohu" digunakan seluruhnya 20 kali dalam Alkitab Ibrani dalam makna "kesia-siaan" atau "kehancuran total".[6] "Bohu" muncul hanya tiga kali dalam Alkitab Ibrani (Kejadian 1:2; Yesaya 34:11; Yeremia 4:23) -- selalu bersama-sama dengan kata "tohu" dan selalu mengutip dari Kejadian 1:2.[7] Pada Yeremia 4:23, nabi Yeremia memperingatkan Israel bahwa pemberontakan terhadap Allah akan membawa kepada kembalinya kegelapan dan kekacauan, "seakan-akan bumi dihancurkan menjadi sebelum penciptaan."[8] Tohu wa-bohu, "kekacauan" atau "chaos", merupakan kondisi yang berlawanan dengan bara, "pengaturan, pemberesan".[9] Rabbi Judah mengajarkan teori Akiva mengenai Tohu waBohu, menggambarkan Tohu sebagai sebuah garis hijau yang memutari dunia di mana kegelapan memancar, sedangkan Bohu adalah gumpalan batu-batu berlendir yang terbenam dalam Kedalaman (=Abyss) perdana dari mana semua air memancar ke luar.[10] Tohu waBohu juga dianggap sebagai dua dari 10 unsur fundamental yang digunakan Allah untuk menjabarkan struktur dasar alam semesta yang dikenal.

Dalam bahasa Prancis modern, "tohu-bohu" digunakan sebagai suatu pepatah untuk "kebingungan" atau "kesimpang-siuran". Juga dalam bahasa Jerman percakapan, "Tohuwabohu" berarti "kebingunan besar"; "tohuvabohu" mempunyai makna yang sama dalam bahasa Estonia dan bahasa Hungaria.

Kegelapan dan samudera raya[sunting | sunting sumber]

Kegelapan dan "Samudera raya" atau "kedalaman" (Ibrani: תְהוֹם tehôm, Tehom) adalah dua dari tiga unsur "kekacauan" yang dinyatakan dalam tohu wa-bohu (yang ketiga adalah bumi yang tidak berbentuk). Dalam legenda kuno Sumeria, Enuma Elish, "Kedalaman" dipersonifikasikan dengan dewi Tiamat, musuh dewa Marduk;[9] di sini badan tak berbentuk dari air zaman purba menyelubungi bumi yang dapat didiami, kemudian akan dilepaskan padea waktu Air bah, ketika "semua sumber-sumber dari kedalaman besar menyembur ke luar: dari air yang berada di bawah bumi dan dari "tingkap-tingkap" di langit.[11] William Dumbrell mencatat bahwa rujukan kepada "kedalaman" pada ayat ini "menyiratkan detail kosmologi Timur Dekat kuno" di mana "suatu ancaman besar untuk pengaturan datang dari laut yang tak teratur dan kacau, di mana akhirnya dijinakkan oleh seorang dewa perwira." Dumbrell berpendapat bahwa Kejadian 1:2 "mencerminkan suatu karakteristik pergumulan kekacauan/pengaturan kosmologi kuno".[12]

Roh Allah[sunting | sunting sumber]

"Roh Allah" yang melayang-layang di atas air datang dari frasa bahasa Ibrani ruakh elohim, yang dapat pula diartikan "angin besar".[13] Victor Hamilton setuju dengan terjemahan "Roh Allah", tetapi tidak sependapat bahwa ini dapat diidentifikasikan dengan Roh Kudus pada teologi Kristen.[14]

Rûakh (רוּחַ) dapat diartikan "angin, roh, napas," dan elohim dapat bermakna "besar, agung" maupun "Allah, ilah, dewa". Jadi, ruakh elohim yang melayang di atas "Kedalaman" dapat diartikan "angin/napas Allah" (angin ribut adalah napas Allah dalam Mazmur 18:16 dan bagian Alkitab lain, angin Allah kembali dalam kisah Air bah dalam artian Allah memulihkan bumi), atau "roh " Allah, suatu konsep yang agak kabur dalam Alkitab Ibrani, atau sekadar "angin topan besar".[15]

Air[sunting | sunting sumber]

Suatu komentari Yahudi mengenai Kitab Kejadian mengartikan "air" sebagai "plasma".[16]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Kejadian 1:2
  2. ^ a b c d e f g SabdaWeb Kejadian 1:2
  3. ^ Carlson, Richard F.; Longman, Tremper (2010). Science, Creation and the Bible: Reconciling Rival Theories of Origins. InterVarsity Press. hlm. 109. 
  4. ^ Rusbult, Craig. "Is an old-earth interpretation of Genesis 1 satisfactory?". American Scientific Affiliation. Diakses tanggal 5 August 2012. 
  5. ^ Alter 2004, hlm. 17.
  6. ^ Blue Letter Bible - Lexicon
  7. ^ Blue Letter Bible - Lexicon
  8. ^ Thompson 1980, hlm. 230.
  9. ^ a b Walton 2001.
  10. ^ Chagigah 12a
  11. ^ Wenham 2003, hlm. 29.
  12. ^ Dumbrell, William J. (2002). The Faith of Isarel: A Theological Survey of the Old Testament. Baker Academic. hlm. 14. 
  13. ^ Blenkinsopp, Joseph (2011). Creation, Un-Creation, Re-Creation: A Discursive Commentary on Genesis 1-11. T&T Clarke International. hlm. 33–34. 
  14. ^ Hamilton, Victor P. (1990). The Book of Genesis: Chapters 1-17. New International Commentary on the Old Testament (NICOT). Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company. hlm. 111–114. ISBN 0-8028-2521-4. 
  15. ^ Blenkinsopp 2011, hlm. 33-34.
  16. ^ Torah and Commentary: The Five Books of Moses: Translation, Rabbinic and Contemporary Commentary, oleh Sol Scharfstein. KTAV Publishing House, Inc., 2008. ISBN 1-60280-020-0, 9781602800205.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

Pustaka tambahan[sunting | sunting sumber]

  • Jewish Publication Society. The Torah: The Five Books of Moses (3rd ed). Philadelphia: 1999.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Didahului oleh:
Kejadian 1:1
Kitab Kejadian Diteruskan oleh:
Kejadian 1:3