Kebijakan pertanian

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kebijakan pertanian menjelaskan serangkaian hukum terkait pertanian domestik dan impor hasil pertanian. Pemerintah pada umumnya mengimplementasikan kebijakan pertanian dengan tujuan untuk mencapai tujuan tertentu di dalam pasar produk pertanian domestik. Tujuan tersebut bisa melibatkan jaminan tingkat suplai, kestabilan harga, kualitas produk, seleksi produk, penggunaan lahan, hingga tenaga kerja.

Kepentingan kebijakan pertanian[sunting | sunting sumber]

Contoh dari cakupan dan tipe kepentingan kebijakan pertanian misalnya:

Pengurangan kemiskinan[sunting | sunting sumber]

Pertanian tetap menjadi kontributor tunggal terbesar dalam memberikan penghidupan bagi 75% masyarakat miskin dunia yang hidup di pedesaan. Stimulasi pertumbuhan pertanian menjadi aspek penting dalam kebijakan pertanian di negara berkembang. Sebuah paper yang diterbitkan Natural Resource Perspective oleh Overseas Development Institute menemukan bahwa infrastruktur, pendidikan, dan layanan informasi efektif yang baik di wilayah pedesaaan menjadi penting untuk meningkatkan kesempatan bekerja di bidang pertanian bagi warga miskin.[1]

Keamanan hayati[sunting | sunting sumber]

Keamanan hayati (biosecurity) dalam menghadapi pertanian industri yaitu mencegah transfer penyakit ke hewan ternak dan manusia, misal penyakit flu burung, sapi gila, dan penyakit lainnya yang tidak menular ke manusia namun berpotensi membahayakan sumber daya hayati setempat.

Ketahanan pangan[sunting | sunting sumber]

FAO mendefinisikan ketahanan pangan sebagai "ketika manusia, setiap saat memiliki akses fisik dan ekonomi ke bahan pangan yang mencukupi dan aman yang memenuhi kebutuhan diet dan selera untuk menjalankan kehidupan yang aktif dan sehat".[2] Empat syarat yang harus dipenuhi untuk menciptakan keamanan sistem pangan meliputi ketersediaan akses fisik dan ekonomi, pemanfaatan tepat guna, dan jaminan stabilitas ketiga elemen tersebut dalam jangka waktu yang lama.[2]

Terdapat 6.7 miliar manusia di bumi, sekitar 2 miliar mengalami kerawanan pangan.[3] Sistem pangan akan semakin tertekan dengan populasi global yang akan mencapai 9 miliar pada tahun 2050 dan perubahan pola diet yang akan membutuhkan lebih banyak bahan pangan.[4] Perubahan iklim juga menambah ancaman bagi ketahanan pangan, mempengaruhi hasil pertanian, persebaran hama dan penyakit, perubahan pola cuaca yang diikuti perubahan pola dan musim tanam.

Kedaulatan pangan[sunting | sunting sumber]

Kedaulatan pangan (food sovereignty), adalah istilah yang dibuat oleh anggota Via Campesina pada tahun 1996,[5] mengenai hak manusia untuk mendefinisikan sistem pangan mereka. Advokat ketahanan pangan meletakkan manusia yang memproduksi, mendistribusi, dan mengkonsumsi bahan pangan pada pusat pembuat kebijakan di sistem pangan, dibandingkan korporasi dan pelaku pasar yang diyakini dapat mendominasi sistem pangan global. Gerakan ini diadvokasi oleh berbagai petani, warga desa, pemuka agama, nelayan tradisional, masyarakat pribumi, perempuan, pemuda pedesaan, dan organisasi lingkungan.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Making agriculture work for the poor" (PDF). Overseas Development Institute. 2007. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-12-02. Diakses tanggal 2007. 
  2. ^ a b FAO (2008) An introduction to the basic concepts of food security. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome, Italy.
  3. ^ von Braun J (2009) Threats to security related to food, agriculture, and natural resources - What to do? International Food Policy Research Institute (IFPRI). Paper presented at 'strategic discussion circle' EADS, Berlin, Germany.
  4. ^ Beddington J, Asaduzzaman M, Fernandez A, Clark M, Guillou M, Jahn M, Erda L, Mamo T, Van Bo N, Nobre CA, Scholes R, Sharma R, Wakhungu J (2011) Achieving food security in the face of climate change: Summary for policy makers from the Commission on Sustainable Agriculture and Climate Change. Diarsipkan 2012-10-04 di Wayback Machine. CGIAR Research Program on Climate Change, Agriculture and Food Security (CCAFS), Copenhage, Denmark.
  5. ^ "Global Small-Scale Farmers' Movement Developing New Trade Regimes", Food First News & Views, Volume 28, Number 97 Spring/Summer 2005, p.2.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]