Jambu tangkalak

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Jambu Tangkalak
Ranting jambu tangkalak yang berbuah,
Darmaga, Bogor, Jawa Barat
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Divisi:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
B. axinanthera
Nama binomial
Bellucia axinanthera
Triana, 1871
Sinonim

Bellucia pentamera Naudin, 1850
Bellucia costaricensis Cogn., 1891

Jambu tangkalak adalah nama sejenis pohon buah anggota suku senggani (Melastomataceae). Di Jawa Barat, buah ini juga dikenal sebagai jamolok, harendong gede, harendong raja, atau secara umum dikenal sebagai harendong.

Dalam bahasa Spanyol dikenal sebagai guayabilla atau pera. Sementara nama ilmiahnya adalah Bellucia axinanthera dengan sinonim Bellucia pentamera.

Pemerian botanis[sunting | sunting sumber]

Pohon, tinggi 8 meter.
Bunga dan buah yang muda

Perdu tegak, 3-5(-8) m tingginya. Berbatang kurus tinggi, berbonggol-bonggol, gemang umumnya kurang dari 20 cm, kulit batang coklat keabu-abuan sampai kehitaman, beralur atau memecah dangkal. Bertajuk renggang dengan cabang dan ranting yang ramping dan melengkung, membentuk payung.

Daun tunggal terletak berhadapan, bertangkai panjang 2-7 cm. Lembaran daun besar-besar dan lebar, hingga 35 x 25 cm, dengan 5 tulang daun sejajar dan melengkung (curvinervis) khas Melastomataceae, 2 di antaranya intramarginal; pertulangan menonjol di sebelah bawah. Pangkal daun bentuk baji dan ujungnya meruncing, tepi daun bergerigi kecil, tampak jelas pada daun yang muda. Sisi atas gundul, hijau muda sampai agak tua, sisi bawah sedikit berbulu pada pertulangannya dan berwarna agak keputihan.

Karangan bunga bentuk payung menggarpu, berisi (1-)3-12 kuntum, muncul di batang (cauliflory), ranting tak berdaun, atau di ketiak.[1] Bunga berbilangan 5-7, harum. Tabung kelopak serupa lonceng serupa periuk berukuran lk. 14 x 20 mm, taju kelopak bentuk segitiga, 6 x 7 mm, hijau muda berbintil dan berbintik halus. Daun mahkota putih, bertaju membengkok dan berparuh kecil, 20 x 13 mm, pada akhirnya coklat kemerah-jambuan. Benang sari 2x jumlah daun mahkota, bertangkai 8-10 mm, dengan kepala sari yang besar dan membengkok serupa sabit, panjang lk. 9 mm, kuning, tegak berbaris rapat-rapat membentuk lingkaran. Tangkai putik sekitar 22 mm, dengan kepala putih yang beralur-alur radial, tinggi 2 mm dan diameter 4 mm, muncul sedikit di atas barisan kepala sari.

Buah buni berbentuk bulat seperti periuk bermahkotakan taju kelopak yang berdaging, tinggi 2-3,5 cm dan diameter 2,5-4 cm, berwarna kuning gading. Daging buah keputihan dan banyak mengandung sari buah, kurang beraroma, manis asam dengan rasa mirip jambu biji, mudah menjadi kecoklatan karena teroksidasi, berbiji banyak dan kecil-kecil.

Asal usul, penyebaran dan kegunaan[sunting | sunting sumber]

Tajuk jamolok

Jambu tangkalak diperkirakan didatangkan dari Costa Rica dengan maksud untuk dimanfaatkan buahnya. Pohon ini lekas tumbuh, dan pada usia setahun telah dapat berbuah asalkan memperoleh sinar matahari secara cukup.[2] Cocok dengan iklim di Indonesia, tumbuhan ini lantas menyebar dan meluas ke mana-mana. Mungkin pula pernah ditanam di beberapa tempat sebagai tanaman penutup tanah, untuk mencegah erosi. Pada tempat-tempat yang sesuai, jambu tangkalak segera meliar menjadi gulma yang mendominasi lapisan bawah hutan sekunder. Gulma ini banyak didapati misalnya di Bogor, Sukabumi, Sumsel, Jambi dan Kalbar.

Buahnya disukai hewan-hewan pemakan buah (frugivora) seperti musang, bajing, monyet dan pelbagai jenis burung. Sekaligus hewan-hewan ini bertindak sebagai pemencar bijinya.

Di Bogor, daun jambu tangkalak yang lebar-lebar dimanfaatkan sebagai pembungkus makanan tatkala kenduri; sementara kayunya digunakan sebagai kayu api.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Verheij, E.W.M. dan R.E. Coronel (eds.). 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2: Buah-buahan yang dapat dimakan. PROSEA – Gramedia. Jakarta. ISBN 979-511-672-2. Hal. 415.
  2. ^ Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 3. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hal. 1537.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]