Indomobil Group

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
PT Indomobil Sukses Internasional Tbk
Indomobil Group
Publik
Kode emitenIDX: IMAS
IndustriOtomotif
Didirikan1976
20 Maret 1987 (Indomobil Sukses Internasional)
PendiriAtang Latief
Soebronto Laras
Sudono Salim
Kantor
pusat
Jakarta, Indonesia
Tokoh
kunci
Jusak Kertowidjojo (Presiden Direktur)
ProdukMobil & sepeda motor
IndukGallant Venture Ltd. (Salim Group)
Situs webwww.indomobil.com

Indomobil Group (IDX: IMAS) adalah salah satu perusahaan otomotif terbesar dan terkemuka di Indonesia, dengan fokus usaha di bidang ritel, layanan purna jual dan pembiayaan kendaraan bermotor. Indomobil dan anak-anak perusahaannya merupakan agen tunggal pemegang merek (ATPM) dan atau distributor dari sebelas merek kendaraan yang terkenal, yaitu Audi, Citroën, Hino, Kia, Jaguar, Land Rover, Mercedes-Benz, Nissan, Renault Trucks, Suzuki, Volkswagen dan Volvo Trucks, dengan ragam produk yang mencakup kendaraan roda empat dan dua, ATV, mesin motor tempel, kendaraan niaga, kendaraan serbaguna, truk, bis, alat berat dan kendaraan angkutan umum. Indomobil juga memiliki investasi di beberapa perusahaan jasa keuangan, teknologi informasi, jasa pengelolaan gedung, manufaktur, perdagangan, penyewaan kendaraan bermotor dan sektor usaha lainnya yang merupakan jaringan distribusi, suku cadang dan layanan purna jual yang luas dan terintegrasi.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Kelahiran Indomobil Group[sunting | sunting sumber]

Meskipun saat ini Indomobil identik dengan Salim Grup, akan tetapi sebenarnya "Indomobil" bukanlah lahir dari grup ini. Indomobil dirintis oleh Soebronto Laras dan Atang Latief pada tahun 1970-an. Cerita bermula ketika pada tahun 1971, didirikan PT Indohero Steel & Engineering Company. Indohero diresmikan pabriknya pada 24 Juli 1971 di Jakarta[1] dan saat itu dimiliki oleh Ngudi Gunawan dan Lisa Gunawan, saudara dari Muhammad Saleh Kurnia (pemilik Hero Supermarket).[2] Pabrik tersebut sebenarnya sudah beroperasi sejak April 1971, memproduksi sepeda motor Suzuki dengan awalnya memiliki kapasitas 60 unit/hari.[3] Pada tahun 1974, Indohero dan Suzuki sempat berencana untuk memperluas usaha Suzuki di Indonesia dengan membangun pabrik produsen komponen motor.[4] Akan tetapi, dalam waktu beberapa tahun kemudian, Indohero sudah terjerat hutang miliaran rupiah ke Bank Bumi Daya, dan bahkan terancam ditinggalkan oleh Suzuki.[5]

Dalam perkembangannya, Ngudi dan Lisa lalu menjual perusahaan tersebut ke Atang Latief pada 1976. Meskipun Indohero saat itu sedang sekarat, Latief berpikir bahwa Indohero bisa dikembangkan nantinya. Latief kemudian mempergunakan Soebronto Laras untuk membantunya mengembangkan usaha itu.[6][7] Soebronto kemudian berhasil bernegosiasi dengan Osamu Suzuki, pimpinan Suzuki di Jepang saat itu untuk memberikan lisensi produksi mobil untuk melengkapi pabrik motor yang sudah ada, setelah bisnis sepeda motor Indohero mulai sehat kembali. Maka, pada tahun itulah, didirikan PT Indomobil Utama sebagai pabrikan mobil Suzuki pertama di Indonesia dengan modal US$ 6,5 juta. Mobil yang diproduksi pertama adalah Suzuki Carry ST-20, yang sukses dipasarkan oleh Soebronto dengan mencari ceruk pasar di daerah-daerah, seperti petani cengkeh di Sulawesi Utara.[7][8]

Masuknya Salim Group ke industri otomotif[sunting | sunting sumber]

Sudono Salim (Liem Sioe Liong) memasuki bisnis otomotif pada tahun 1971 dengan memperoleh hak Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) dari Volvo. Ia mendirikan PT Central Sole Agency untuk menjadi ATPM mobil keluaran Swedia tersebut, setelah mengambil-alih hak pengelolaannya dari NV Benua.[9] Setahun kemudian, Liem mendirikan PT Salim Djaja Motor Company (dikelola oleh anak Liem, Albert Halim) dan kemudian bersama PT Pembangunan Jaya serta Volvo mendirikan PT Ismac (Indonesian Swedish Manufacturing Company) untuk menjadi perakit mobil Volvo di Indonesia. PT Ismac mulai beroperasi pada Oktober 1975, dengan kapasitas produksi 3.000 sedan dan 500 truk, yang akan ditingkatkan menjadi 12.000 sedan dan 3.000 truk, diresmikan oleh Presiden Soeharto. Pabrik tersebut berada di Ancol, Jakarta Utara, berluaskan 93.100 meter persegi dengan investasi mencapai US$ 9 miliar.[10][11][12] Meskipun demikian, dalam perkembangannya bisnis Volvo ini tidak terlalu bagus, karena mobil Volvo merupakan mobil mewah (saat itu) sehingga sulit diterima publik. Belum lagi yang membeli kebanyakan adalah pejabat dan birokrat sipil-militer, yang seringkali terlambat atau tidak membayar Volvo mereka. Sebenarnya, tidak hanya Volvo, kemudian Liem juga memegang keagenan BMW yang terlalu kecil, sehingga pada akhir 1970-an dijual ke Astra International. Pada awal tahun 1980-an, Liem kemudian mulai memperluas bisnis otomotif miliknya dengan mengambilalih PT National Motors, yang mengelola agen Hino Motors, Mazda dan Land Rover dari Hasjim Ning dan Bachtiar Lubis[13] yang saat itu sedang mengalami kesulitan.[14] Hasilnya cukup bagus, bahkan diharapkan Ning bisa lebih berkembang lagi ke depan.[15]

Akuisisi Indomobil[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1982, pemerintah melarang bisnis kasino di Indonesia, dan Latief yang awalnya mengelola sejumlah usaha tersebut pun merugi. Butuh uang dan tidak merasa mampu lagi membiayai pabriknya, Latief akhirnya memilih menjual bisnis pabrikan Suzuki (motor dan mobil) miliknya yang padahal saat itu sedang sukses. Mulai 1981, Liem menyuntikkan dana ke PT Indohero, dan setahun kemudian mengakuisisi kepemilikan aset pabrikan otomotif milik Latief. Meskipun demikian, Liem tetap mempertahankan Soebroto dalam mengelola bisnis barunya itu.[7][8][12][14] Menurut Soebronto, Salim Grup dapat membeli Indomobil dan Indohero karena kedekatan dirinya dengan anak Liem, Anthony Salim dimana keduanya dahulu pernah bersekolah bersama di Inggris. Tidak lama kemudian, Liem mengakuisisi hak ATPM merek lain seperti Datsun dan Nissan pada 1986.[16] Bisnis perusahaan-perusahaan otomotif milik Liem (14 buah pada 1987)[12] yang kemudian seluruhnya diberi nama Indomobil Group tersebut, berkembang dengan pesat, dengan pabrikannya meluas dari 6 hektar menjadi ratusan hektar, dan dari 300 karyawan menjadi ribuan orang.[14][17] Penguasaan Salim pada Indomobil, sejak 1989 telah meningkat, dari awalnya 50-50% bersama Latief, kemudian menjadi 100%.[18] Pada tahun tersebut juga, tercatat Indomobil menguasai 26% pangsa pasar otomotif, dengan Astra di peringkat pertama dan menghasilkan 174.845 kendaraan/tahun.[19] Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada 1996, Indomobil memiliki keuntungan Rp 115 miliar, menjual 66.553 mobil dan 300.246 sepeda motor, dengan pasar 21%.[20] Namun, perlu diketahui juga, bahwa perusahaan Indomobil yang "asli", PT Indomobil Utama, kemudian dimerger dengan sejumlah perusahaan ke dalam PT Indomobil Suzuki Internasional pada tahun 1990.[21]

Indomobil Sukses Internasional Tbk[sunting | sunting sumber]

Indosepamas Anggun[sunting | sunting sumber]

Perlu diperhatikan bahwa perusahaan yang saat ini bernama PT Indomobil Sukses Internasional Tbk, bukanlah Indomobil yang "asli". Perusahaan ini awalnya didirikan pada 20 Maret 1987, dengan nama PT Cindramata Karya Persada. Tidak lama kemudian, pada 13 November 1987, namanya diubah menjadi PT Indosepamas Anggun (dikenal juga dengan nama Indoshoes).[22][23] Indosepamas merupakan perusahaan Grup Salim yang bergerak di bidang produksi sepatu olahraga (sejak tahun 1990),[24] terutama untuk brand internasional dan ekspor (terutama ke Amerika Serikat dan Eropa) bermerek Adidas, Nike, Puma, Reebok, Spalding dan lainnya.[25] Pabrik Indosepamas berada di kompleks Indocement, perusahaan semen milik Salim Grup, berukuran 5 hektar dan mempunyai kapasitas produksi 2,7 juta pasang sepatu olahraga/tahun dengan 6 lini perakitan[26][27] berteknologi cold cementing.[28] Dalam perkembangannya, Indosepamas berkembang menjadi salah satu pabrikan sepatu terbesar di Indonesia.[29] Indosepamas kemudian menawarkan sahamnya ke publik di Bursa Efek Jakarta, melepas 6 juta sahamnya[30] dengan harga penawaran Rp 3.800/lembar yang dilakukan pada 15 November 1993.[23] Indosepamas kemudian mendapat kode emiten IMAS yang masih dipertahankan saat ini. Pada awal 1994, diperkirakan pendapatannya mencapai Rp 4,8 miliar dan asetnya Rp 61,2 miliar.[31] Tidak lama kemudian, PT Indosepamas kemudian mengakuisisi 100% saham PT Primashoes Ciptakreasi yang memiliki pabrik sepatu baru.[32] (Bisnis sepatu Salim Grup ini hanya bertahan hingga 1998 akibat diterjang krisis, dan saat ini tidak beroperasi lagi).[33]

Indomulti Inti Industri[sunting | sunting sumber]

Pada November 1994-awal 1995, Grup Salim merestrukturisasi usahanya dengan menjadikan Indosepamas sebagai perusahaan induk dari sejumlah industri ukuran menengah dan kecil miliknya. Indosepamas lalu mengakuisisi sejumlah perusahaan senilai Rp 155 miliar:[34][35]

  • 100% saham PT Kerismas Witikco Makmur (pabrik baja, memiliki tiga anak usaha yaitu PT Semarang Makmur, PT Poli Contindo Nusa dan PT Indogalva Makmur)
  • 100% saham PT Adilanggeng Kencanatex (pabrik pemintalan benang);
  • 100% saham PT Prospect Indospirit Footwear (pabrik sepatu yang berbasis di Tangerang, berkapasitas 3,24 juta pasang/tahun);[36][37]
  • 51% saham PT Sinar Plataco (pabrik obat nyamuk bakar Baygon, memiliki tiga anak usaha yaitu PT Waletkencana Perkasa, PT Obor Jaya Abadi dan PT Perkasa Mostindo Utama);[38]
  • dan 65% saham PT Indographica Ekakarsa, percetakan dan produsen kardus.[37][39][40]

Pasca transaksi itu tuntas, pada 25 Juni 1995, nama perusahaan menjadi PT Indomulti Inti Industri Tbk,[23] mengingat usahanya yang terdiri dari aneka jenis usaha.[41] Tidak lama setelah itu, ekspansi kembali dilakukan dengan pada 1996 mendirikan PT Indo Hanshin International, sebuah perusahaan patungan yang dimilikinya 40% dengan PT Great River International yang bergerak dalam ritel dan distribusi sepatu olahraga.[39][42] Kinerja Indomulti cukup baik, dengan produksi sepatu mencapai 9,2 juta pasang/tahun, obat nyamuk sebesar 600 juta kotak/tahun, dan lembaran seng sebesar 93.000 ton/tahun.[37]

Indomobil Sukses Internasional[sunting | sunting sumber]

Hanya dua tahun setelah akuisisi, pada bulan Oktober 1997,[43] Grup Salim kembali mengumumkan rencananya untuk menjadikan PT Indomulti sebagai alat untuk backdoor listing Indomobil Group. Alasannya adalah, selama ini kinerja Indomulti dinilai tidak terlalu baik, sehingga dengan akuisisi dapat memberikan keuntungan kepada pemegang saham.[44] Dengan Grup Indomobil yang merupakan salah satu pemain besar dalam industri otomotif nasional, maka bisa meningkatkan kinerja perusahaan. Selain itu, restrukturisasi ini juga membuat Indomobil memiliki induk usaha yang jelas (selama ini hanya nama saja tanpa induk) sehingga citranya dikenal dengan lebih baik oleh publik.[39] Upaya ini juga sejalan dengan keinginan Indomobil untuk masuk ke bursa saham demi memperoleh dana segar senilai Rp 500 miliar.[45]

Prosesnya dilakukan dalam beberapa tahap. Pada tahap pertama, Indomulti menjual seluruh anak usahanya selama ini (PT Kerismas, PT Indographica, PT Primashoes, PT Indo Hanshin, PT Sinar, PT Prospect, dan PT Adilanggeng) pada 7 Oktober 1997 kepada sejumlah perusahaan lain (namun masih terafiliasi pada Grup Salim) senilai Rp 63 miliar.[20][40][46] Kedua, Indomulti dimerger dengan salah satu perusahaan Indomobil, yaitu PT Indomobil Investments International (IIC).[39] PT IIC didirikan pada 4 Oktober 1990,[40] dengan usahanya bergerak dalam pabrikan sejumlah komponen otomotif, seperti ban[47] dan permesinan dengan bekerjasama bersama sejumlah partner asing.[48] Merger ini dilakukan kemudian pada 6 November 1997, dan saat yang bersamaan, nama perusahaan diubah menjadi PT Indomobil Sukses Internasional Tbk.[40] Dan terakhir, kemudian pemegang saham PT IIC sebelumnya (PT Tritunggal Intipermata) masuk sebagai pemegang saham utama melalui peningkatan jumlah saham, dengan PT Tritunggal memegang 74,25%, PT Indomobil Investama (pemegang saham Indomulti sebelum dimerger) 15,65%, sisanya pemegang saham lainnya dan publik.[23] Maka, selesailah proses tersebut dengan seluruh operasional dan aset Indomobil Group dialihkan ke PT Indomobil Sukses Internasional, dan Indomobil telah menjadi perusahaan publik.

Indomobil dan krisis 1998[sunting | sunting sumber]

Hanya dalam waktu singkat setelah merger, Indomobil dan Grup Salim pun harus diterjang badai krisis moneter 1997-1998. Awalnya memiliki visi ambisius seperti menginvestasikan dana US$ 130 juta,[17] sudah meraih agen tunggal Audi dan Ssangyong, ingin membantu perakitan mobil Timor serta hendak merakit mobil mewah Porsche 911 di Indonesia,[49] Indomobil pun harus merugi karena penjualannya menurun (dari 386.691 ke 58.321 untuk mobil dan 1,8 juta ke 517.594 untuk motor) pada 1997-1998, mengalami kerugian Rp 717 miliar pada 1998, serta harus merugi karena anjloknya mata uang asing sebesar Rp 1 triliun.[17][50] Hal tersebut membuat Indomobil hampir kolaps. Untuk membantu keuangannya, Indomobil berusaha menjajaki berbagai calon investor baru, entah dari partner-nya selama ini dari Jepang atau Ford.[50] Selain itu, pada 1999, Grup Salim juga membeli obligasi konversi dari Indomobil sebanyak Rp 337 miliar untuk menutupi hutangnya.[51] Tidak hanya itu juga, Indomobil terpaksa menjual hak agen dan pabrik Suzuki kepada pemiliknya di Jepang, yang walaupun merugikan karena Suzuki cukup mendominasi penjualan Indomobil namun harus dilakukan demi menyehatkan perusahaan.[8][52]

Perubahan kepemilikan[sunting | sunting sumber]

Namun, yang paling menentukan adalah soal kepemilikan Indomobil itu sendiri. Sebagai bagian dari pemberian BLBI ke Bank Central Asia (bank milik Salim) pada pertengahan 1998, Salim terpaksa menyerahkan Indomobil kepada BPPN. Selama di BPPN, sempat ada rumor bahwa Indomobil akan digabungkan dengan PT Texmaco Jaya yang juga merupakan pabrik otomotif namun terjerat hutang besar, meskipun dibantah pihak Indomobil.[53] Dalam perkembangannya, pada tahun 2001, Menteri BUMN memerintahkan BPPN (lewat perusahaan PT Holdiko Perkasa yang menampung aset Grup Salim) untuk menjual kepemilikan 72,63%-nya di Indomobil.[54] BPPN lalu mengadakan tender untuk mencari pembeli saham tersebut sejak 20 November 2001, dengan pesertanya seperti PT Trimegah Securities, PT Bhakti Asset Management, PT Alpha Sekuritas Indonesia dan PT Multi Megah Internasional yang semuanya berjumlah 21 peserta. Yang kemudian menjadi pemenangnya adalah PT Trimegah Securities pada 6 Desember 2001 dengan biaya Rp 452 miliar.[55]

Sayangnya, penjualan tersebut justru kemudian menjadi kontroversi panas di mata publik. Hal ini karena harga tersebut dirasa terlalu murah dibanding taksiran sebelumnya.[56] Tidak hanya itu, pemenang tender yaitu PT Trimegah tidak berpengalaman dalam perusahan otomotif, sehingga ada yang menafsirkan Grup Salim ada di belakang Trimegah untuk merebut kembali asetnya.[57] Kecurigaan itu misalnya muncul dari jangka waktu pembukaan tender dan penetapan pemenangnya yang hanya sebulan.[58] Dari berbagai investigasi, terkuak bahwa BPPN telah melakukan berbagai ketidakjujuran dalam penjualan itu, seperti mengganti penasehat keuangan PricewaterhouseCoopers dengan Deloitte & Touche FAS, adanya taksiran keuangan yang tidak dilihat (dari Rp 1 triliun menjadi Rp 625 miliar saja pada 100% saham Indomobil), adanya upaya penjualan sebelumnya pada Juni 2001 yang ditutup-tutupi, posisi Trimegah yang di saat bersamaan sebagai pembeli juga menjadi penasihat BPPN, dan adanya kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp 1,7-3 triliun rupiah.[59][60] Dalam perkembangannya, KPPU juga ikut menyelidiki proses tender tersebut. Meskipun sempat digugat Trimegah,[61] KPPU tetap mengeluarkan hasilnya pada 30 Mei 2002,[62] menyebabkan sejumlah pihak dikenai sanksi atas tuduhan persekongkolan/kerjasama antar berbagai pihak yang terlibat dalam tender. Hukuman itu meliputi:[63][64]

  • PT Trimegah Securities, denda Rp 10,5 miliar dan larangan transaksi bersama BPPN.
  • Pranata Hajadi dan Jimmy Masrin didenda Rp 10,5 miliar
  • PT Cipta Sarana Duta Perkasa didenda Rp 5 miliar, ditambah ganti rugi Rp 228 miliar dan larangan transaksi bersama BPPN.
  • PT Holdiko Perkasa didenda Rp 5 miliar
  • PT Deloitte & Touche FAS didenda Rp 10 miliar dan larangan transaksi bersama BPPN.
  • PT Alpha Sekuritas Indonesia didenda Rp 1,5 miliar.

Sempat ada yang menyatakan tender tersebut dapat dibatalkan,[65] namun kemudian tidak dilakukan karena uang pembayaran Trimegah sudah masuk dalam kas negara.[14] Sayangnya, tidak lama kemudian, putusan KPPU dibatalkan oleh PTUN dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan kemudian di MA pada 2 Januari 2003.[14][66]

Kembalinya Indomobil ke Grup Salim[sunting | sunting sumber]

Trimegah tidak lama memegang kekuasaan atas Indomobil. Sahamnya kemudian dijual ke partner Trimegah saat tender, PT Cipta Sarana Duta Perkasa,[55] yang dimiliki oleh Pranata Hajadi dan Jimmy Masrin (pemilik PT Lautan Luas Tbk).[14][67] Salim sebenarnya masih memiliki kepemilikan Indomobil sebanyak 18,05% (lewat PT Tritunggal), namun bukan pengendali karena PT Cipta memiliki jumlah yang lebih banyak.[68] Namun, kemudian posisi PT Cipta menurun menjadi 52%,[69] dan pada 2 Mei 2013, lengan bisnis Salim di Singapura, Gallant Venture Ltd. membeli saham milik PT Cipta tersebut seharga Rp 7,8 triliun.[70] Salim pun mendapatkan kembali Indomobil yang sudah lebih sehat, terdiversifikasi bisnisnya dan menguntungkan.[14] Sempat meningkat menjadi 71%, kini kepemilikan Salim lewat Gallant adalah sebesar 49%, ditambah lewat PT Tritunggal Intipermata sebanyak 18,17%.[71][72]

Operasional[sunting | sunting sumber]

Kepemilikan[sunting | sunting sumber]

  • Gallant Venture Ltd: 49,49%
  • PT Sejahtera Raya Perkasa: 20,24%
  • PT Tritunggal Intipermata: 18,17%
  • Publik: 12,10%[73]

Manajemen[sunting | sunting sumber]

  • Presiden Komisaris: Pranata Hajadi
  • Komisaris: Eugene Cho Park
  • Komisaris Independen: Hanadi Raharja
  • Komisaris Independen: Mohammad Jusuf Hamka
  • Komisaris: Tan Lian Soei
  • Direktur Utama: Jusak Kertowidjojo
  • Direktur/Direktur Keuangan: Santiago Soriano Navarro
  • Direktur: Josef Utaimin
  • Direktur: Alex Sutisna
  • Direktur: Evensius Go[74]

Anak perusahaan[sunting | sunting sumber]

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Berita industri
  2. ^ Informasi, Volume 13,Masalah 151-154
  3. ^ Kotapraja, Volume 1-2
  4. ^ Summary of World Broadcasts: The Far East. Weekly supplement, Bagian 3
  5. ^ Kapital, Volume 3,Masalah 9-16
  6. ^ Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 6,Masalah 1-8
  7. ^ a b c Raja Otomotif RI: Kisah Indomobil Jatuh ke Tangan Om Liem
  8. ^ a b c Suzuki, Mimpi yang Terputus
  9. ^ Kisah sukses Liem Sioe Liong
  10. ^ Indonesia: A Survey of U.S. Business Opportunities, Volume 57
  11. ^ Informasi, Masalah 215-220
  12. ^ a b c Ensiklopedi ekonomi, bisnis & manajemen: P-Z
  13. ^ Konglomerasi: negara dan modal dalam industri otomotif Indonesia, 1950-1985
  14. ^ a b c d e f g Liem Sioe Liong's Salim Group
  15. ^ Liem Sioe Liong: dari Futching ke mancanegara
  16. ^ The Economic Development of Southeast Asia, Volume 3
  17. ^ a b c JP/Soebronto born for automotive industry
  18. ^ Kisah sukses para manajer: profil 4 top eksekutif Indonesia
  19. ^ Indonesia Development News, Volume 13
  20. ^ a b JP/Indomobil now public firm by backdoor listing
  21. ^ Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 2,Masalah 27-39
  22. ^ Indonesia News Service, Masalah 403-479
  23. ^ a b c d PT INDOMOBIL SUKSES INTERNASIONAL Tbk.
  24. ^ Sejarah dan Profil Singkat IMAS (Indomobil Sukses Internasional Tbk)
  25. ^ Jakarta also hit by shares fever
  26. ^ PENDAHULUAN
  27. ^ Analisis strategi pasar produk sepatu olah raga pada pt. indosepamas aggun
  28. ^ Emiten pasar modal Indonesia
  29. ^ ABSTRACT
  30. ^ Indonesia Development News Quarterly, Volume 16,Masalah 1
  31. ^ JP/Shoe producer shows profit
  32. ^ Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 5,Masalah 13-18
  33. ^ 21 Tahun Ex Para Pekerja Berkumpul
  34. ^ Financial Fragility and Instability in Indonesia
  35. ^ Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 7,Masalah 51
  36. ^ Dunia EKUIN dan PERBANKAN, Volume 1,Masalah 1-2
  37. ^ a b c pengaruh kinerja keuangan terhadap harga saham
  38. ^ Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 7,Masalah 1-6
  39. ^ a b c d Indonesian Capital Market Directory
  40. ^ a b c d ASPEK HUKUM MERGER...
  41. ^ Pasar modal Indonesia: retrospeksi lima tahun swastanisasi BEJ
  42. ^ Eksekutif, Masalah 205-207
  43. ^ Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 10,Masalah 28-36
  44. ^ Dunia EKUIN dan PERBANKAN, Volume 10,Masalah 21-22
  45. ^ Indonesia Business Weekly, Volume 3,Masalah 12-28
  46. ^ The Rhythm of Strategy: A Corporate Biography of the Salim Group of Indonesia
  47. ^ Indonesia, News & Views, Volume 7
  48. ^ Eksekutif, Masalah 199-204
  49. ^ JP/Indomobil to build Porsche 911
  50. ^ a b THE INDOMOBIL GROUP: DEPENDENT ON INTERVENTION OF FUNDS FROM OUTSIDE.
  51. ^ JP/Salim Group to take over debts of Indomobil
  52. ^ Globe Asia, Volume 1,Masalah 2-5
  53. ^ Mimpi Mobil Nasional : Timor
  54. ^ BPPN: the end
  55. ^ a b Konsorsium Trimegah kuasai Indomobil[pranala nonaktif permanen]
  56. ^ BPPN Tak Keberatan Penjualan Saham Indomobil Diaudit
  57. ^ Ombudsman BPPN Mengusulkan Auditor Independen Kasus Indomobil
  58. ^ Bank BCA, Sejarah Bank Besar yang Terus Diperebutkan Pemilik Modal
  59. ^ Jual Indomobil: Cara Menjarah ala BPPN
  60. ^ Terungkap, Ketidakjujuran BPPN dkk Soal Penjualan Indomobil
  61. ^ Gugatan Trimegah Dinilai Salah Alamat
  62. ^ Perusahaan saling mematikan & bersekongkol: bagaimana cara memenangkan?
  63. ^ KPPU Denda Trimegah Rp 10,5 Miliar
  64. ^ Tender Penjualan Saham PT. Indomobil Sukses International
  65. ^ KPPU Mungkin Batalkan Tender Indomobil
  66. ^ Kasus Indomobil Jadi Batu Sandungan untuk KPPU
  67. ^ Pekan Depan, Pembeli Saham Indomobil Diperiksa
  68. ^ Aset Salim Masih Ada di Perusahaan yang Sempat Disita
  69. ^ Porsi 2 pemegang saham Indomobil menyusut
  70. ^ Grup Salim Kembali Kendalikan Indomobil
  71. ^ LapTahunan Indomobil 2020
  72. ^ Gallant Venture Kurangi Saham Indomobil
  73. ^ PT. INDOMOBIL SUKSES INTERNASIONAL TBK [IMAS]
  74. ^ Board of Commissioners

Pranala luar[sunting | sunting sumber]