Gurih

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Buah tomat matang kaya akan komponen umami.

Gurih atau umami[1][2][3][4][5] (Inggris: savoury), yang secara populer merujuk pada rasa sedap atau lezat, merupakan salah satu bagian dari lima rasa dasar. Rasa dasar tersebut terdiri dari manis, asam, pahit, dan asin.

Rasa gurih atau umami dapat diperoleh secara alami dari berbagai macam bahan makanan, seperti kaldu (ayam, daging sapi, daging babi, atau ikan), kerang, udang, kecap ikan, kecap asin, kecap inggris, rumput laut, tomat, bawang putih, asparagus, jamur, miso, tauco, keju, santan kelapa, terasi, dan lain-lain.

Terminologi[sunting | sunting sumber]

Sesungguhnya dalam bahasa Indonesia sudah dikenali istilah khusus yang merujuk kepada cita rasa lezat makanan yaitu "gurih". Akan tetapi istilah umami lebih populer dan mendunia, sehingga kadang digunakan sebagai sinonim "gurih". Umami adalah kata serapan dari Jepang: umami (うま味?) yang berarti "rasa gurih yang enak".[6] Kata khusus ini dipilih oleh Profesor Kikunae Ikeda dari umai (うまい) "lezat" dan mi (味) "rasa". Karakter Tionghoa 旨味 digunakan untuk arti yang lebih umum, ketika suatu makanan terasa lezat.

Latar belakang[sunting | sunting sumber]

Selama bertahun-tahun, para ilmuwan memperdebatkan apakah umami benar-benar merupakan rasa dasar; sampai akhirnya pada tahun 1985 pada Simposium Internasional Umami yang pertama di Hawaii, istilah umami secara resmi diakui sebagai istilah ilmiah untuk mendeskripsikan rasa glutamat dan nukleotida.[7] Kini kata tersebut diterima secara luas sebagai rasa dasar yang kelima. Umami merupakan rasa dari asam amino L-glutamat dan 5’-ribonukleotida seperti guanosin monofosfat (GMP) dan inosin monofosfat (IMP).[8] Meskipun rasa ini dapat dijelaskan sebagai rasa "berkaldu" atau "berdaging" yang enak dengan sensasi yang lama, menimbulkan air liur, dan melapisi lidah, istilah umami tidak ada terjemahannya dalam kebanyakan bahasa di dunia. Gurih disebut umami dalam beberapa bahasa utama dunia, termasuk bahasa Inggris, Spanyol, Prancis, dan bahasa lainnya. Sensasi umami ditimbulkan oleh deteksi anion karboksilat dari glutamat dalam sel reseptor khusus yang ada pada lidah manusia dan hewan.[9][10] Efeknya yang mendasar adalah kemampuannya untuk menyeimbangkan rasa dan menyempurnakan cita rasa total makanan. Umami secara jelas meningkatkan kelezatan berbagai macam makanan (untuk tinjauan Beauchamp, 2009).[11] Glutamat dalam bentuk asam (asam glutamat) hanya menimbulkan sedikit rasa umami; sedangkan garam dari asam glutamat, yang dikenal sebagai glutamat, dapat dengan mudah mengionisasi dan memberikan rasa khas umami. GMP dan IMP memperkuat intensitas rasa glutamat.[10][12]

Penemuan rasa umami[sunting | sunting sumber]

Kikunae Ikeda

Glutamat mempunyai sejarah panjang dalam dunia masak-memasak. [13] Kecap ikan fermentasi (garum), yang kaya akan glutamat, sudah digunakan pada zaman Romawi kuno.[14] Pada akhir era 1800-an, koki Auguste Escoffier, yang membuka restoran paling mempesona, mahal, dan revolusioner di Paris pada waktu itu, menciptakan hidangan yang menggabungkan umami dengan rasa asin, asam, manis, dan pahit.[15] Namun, dia belum mengetahui sumber kimia dari rasa unik ini. Umami baru diidentifikasi secara tepat pada tahun 1908 oleh ilmuwan Kikunae Ikeda,[16] seorang Profesor di Universitas Imperial Tokyo. Dia menemukan bahwa glutamat adalah penyebab lezatnya kaldu dari ganggang laut kombu. Dia memperhatikan bahwa rasa kombu dashi berbeda dari rasa manis, asam, pahit, dan asin dan menamainya umami. Kemudian, seorang murid profesor Ikeda, Shintaro Kodama, menemukan pada tahun 1913 bahwa serutan bonito kering mengandung bahan umami lain.[17] Bahan ini adalah IMP ribonukleotida. Pada tahun 1957, Akira Kuninaka menyadari bahwa GMP ribonukleotida yang terkandung dalam jamur shiitake juga memberi rasa umami.[18] Salah satu penemuan Kuninaka yang paling penting adalah efek sinergis antara ribonukleotida dengan glutamat. Ketika makanan yang kaya glutamat digabungkan dengan bahan lain yang mengandung ribonukleotida, intensitas rasa yang dihasilkan lebih tinggi daripada jumlah kedua bahan tersebut.

Sinergi umami ini menjelaskan adanya berbagai pasangan makanan klasik, mulai dari mengapa orang Jepang membuat dashi dengan ganggang laut kombu dan serutan bonito kering, hingga berbagai masakan lainnya. Orang Tionghoa menambahkan daun bawang Tiongkok dan kol pada sup ayam, sama seperti halnya masakan Skotlandia sup cock-a-leekie, dan orang Italia mengombinasikan keju Parmesan pada saus tomat dengan jamur. Dalam seni memasak Indonesia sendiri, rasa gurih didapatkan dari santan kelapa, bumbu kacang dan juga terasi, dikombinasikan dengan komponen rasa lainnya seperti asam dari asam Jawa atau jeruk nipis, manis dari gula merah atau kecap manis, ditambah bumbu rempah menciptakan kombinasi rasa gurih yang kompleks. Sensasi rasa umami dari bahan-bahan ini yang dicampur menjadi satu, melebihi rasa dari masing-masing bahan itu sendiri.

Sifat-sifat rasa umami[sunting | sunting sumber]

Umami menimbulkan sisa rasa yang tidak terlalu kuat tetapi bertahan lama dan sulit digambarkan. Sisa rasa ini memancing air liur dan sensasi rasa seperti berbulu pada lidah, menstimulasi tenggorokan, langit-langit dan bagian belakang mulut (untuk tinjauan Yamaguchi, 1998).[19][20] Bila sendirian, umami tidak terasa enak, tetapi rasa ini membuat sangat banyak makanan menjadi lezat terutama bila bersama dengan aroma yang cocok.[21] Tetapi seperti rasa dasar lainnya, kecuali sukrosa, umami terasa enak hanya dalam kisaran konsentrasi yang relatif sempit.[19] Rasa optimum umami tergantung juga pada jumlah garam, dan selain itu, makanan rendah-garam dapat tetap mempunyai rasa yang memuaskan dengan jumlah umami yang sesuai.[22] Bahkan, Roinien dkk. menunjukkan bahwa tingkat kelezatan, intensitas rasa dan keasinan yang ideal pada sup rendah-garam adalah lebih tinggi bila sup tersebut mengandung umami, sedangkan sup rendah-garam tanpa umami terasa kurang lezat.[23] Beberapa kelompok populasi, seperti kelompok lanjut usia, dapat memperoleh manfaat dari rasa umami karena kepekaan rasa dan penciuman mereka telah menurun akibat usia dan berbagai macam obat. Berkurangnya rasa dan penciuman dapat ikut menyebabkan status nutrisi yang buruk yang akan meningkatkan risiko mereka terkena penyakit.[24]

Makanan yang kaya akan umami[sunting | sunting sumber]

Ternyata banyak bahan makanan yang kita konsumsi setiap hari, yang kaya akan umami. Glutamat yang terbentuk secara alami dapat ditemukan pada daging dan sayuran, sedangkan inosinat berasal terutama dari daging dan guanilat dari sayuran. Karena itu, rasa umami umumnya terdapat pada makanan yang banyak mengandung L-glutamat, IMP dan GMP, dan paling jelas terasa pada ikan, kerang-kerangan, daging olahan, sayur-sayuran dan buah (misal jamur, tomat masak, kol Tiongkok, bayam, kelapa dll.) atau teh hijau, dan produk-produk fermentasi serta peraman (misal keju, terasi udang, kecap, dll.).[25] Paparan pertama manusia dengan umami adalah melalui air susu ibu.[26] ASI mengandung umami dalam jumlah yang kurang lebih sama dengan dalam kaldu. Ada beberapa perbedaan yang jelas antara kaldu dari negara yang berbeda. Dashi Jepang memberikan sensasi rasa umami yang sangat murni karena tidak berasal dari daging-dagingan. Pada dashi, L-glutamat berasal dari kombu laut (Laminaria japonica) dan inosinat berasal dari serutan bonito kering (katsuobushi) atau ikan sarden kecil kering (niboshi). Sebaliknya, kaldu Barat atau Cina mempunyai rasa yang lebih kompleks karena adanya campuran asam amino yang lebih beragam dari tulang, daging, dan sayur-sayuran.

Reseptor rasa[sunting | sunting sumber]

Semua kuncup pengecap pada lidah dan bagian lain dalam mulut dapat mendeteksi rasa umami secara mandiri di mana pun lokasinya. Peta lidah yang mendistribusikan rasa yang berbeda ke lokasi yang berbeda pada lidah adalah kesalahan konsepsi yang umum. Studi biokimia telah mengenali reseptor rasa yang bertanggung jawab untuk rasa umami, yaitu bentuk termodifikasi dari mGluR4, mGluR1 dan reseptor rasa tipe 1 (T1R1+T1R3), dan semuanya ditemukan pada kuncup pengecap di semua permukaan.[27][28][29] New York Academy of Sciences mendukung penerimaan reseptor-reseptor ini dengan menyatakan bahwa “Studi biologi molekul terkini sekarang telah mengidentifikasi kandidat kuat reseptor umami, termasuk heterodimer T1R1/T1R3, dan reseptor glutamat metabotropik glutamat tipe 1 dan 4 terpotong yang kehilangan sebagian besar domain ekstraseluler terminal-N (mGluR4-rasa dan mGluR1-terpotong) serta mGluR4-otak."[9] Reseptor mGluR1 dan mGluR4 spesifik untuk glutamat sedangkan T1R1+T1R3 bertanggung jawab atas sinergi yang sudah dijelaskan oleh Akira Kuninaka pada tahun 1957. Namun, peranan spesifik dari setiap tipe reseptor ini dalam sel kuncup pengecap masih belum jelas. Reseptor ini adalah reseptor terhubung-protein G (GPCRs) dengan molekul pemberi sinyal serupa yang meliputi protein G beta-gamma, PLCb2 dan pelepasan kalsium (Ca2+) bermediasikan PI3 dari simpanan intraseluler.[30] Ca2+ mengaktifkan melastatin 5 (TrpM5) potensial reseptor sementara saluran kation selektif yang menyebabkan depolarisasi membran dan yang kemudian mengakibatkan pelepasan ATP dan sekresi neurotransmiter termasuk serotonin.[31][32][33][34] Sel-sel yang merespons terhadap stimulasi rasa umami tidak memiliki sinapsis tipikal, tetapi ATP menyampaikan sinyal rasa ke saraf-saraf pengecap dan kemudian ke otak yang menafsirkan dan mengidentifikasi ciri rasa tersebut.[35][36]

Kontroversi[sunting | sunting sumber]

Selain dari bahan alami, kini rasa umami dapat diperoleh secara instan dan buatan melalui pembubuhan bumbu penyedap rasa monosodium glutamat. Karena itulah rasa umami kerap dikaitkan dengan promosi produk MSG seperti Ajinomoto.[37] Namun beberapa pihak menolak menyamakan rasa gurih alami dengan rasa gurih instan yang diperoleh dari MSG.[38] Sebagian pihak yang skeptis berpendapat bahwa upaya mempromosikan rasa "umami" sesungguhnya adalah trik pemasaran untuk mempromosikan MSG.[39] Hal ini dikaitkan dengan pendapat mengenai dampak buruk MSG bagi kesehatan.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "What is umami?". The Umami Information Center. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-07-26. Diakses tanggal 2012-03-09. 
  2. ^ "You say savory, I say umami". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-09-26. Diakses tanggal 2012-03-09. 
  3. ^ Heidi Blake (9 February 2010). "Umami in a tube: 'fifth taste' goes on sale in supermarkets". The Daily Telegraph. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-03. Diakses tanggal 10 February2011. 
  4. ^ "Cambridge Advanced Learner's Dictionary". Cambridge University Press. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-06-27. Diakses tanggal 1 January 2011. 
  5. ^ "Merriam-Webster English Dictionary". Merriam-Webster, Incorporated. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-03. Diakses tanggal 1 January 2011. 
  6. ^ Jim Breen. "EDICT's entry for umami". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-01-03. Diakses tanggal 31 Desember 2010. 
  7. ^ Y. Kawamura and M.R. Kare, ed. (1987). Umami: A basic taste. New York, NJ: Marcel Dekker. 
  8. ^ Yamaguchi S, Kumiko N (2000). "Umami and Food Palatability". Journal of Nutrition. 130 (4): 921S–26S. PMID 10736353. 
  9. ^ a b Thomas E. Finger, ed. (2009). International Symposium on Olfaction and Taste, Volume 1170. Hoboken, NJ: The Annals of the New York Academy of Sciences. 
  10. ^ a b Chandrashekar J, Hoon MA, Ryba NJ, Zuker CS (2006). "The receptors and cells for mammalian taste". Nature. 444 (7117): 288–94. doi:10.1038/nature05401. PMID 17108952. 
  11. ^ Beauchamp G (2009). "Sensory and receptor responses to umami: an overview of pioneering work". Am J Clin Nutr. 90 (3): 723S–7S. doi:10.3945/ajcn.2009.27462E. PMID 19571221. 
  12. ^ Yasuo T, Kusuhara Y, Yasumatsu K, Ninomiya Y (2008). "Multiple receptor systems for glutamate detection in the taste organ". Biological & Pharmaceutical Bulletin. 31 (10): 1833–7. doi:10.1248/bpb.31.1833. PMID 18827337. 
  13. ^ Lehrer, Jonah (2007). Proust was a Neuroscientist. Mariner Books. ISBN 9780547085906. 
  14. ^ Smriga M, Mizukoshi T, Iwata D, Sachise E, Miyano H, Kimura T, Curtis R (2010). "Amino acids and minerals in ancient remnants of fish sauce (garum) sampled in the "Garum Shop" of Pompeii, Italy". Journal of Food Composition and Analysis. 23 (5): 442–446. doi:10.1016/j.jfca.2010.03.005. 
  15. ^ "Sweet, Sour, Salty, Bitter... and Umami, NPR". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-10. Diakses tanggal 2012-03-09. 
  16. ^ Ikeda K (2002). "New seasonings". Chemical Senses. 27 (9): 847–9. doi:10.1093/chemse/27.9.847. PMID 12438213.  (partial translation of Ikeda, Kikunae (1909). "New Seasonings[japan.]". Journal of the Chemical Society of Tokyo. 30: 820–836. )
  17. ^ Kodama S (1913). "On a procedure for separating inosinic acid". Journal of the Chemical Society of Japan. 34: 751. 
  18. ^ Kuninaka A (1960). "Studies on taste of ribonucleic acid derivatives". Journal of the Agricultural Chemical Society of Japan. 34: 487–492. 
  19. ^ a b Yamaguchi S (1998). "Basic properties of umami and its effects on food flavor". Food Reviews International. 14 (2&3): 139–176. doi:10.1080/87559129809541156. 
  20. ^ Uneyama H, Kawai M, Sekine-Hayakawa Y, Torii K (2009). "Contribution of umami taste substances in human salivation during meal". Journal of Medical Investigation. 56 (supplement): 197–204. doi:10.2152/jmi.56.197. PMID 20224181. 
  21. ^ Edmund Rolls (2009). "Functional neuroimaging of umami taste: what makes umami pleasant?". The American Journal of Clinical Nutrition. 90 (supplement): 804S–813S. doi:10.3945/ajcn.2009.27462R. PMID 19571217. 
  22. ^ Yamaguchi S, Takahashi; Takahashi, Chikahito (1984). "Interactions of monosodium glutamate and sodium chloride on saltiness and palatability of a clear soup". Journal of Food Science. 49: 82–85. doi:10.1111/j.1365-2621.1984.tb13675.x. 
  23. ^ Roininen K, Lahteenmaki K, Tuorila H (1996). "Effect of umami taste on pleasentness of low salt soups during repeated testing". Physiology & Behavior. 60 (3): 953–958. PMID 8873274. 
  24. ^ Yamamoto S, Tomoe M, Toyama K, Kawai M, Uneyama H (2009). "Can dietary supplementation of monosodium glutamate improve the health of the elderly?". Am J Clin Nutr. 90 (3): 844S–849S. doi:10.3945/ajcn.2009.27462X. PMID 19571225. 
  25. ^ Ninomiya K (1998). "Natural Occurance". Food Reviews International. 14 (2&3): 177–211. doi:10.1080/87559129809541157. 
  26. ^ Agostini C, Carratu B, Riva E, Sanzini E (2000). "Free amino acid content in standard infant formulas: comparison with human milk". Journal of American College of Nutrition. 19 (4): 434–438. PMID 10963461. 
  27. ^ Chaudhari N, Landin AM, Roper SD (2000). "A metabotropic glutamate receptor variant functions as a taste receptor". Nature Neuroscience. 3 (2): 113–119. doi:10.1038/72053. PMID 10649565. 
  28. ^ Nelson G; Chandrashekar J; Hoon MA; et al. (2002). "An amino-acid taste receptor". Nature. 416 (6877): 199–202. doi:10.1038/nature726. PMID 11894099. 
  29. ^ San Gabriel A, Uneyama H, Yoshie S, Torii K (2005). "Cloning and characterization of a novel mGluR1 variant from vallate papillae that functions as a receptor for L-glutamate stimuli". Chem Senses. 30 (Suppl): i25–i26. doi:10.1093/chemse/bjh095. PMID 15738140. 
  30. ^ Kinnamon SC (2011). "Taste receptor signaling -from tongues to lungs". Acta Physiol: no–no. doi:10.1111/j.1748-1716.2011.02308.x. PMID 21481196. 
  31. ^ Perez CA, Huang L, Rong M, Kozak JA, Preuss AK, Zhang H, Max M, Margolskee RF (2002). "A transient receptor potential channel expression in taste receptor cells". Nat Neurosci. 5 (11): 1169–76. doi:10.1038/nn952. PMID 12368808. 
  32. ^ Zhang Y, Hoon MA, Chandrashekar J, Mueller KL, Cook B, Wu D, Zuker CS, Ryba NJ (2003). "Coding sweet, bitter, and umami tastes: different receptor cells sharing signaling pathways". Cell. 112 (3): 293–301. doi:10.1016/S0092-8674(03)00071-0. PMID 12581520. 
  33. ^ Dando R, Roper SD (2009). "Cell-to-cell communication in intact taste buds through ATP signalling from pannexin 1 gap junction hemichannels". J Physiol. 587 (2): 5899–906. doi:10.1113/jphysiol.2009.180083. 
  34. ^ Roper SD (2007). "Signal transduction and information processing in mammalian taste buds". Pflügers Archiv. 454 (5): 759–76. doi:10.1007/s00424-007-0247-x. PMID 17468883. 
  35. ^ Clapp TR, Yang R, Stoick CL, Kinnamon SC, Kinnamon JC (2004). "Morphologic characterization of rat taste receptor cells that express components of the phospholipase C signaling pathway". J Comp Neurol. 468 (3): 311–321. doi:10.1002/cne.10963. PMID 14681927. 
  36. ^ Iwatsuki K, Ichikawa R, Hiasa M, Moriyama Y, Torii K, Uneyama H (2009). "Identification of the vesicular nucleotide transporter (VNUT) in taste cells". Biochem Bhiphys Res Commun. 388 (1): 1–5. doi:10.1016/j.bbrc.2009.07.069. PMID 19619506. 
  37. ^ "What is umami?". Ajinomoto. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-01-06. Diakses tanggal 24 Maret 2012. 
  38. ^ Ferretti, Elena (5 Januari 2010). "Oh, Mama, What's Up With Umami?". Fox News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-02-27. Diakses tanggal 24 Maret 2012. 
  39. ^ Rufus, Anneli (17 Juni 2010). "Umami: The World's Cleverest Marketing Scheme". Psychology Today. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-10. Diakses tanggal 24 Maret 2012. 

Pustaka[sunting | sunting sumber]

  • Kimia Citarasa: Tiga Puluh Tahun Kemajuan oleh Roy Teranishi, Emily L. Wick, Irwin Hornstein; artikel: Umami dan Kelezatan Makanan, oleh Shizuko Yamaguchi dan Kumiko Ninomiya. ISBN 0-306-46199-4
  • Barbot, Pascal; Matsuhisa, Nobu; dan Mikuni, Kiyomi. Sambutan oleh Heston Blumenthal. Dashi dan Umami: Jantung Masakan Jepang. London: Eat-Japan / Cross Media, 2009

Pranala luar[sunting | sunting sumber]