Gundhul Pacul

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Gundhul Pacul adalah lagu daerah dari Jawa Tengah. Lagu tradisional ini merupakan karya Raden Cajetanus Hardjosoebroto, seorang komposer karawitan Jawa.[1]

Lirik lagu[sunting | sunting sumber]

Bahasa Jawa[sunting | sunting sumber]

Gundhul gundhul pacul cul
gembèlèngan
Nyunggi nyunggi wakul kul
gembèlèngan
Wakul ngglimpang segané dadi sak ratan
Wakul ngglimpang segané dadi sak ratan

Terjemahan bahasa Indonesia[sunting | sunting sumber]

Gundul gundul cangkul, tidak hati hati
Membawa bakul (di atas kepala) dengan tidak hati hati
Bakul terguling, nasinya tumpah berceceran di jalan
Bakul terguling, nasinya tumpah berceceran di jalan

Arti filosofis[sunting | sunting sumber]

Lagu ini dianggap mengandung nilai filosofis yang dalam sebagai berikut:[1]

Gundul gundul pacul, gembelengan

Gundul adalah kepala plontos tanpa rambut. Kepala adalah lambang kehormatan dan kemuliaan seseorang, sementara rambut adalah mahkota lambang keindahan kepala. Dengan demikian, gundul artinya adalah kehormatan yang tanpa mahkota.
Pacul adalah cangkul, alat pertanian yang terbuat dari lempeng besi segi empat, merupakan lambang rakyat kecil yang kebanyakan adalah petani. Orang Jawa mengatakan bahwa pacul adalah papat kang ucul (lit. "empat yang lepas"), dengan pengertian kemuliaan seseorang sangat tergantung kepada empat hal, yaitu cara orang tersebut menggunakan mata, hidung, telinga, dan mulutnya. Jika empat hal itu lepas, kehormatan orang tersebut juga akan lepas.
  1. Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat.
  2. Telinga digunakan untuk mendengar nasihat.
  3. Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan.
  4. Mulut digunakan untuk berkata-kata yang adil.
Gembelengan artinya "besar kepala, sombong, dan bermain-main" dalam menggunakan kehormatannya.

Dengan demikian, makna kalimat ini adalah bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota, tetapi pembawa pacul untuk mencangkul (mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya). Namun, orang yang sudah kehilangan empat indera tersebut akan berubah sikapnya menjadi congkak (gembelengan).

Nyungi nyunggi wakul kul, gembelengan

Nyunggi wakul (membawa bakul di atas kepala) dilambangkan sebagai menjunjung amanah rakyat. Namun, saat membawa bakul, sikapnya sombong hati (gembelengan).

Wakul ngglimpang segane dadi sak ratan

Wakul ngglimpang (bakul terguling) melambangkan amanah dari rakyat terjatuh, akibat sikap sombong saat membawa amanah tersebut.
Segane dadi sak ratan (nasinya jadi berceceran di jalan) melambangkan hasil yang diperoleh menjadi berantakan dan sia-sia, tidak bisa dimakan lagi (tidak bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat).

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Sukma Permana. 8 April 2011. Berawal dari Gundul-Gundul Pacul Diarsipkan 2014-01-16 di Wayback Machine..