Glukokortikoid

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 6 April 2013 06.11 oleh EmausBot (bicara | kontrib) (Bot: Migrasi 25 pranala interwiki, karena telah disediakan oleh Wikidata pada item d:Q422549)
Struktur kimia kortisol dari golongan glukokortikoid

Glukokortikoid (Inggris: Glucocorticoids, GC) adalah golongan hormon steroid yang memberikan pengaruh terhadap metabolisme nutrisi.[1] Penamaan glukokortikoid (glukosa + korteks + steroid) menunjukkan keberadaan golongan ini sebagai regulator glukosa yang disintensis pada korteks adrenal dan mempunyai struktur steroid.

Hormon golongan GC mengaktivasi konversi protein menjadi glukosa melalui lintasan glukoneogenesis di dalam hati dan menstimulasi konversi lebih lanjut menjadi glikogen.[2] Peningkatan senyawa nitrogen pada urin yang terjadi setelah peningkatan glukokortikoid merupakan akibat dari mobilisasi asam amino dari protein yang mengalami reaksi proteolitik dan adanya senyawa karbon yang terjadi sepanjang lintasan glukoneogenesis.

Sedangkan pada metabolisme lipid, glukokortikoid memberikan 2 efek regulasi. Efek yang pertama adalah redistribusi senyawa lipid dan yang kedua adalah aktivasi senyawa lipolitik. Dosis tinggi GC seperti yang terjadi pada hiperkortisisme akan menyebabkan senyawa lipid bergerak menuju upper trunk dan wajah. Hal ini diperkirakan berkaitan dengan jumlah pencerap glukosa yang terdapat pada adiposit. Sel lemak yang memiliki jumlah pencerap GLUT lebih banyak, akan merespon kadar GC yang tinggi dengan menurunkan absorpsi glukosa sehingga tidak terjadi penimbunan trigliserida. Sedang sel dengan pencerap lebih sedikit lebih tidak terpengaruh oleh kadar GC sehingga lebih responsif terhadap insulin dan menyebabkan penumpukan glukosa dan trigliserida. Mobilisasi lipid dari tumpukan glukosa/trigliserida distimulasi oleh hormon adrenalin dengan aktivasi GC.

Mekanisme yang terjadi pada jaringan akibat pengaruh GC masih belum jelas benar, namun dosis kronis dapat mengakibatkan atrofi pada jaringan limfatik, jaringan otot, osteoporosis dan penipisan kulit.

GC juga merupakan hormon steroid dari kelas kortikosteroid, yang memiliki kapasitas untuk membinasakan limfosit, mengembangkan timosit dan menginduksi apoptosis,[3] sehingga sering digunakan untuk penanganan peradangan seperti artritis, collagen vascular diseases, radang paru dan asma, beberapa jenis radang hati, beberapa penyakit kulit dan granulomatous diseases, sub-akut tiroiditis dan amiodarone-associated thyroiditis. Pada model tikus, GC menyebabkan apoptosis pada prekursor sel T CD8+ yang disebut splenosit CD8+, namun tidak pada sel T CD8+ dewasa, yang disebut sel T pmel-1 CD8+, dan tidak menghambat aktivitas anti-tumor yang diemban sel T CD8+ tersebut.[4]

Seperti halnya hormon lain dalam golongan kortikosteroid, GC juga memengaruhi fungsi kelenjar tiroid. Pada dosis tinggi, GC menurunkan laju konversi hormon T4 ke T3, menurunkan sekresi hormon TSH dari kelenjar hipofisis,[5] menginduksi hiperkatabolisme dan malnutrisi.[6]


Saat GC masuk ke dalam sel melalui transporter yang terdapat pada membran sel, setelah berada di dalam sitosol, GC akan terikat pada pencerap glukokortikoid yaitu pencerap NR3C1 (Inggris: nuclear receptor subfamily 3, group C, member 1; glucocorticoid receptor, GR, GCR) yang berfungsi sebagai faktor transkripsi yang akan mengaktivasi gen yang terdapat di dalam inti sel.

Ikatan yang terjadi antara hormon dan pencerap menyebabkan protein yang sebelumnya terikat pada pencerap, seperti protein HSP-90, menjadi lepas. Lepasnya protein tersebut akan memungkinkan dua pencerap saling mengikat dan membentuk dimer.

Dimer kemudian masuk ke dalam inti sel melalui pori-pori inti sel dan mengikat area tertentu pada deret DNA yang disebut GRE (Inggris: glucocorticoid response elements). GRE berperan sebagai aktivator transkripsi dari gen target.

Referensi

  1. ^ (Inggris)"Action of Glucocorticoid hormone". GLENCOE Online Learning Center. Diakses tanggal 2010-03-10. 
  2. ^ (Inggris)Kufe, Donald W.; Pollock, Raphael E.; Weichselbaum, Ralph R.; Bast, Robert C., Jr.; Gansler, Ted S.; Holland, James F.; Frei III, Emil. (2003). Holland-Frei Cancer medicine - Multistage Carcinogenesis. Dana-Farber Cancer Institute, Harvard Medical School Boston, Department of Surgical Oncology, University of Texas, MD Anderson Cancer Center, Department of Radiation and Cellular Oncology, University of Chicago Hospital, Chicago Tumor Institute, University of Chicago Chicago, University of Texas, MD Anderson Cancer Center, Houston, American Cancer Society, Derald H Ruttenberg Cancer Center, Mount Sinai School of Medicine New York (edisi ke-6). Hamilton on BC Decker Inc.,. hlm. Physiologic and Pharmacologic Effects of Corticosteroids. ISBN 1-55009-213-8. Diakses tanggal 2011-05-12. 
  3. ^ (Inggris)Janeway, Charles A.; Travers, Paul; Walport, Mark; Shlomchik, Mark (2001). Immunobiology. Garland Science. Diakses tanggal 2010-03-10. 
  4. ^ (Inggris)"Glucocorticoids do not inhibit antitumor activity of activated CD8+ T cells". National Cancer Institute (NCI), National Institutes of Health (NIH), Hinrichs CS, Palmer DC, Rosenberg SA, Restifo NP. Diakses tanggal 2010-08-05. 
  5. ^ (Inggris)"Glucocorticoids". Daniel J. Drucker. Diakses tanggal 2010-02-26. 
  6. ^ (Inggris)"Mitochondrial energy metabolism in a model of undernutrition induced by dexamethasone". Expression des gènes des phosphorylations oxydatives mitochondriales; Jean-François Dumas, Gilles Simard, Damien Roussel, Olivier Douay, Françoise Foussard, Yves Malthiery, dan Patrick Ritz. Diakses tanggal 2010-12-01.