Gili lampu

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Gili Lampu adalah sebuah destinasi wisata yang cukup populer, berada di Sambelia, salah satu kecamatan di Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat Indonesia. Gili Lampu berasal dari kata "Gili" yang berarti Pulau dan "Lampu" yang bisa berarti Penerang. Selama ini mungkin banyak orang membayangkan Gili Lampu itu pulau yang dipenuhi lampu-lampu. Tetapi kenyataannya tidaklah demikian. Karena "Gili Lampu" sebenarnya merupakan pulau kecil dimana terdapat sebuah mercusuar tanda penerang atau rambu-rambu bagi lalu lintas laut dan hilir mudik pelayaran di sekitarnya. Menurut keterangan tokoh masyarakat di Sambelia, mercusuar itu sudah ada sejak zaman Jepang, dan hingga kini kondisinya masih berfungsi. Pada malam hari, kerlip pijar lampu mercusuar tidak hanya tampak dari sekitar wilayah pesisir, tetapi juga bisa dilihat dari Depan Kantor Kecamatan Sambelia.

Posisi dan Perbatasan[sunting | sunting sumber]

Secara administratif Gili atau Pulau Lampu termasuk dalam wilayah Kecamatan Sambelia, posisinya sekitar 2 Km di sebelah timur Dusun Transad Desa Labuhan Pandan. Dari segi komposisi pulau ini lebih tepat disebut gugusan karang, karena jenis vegetasi yang dominan tumbuh di atasnya hanya bakau. Di sebelah timur Pulau Lampu berbatasan dengan Selat Alas, kemudian di utaranya terdapat Gili Petagan yang berukuran sedikit lebih besar, dan di sebelah selatan ada beberapa gugusan pulau kecil yang masyarakat setempat menamainya Gili Lebur. Kuat dugaan bahwa sebelumnya pulau-pulau ini merupakan satu kesatuan. Namun akibat arus pasang dan naiknya permukaan air laut, menyebabkan gugusan pulau karang ini seolah terpisah satu sama lainnya.

Perkembangan Fungsi[sunting | sunting sumber]

Sekitar tahun 1970-an, Pulau Lampu hanyalah tempat peristirahatan para nelayan yang kebetulan sedang mencari ikan di perairan sekitarnya. Pada waktu itu penggunanya kebanyakan adalah nelayan setempat, yaitu dari Dusun Labuan Pandan (Sekarang Desa Labuan Pandan, red), sebagian kecil dari Dusun Tibu Borok dan sekitarnya, serta nelayan luar seperti dari Labuan Lombok, Tanjung Teros, Labuan Haji, atau Pulau Sumbawa. Demikian pula dengan pantainya, komunitas nelayan atau warga setempat lebih banyak memanfaatkannya untuk pelabuhan perahu dan sampan atau sekadar untuk mencari nener (bibit bandeng). Tetapi memasuki pertengahan tahun 1980-an, pemanfaatan objek Pulau Lampu mengalami perkembangan proyeksi. Tidak hanya sebatas aktivitas nelayan dan budidaya perikanan, tetapi lebih didorong kearah kepariwisataan. Masyarakat sekitar terutama dari Dusun Transad yang pada dasarnya tidak berlatar belakang nelayan mulai tertarik melakukan pengembangan, antara lain dengan membersihkan dan menata pantai sehingga nyaman untuk rekreasi. Beberapa fasilitas meskipun alakadar (minimalis) mulai disediakan, seperti tempat pedagang makanan dan minuman ringan, membuat sumur pembilasan, tempat ganti pakaian, dan toilet umum. Kemudian pada tahun 1990-an, selain menyediakan penginapan seperti bungalow-bungalow, kelompok pengelola setempat yang dimotori Mas Yanto dkk terus melakukan pembenahan, misalnya dengan menyediakan paket penyeberangan ke Gili atau perjalanan antar lokasi wisata pantai di Pulau Lombok. Pada waktu itu kerjasama sudah dilakukan dengan agen tour and travel ternama, seperti "Perama".

Wisatawan Yang Berkunjung[sunting | sunting sumber]

Pada awalnya wisatawan yang berkunjung hanya sebatas masyarakat setempat, seperti dari beberapa dusun tetangga se-Desa Sambelia atau dari desa-desa lain se-Kecamatan Sambelia. Inipun hanya diwaktu-waktu tertentu, misalnya piknik saat kenaikan kelas Sekolah Dasar, perayaan Idul Fitri, Idul Adha, atau liburan tahun baru. Tetapi lambat laun, pengunjung dari luar juga mulai berbondong-bondong, seperti dari Kecamatan Pringgabaya, Aikmel, Masbagik, Selong, dll. Bahkan seiring waktu dan gencarnya promosi yang dilakukan tokoh pemuda bersama pemerintah setempat dan swasta, alhasil jumlah kunjungan wisata ke Pulau Lampu meningkat dengan sangat pesat.

Daya Tarik Kepariwisataan[sunting | sunting sumber]

Saat ini objek wisata Pulau Lampu sudah lebih dari cukup terkenal, khususnya sebagai salah satu destinasi wisata pantai yang ada di Pulau Lombok. Dalam promosi paket tour wisata yang disebutkan adalah "Pulau Lampu", tetapi sepertinya yang lebih dominan wisata pantai. Selain bisa mandi dan berenang dengan aman di pantai, ketertarikan wisatawan lokal kebanyakan berkunjung kesana mungkin karena sensasi nama "Pulau Lampu". Sedangkan bagi wisatawan luar atau mancanegara, yang menjadi magnet bukanlah sekadar nama itu, melainkan karena disana mereka bisa menikmati "sunrise". Secara analogi, kalau pariwisata di Bali punya Sanur dan Kuta untuk melihat sunrise dan sunset, maka pariwisata Lombok memiliki Pulau Lampu dan Senggigi untuk menikmati sunrise dan sunset. Kira-kira begitulah ilustrasinya walaupun pada kenyataan kondisi sangat jauh dari kata seimbang, khususnya untuk fasilitas pendukung. Tetapi bagaimanapun, inisiatif dan keberhasilan yang dicapai Masyarakat Sambelia terutama para pemuda di Dusun Transad ini patut mendapatkan apresiasi. Sebuah karya anak bangsa, yang sudah sepantasnya para pihak mendukung untuk pengembangan wisata daerah NTB, serta peningkatan manfaat yang seluasnya bagi masyarakat sekitar. Jika ingin lebih sukses, maka masih banyak yang perlu dilakukan bersama, misalnya bagaimana mengemas budaya dan produk lokal yang ada menjadi paket wisata guna meningkatkan pesona dan daya tarik kepariwisataan. Sudah barang tentu, semua itu harus dimulai dari sekarang hingga masa-masa selanjutnya (WG).

Referensi[sunting | sunting sumber]