Taman Sriwedari

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Taman Sriwedari
Pintu masuk Taman Sriwedari
Peta
Informasi umum
JenisTaman
AlamatJalan Slamet Riyadi,Kelurahan Sriwedari,Kecamatan Laweyan
KotaSurakarta
NegaraIndonesia Indonesia

Taman Sriwedari (Jawa: ꦒꦼꦝꦺꦴꦁ​ꦮꦪꦁ​ꦮꦺꦴꦁ​ꦯꦿꦶꦮꦼꦢꦫꦶ, translit. Gedhong Wayang Wong Sriwedari) adalah sebuah kompleks taman yang terletak di Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. Sejak era Pakubuwana X, Taman Sriwedari menjadi tempat diselenggarakannya tradisi hiburan Malam Selikuran. Sriwedari juga pernah menjadi lokasi penyelenggaraan PON I pada tahun 1948.[1] Saat ini kepemilikan Taman Sriwedari menjadi sengketa antara Pemerintah Kota Surakarta dengan ahli waris keluarga KRMH Wirjodiningrat.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Taman Sriwedari pada tahun 1900
Taman Sriwedari, pusat hiburan, seni dan budaya di kota Solo

Taman Sriwedari dan Segaran dibangun oleh Pakubuwana X yang merupakan adik ipar KRMT Wirjodiningrat. Almarhum KRMT Wirjodiningrat pada 13 Juli 1877 membeli tanah seluas +/- 99.889 M2 dari Tuan Johanes Booslar dan bukti kepemilikanya adalah Eigendom No:295 yakni eigendom adalah hak milik mutlak. Pembelian tanah tersebut dilakukan dengan Akta Jual Beli No:10 tanggal 13 Juli 1877 dibuat Pieter Jacobus Notaris Surakarta, kemudian dibalik nama dengan akte Assisten Residentie van Surakarta No:59 tgl 5 Desember 1877. Akte Jual Beli dibuat Notaris Pieter Jacobus, lalu dikuatkan Putusan MA No:3000-K/Sip/1981 dan No:3249-K/Pdt/2012. Tanah/bangunan tersebut dipinjam Keraton Solo, lalu disewa Pemkot Solo dan sebagian dari tanah tersebut yakni seluas 3.5 ha diterbitkan SHGB. Namun ketika HGB akan diperpanjang tidak dikabulkan oleh BPN. Selanjutnya ahli waris minta kepada Pemkot agar tanah tersebut dikembalikan namun tidak direspons Pemkot Surakarta.

Setelah keluar Undang-undang Pokok Agraria tanggal 24 September 1960, status kepemilikan tanah didaftarkan kembali namun hanya mendapat status hak guna bangunan (HGB) 22 karena baru didaftarkan tahun 1965.

Sengketa[sunting | sunting sumber]

Ahli waris KRMT Wirjodiningrat (per 2009 sejumlah kurang lebih 200 pewaris yang terbagi menjadi 11 kelompok dengan keinginan yang bermacam-macam) menggugat melalui Pengadilan Negeri Surakarta pada 1970. Pada 1980, keputusan kasasi di tingkat Mahkamah Agung menyatakan ahli waris berhak atas HGB 22 sampai 1980. Pemerintah Kota Surakarta membayar ganti rugi uang sewa persil dan gedung, sementara gugatan agar pemkot mengosongkan dan menyerahkan persil dan gedung kepada ahli waris tidak dapat diterima. Pada 1980 ahli waris memperpanjang hak kepada BPN Surakarta namun tidak diterima.

Pada 1987 dan 1991, BPN menerbitkan Hak Pakai (HP) 11 dan HP 15 untuk tanah Sriwedari atas nama Pemkot Surakarta. Ahli waris KRMT Wirjodiningrat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara menuntut pembatalan HP 11 dan HP 15.

Di PTUN Semarang, BPN kalah, tetapi di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya BPN menang. Di tingkat kasasi BPN kalah. Saat ini sedang berlangsung proses pengajuan peninjauan kembali. 17 April 2007 PK BPN ditolak Mahkamah Agung.

Gedung Wayang Orang (GWO) Sriwedari[sunting | sunting sumber]

GWO Sriwedari

GWO Sriwedari adalah sebuah gedung pertunjukan wayang orang yang ada di Taman Sriwedari. Tempat ini menyajikan seni pertunjukan daerah wayang orang yang menyajikan cerita wayang berdasarkan pada cerita Ramayana dan Mahabarata. Pada kesempatan tertentu juga digelar cerita-cerita wayang orang gabungan antara wayang orang sriwedari dengan wayang orang RRI Surakarta dan bahkan dengan seniman-seniman wayang orang Jakarta, Semarang, ataupun Surabaya.[2]

Ornamen yang menghiasi GWO Sriwedari cukup menarik, yaitu menyajikan lukisan raksasa yang ditempel di dinding sayap kanan dan sayap kiri atas. Ornamen lukisan pada sayap kiri (selatan) atas menceritakan tentang kisah dalam Mahabharata yang berjudul "Kresno Duto". Cerita ini mengisahkan tentang perjalanan Prabu Kresna sebagai perwakilan pihak Pandawa untuk bernegosiasi dengan Pihak Kurawa, meminta hasil perjanjian setelah para Pandawa melakukan pengasingan diri selama 12 tahun plus 1 tahun masa tidak boleh tertangkap oleh pihak Kurawa, maka Kerajaan Hastinapura akan dikembalikan oleh pihak Kurawa kepada pihak Pandawa. Namun ternyata negosiasi tidak berjalan seperti yang diharapkan dan Kurawa mengingkari perjanjian tersebut. Pengingkaran Kurawa ini mengakibatkan Prabu Kresna menjadi marah dan menjadi Raksasa yang siap menghancurkan Kurawa dalam sekali libas. Namun demikian akhirnya Prabu Kresna yang sudah menjadi raksasa tersebut amarahnya dapat dipadamkan oleh Batara Naradha dan mengingatkan bahwa kehancuran Kurawa bukan saat ini namun nanti akan ditumpas habis oleh Pandawa dalam perang besar umat manusia Baratayudha di padang kurusetra.

Ornamen lukisan pada sayap kanan (utara) atas menceritakan tentang Dewaruci. Dewaruci ini adalah Dewa sesembahan/panutan/penasehat dari Arya Bima atau Wrekudhara (Pandawa nomor 2). Arya Bima diperintahkan oleh Dewaruci untuk mencari sarang angin. Perjalanan Arya Bima mencari sarang angin ini digambarkan dalam 3 sekuel lukisan besar yang sangat mengagumkan. Mulai dari pertempuran Arya Bima dengan para Raksasa di Hutan yang terpencil, kemudian perjalanan Arya Bima mengarungi samudera nan luas dan bertarung dengan Naga yang sakti, hingga akhirnya Arya Bima bertemu dengan Dewaruci di dasar sungai gangga dan diberikan wejangan arti dari sarang angin tersebut.

GWO Sriwedari selain digunakan untuk pertunjukan wayang orang, pada hari-hari tertentu juga dapat digunakan atau disewa sebagai gedung pentas seni remaja ataupun acara wisuda dan pelepasan murid sekolah. GWO Sriwedari tetap mempertahankan bentuk aslinya, dimana pada dinding utara dan selatan tidak ditutup dengan tembok bata, tetapi hanya memakai kaca tembus pandang. Selain mengurangi konsumsi listrik untuk penerangan dalam gedung, filosofi tembok kaca adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat kelas bawah yang tidak bisa masuk/membeli tiket dapat menikmati pertunjukan dari luar gedung.

Saat ini kondisi GWO Sriwedari memang terlihat kurang terawat. Hal ini disebabkan oleh beberapa sumber diantaranya konflik berkepanjangan atas kepemilikan Taman Sriwedari antara ahli waris dengan Pemerintah Kota Surakarta. Selain itu banyaknya pertunjukan pertunjukan modern dan semakin menyusutnya animo masyarakat untuk menikmati pertunjukan wayang orang, serta persaingan pasar bebas dalam hal persewaan gedung menyebabkan banyak bangunan lama kalah bersaing dengan gedung-gedung modern.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Sriwedari Surakarta"". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-08-22. Diakses tanggal 2018-08-22. 
  2. ^ "Gedung Wayang Orang". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-10-31. Diakses tanggal 2011-07-06. 

Bibliography[sunting | sunting sumber]

  • Taman Sriwedari Surakarta dalam Memori Sejarah. Harian Kompas Edisi Jawa Tengah, 1 Mei 2007.
  • Radar Solo, Kamis 7 Januari 2010.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]