Gao Kaidao

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Gao Kaidao (Hanzi: 高开道, ?-624) adalah seorang pemimpin pemberontakan petani pada akhir Dinasti Sui. Ia menguasai daerah Huairong (sekarang Zhangjiakou, Hebei) dan mengangkat dirinya sebagai Pangeran Yan. Tahun 620, ia menyatakan tunduk pada Dinasti Tang yang baru berdiri dan mendapat anugerah menyandang marga Li (marga kaisar Tang) dari Kaisar Tang Gaozu. Namun tahun berikutnya ia memberontak dan mendirikan rezim separatis terpisah dari pemerintah Tang dibawah perlindungan suku Tujue Timur (suku Turki pengembara). Tahun 624, ia dikudeta oleh bawahannya, Zhang Jinshu hingga melakukan bunuh diri massal bersama keluarganya setelah menyadari dirinya sudah diambang kehancuran.

Kehidupan awal[sunting | sunting sumber]

Tidak banyak yang diketahui mengenai kehidupan awal dan kapan Gao dilahirkan. Ia berasal dari Cangzhou, Hebei. Waktu muda ia mencari nafkah dengan membuat garam, di kampungnya ia dikenal sebagai seorang yang kuat dan ahli menunggangi kuda. Sekitar atau sebelum tahun 616 ia bergabung dengan kelompok pemberontak yang dipimpin oleh Ge Qian menentang pemerintahan Kaisar Yang dari Sui yang tiran. Tahun 616, Ge dibunuh oleh Jenderal Yang Yichen dari Sui (catatan sejarah lain menyebutkan ia dibunuh oleh Wang Shichong, seorang jenderal Sui lainnya). Gao mengkonsolidasi sisa-sisa pengikut Ge di bawah kepemimpinannya dan memimpin mereka menjarah wilayah utara Hebei.

Tahun 617, Gao menyerbu Beiping (sekarang Qinghuadao, Hebei) dan mengepung kota itu selama lebih dari satu tahun. Pada awal tahun 619, Jenderal Li Jing (李景, bukan Li Jing 李靖 dari Dinasti Tang) yang mempertahankan kota itu tidak bisa berbuat apa-apa lagi, ia kabur meninggalkan kota sebelum Jenderal Deng Gao datang dengan bala bantuan. Kota itu pun akhirnya jatuh ke tangan Gao, selain itu ia juga berhasil menduduki Yuyang (sekarang di wilayah Tianjin). Setelah kemenangan ini, ia mengangkat dirinya sebagai Pangeran Yan dan mendeklarasikan tahun pemerintahan Shixing (始兴) sebagai tanda kemerdekaan dari Dinasti Sui. Ia menjadikan Yuyang sebagai ibu kota kerajaannya.

Sementara itu, seorang pemimpin pemberontak lain di dekat wilayah kekuasaannya bernama Gao Tansheng, seorang mantan biksu, berhasil mencaplok Huairong dan mengangkat diri sebagai Kaisar Dacheng/ Kaisar Mahayana. Gao Tansheng mengirim utusan pada Gao Kaidao untuk mengajaknya bergabung sebagai bawahannya, Gao menyetujuinya. Gao Kaidao mendapat gelar Pangeran Qi sebagai tanda penyerahan dirinya, tetapi beberapa bulan kemudian ia berkhianat dan membunuh Gao Tansheng, mengambil alih pasukannya, dan menjadikan Huairong sebagai ibu kotanya yang baru. Gao dan seorang pemimpin pemberontak lain bernama Dou Jiande berlomba-lomba membujuk Luo Yi, mantan jenderal Sui pemberontak yang menguasai Youzhou (sekarang Beijing), untuk menyerah. Namun keduanya tidak pernah berhasil karena Luo lebih memilih menyerah pada Dinasti Tang yang baru saja berdiri dan ia mendapat hak menyandang marga Li.

Penyerahan diri dan pemberontakan terhadap Tang[sunting | sunting sumber]

Pada musim panas 620, Dou mengepung Li Yi, yang telah menyerah pada pemerintah Tang. Li meminta bantuan pada Gao yang menyanggupi permintaannya dengan memimpin secara pribadi pasukan kavaleri berkekuatan 2000 orang dan berhasil memukul mundur Dou. Setelah itu Gao menyatakan tunduk pada pemerintah Tang melalui Li. Pada musim dingin tahun itu juga, Kaisar Gaozu mengangkatnya sebagai komandan militer di Weizhou (sekarang sekitar Zhangjiakou), ia juga mendapat gelar Pangeran Beiping dan hak menyandang marga Li sehingga ia juga dikenal dengan nama Li Kaidao. Ketika mengabdi pada Dinasti Tang inilah sejarah mencatat sebuah kejadian yang memperlihatkan kegagahan sekaligus kekejamannya. Suatu ketika dalam pertempuran, Gao terluka oleh sebatang anak panah yang mengenai wajahnya. Ia meminta seorang ahli bedah untuk mencabut panah itu dan mengobatinya. Ahli bedah itu mengatakan bahwa mata panah itu menancap terlalu dalam sehingga ia tidak sanggup mencabutnya, sebuah jawaban yang membuatnya marah dan menghukum mati ahli bedah itu. Ia memanggil ahli bedah lain yang menjawab, “Hamba bisa mencabutnya, tetapi rasanya akan sakit sekali”, jawaban yang tidak menyenangkan ini membuatnya bernasib sama seperti ahli bedah sebelumnya. Ahli bedah ketiga yang diminta bantuannya, menjawab, “Tidak masalah”, dan ia segera memulai operasi. Ia mengebor hingga ke tulang wajah dan membuat pecahan disana untuk mencabut anak panah itu. Konon selagi dioperasi, Gao menikmati pesta dan menonton para wanita menari dan menyanyi di hadapannya.

Pada musim dingin 621, wilayah Youzhou yang dikuasai Li Yi terkena bencana kelaparan. Gao menyetujui permintaan bantuan pangan dari Li dan memperlakukan utusan yang dikirim Li untuk meminta bantuan dengan baik. Merasa yakin dengan ketulusan Gao, Li mengirimkan 3000 orang beserta ratusan kereta dan seribu kuda dan keledai ke Weizhou, wilayah kekuasaan Gao, untuk mentransportasikan bahan pangan. Namun Gao malah mengambil semua itu untuk dirinya sendiri sehingga menghancurkan hubungannya dengan Li Yi dan pemerintah Tang. Setelah menyatakan berontak ia bersekutu dengan Tujue Timur di utara dan Liu Heita, mantan pengikut Dou Jiande, di selatan. Ia melakukan penyerbuan terhadap Yizhou (sekarang wilayah Baoding, Hebei) namun gagal mendudukinya. Setelah serangan gagal ini, ia dan pasukannya sering melakukan perampokan di prefektur-prefektur kekuasaan Li Yi dan jenderal Tang lainnya.

Pada musim semi 623, ia bersekongkol dengan Jiali Khan (Ashina Duobi), kepala suku Tujue Timur dan Wan Junzhang, mantan bawahan pemberontak Liu Wuzhou, Dingyang Khan menyerang benteng Tang di Yanmen (sekarang Xinzhou, Shanxi), namun serangan ini pun kembali dipatahkan oleh pemerintah Tang. Selanjutnya ia tetap sering melakukan serangan terhadap wilayah-wilayah kekuasaan Tang, biasanya ia bekerjasama dengan suku Tujue atau Xi. Tahun itu juga ia membantu serangan Jiali Khan berikutnya terhadap Mayi (sekarang Shuozhou, Shanxi) dan berhasil mendudukinya, tetapi belakangan Jiali Khan mengembalikan kota itu pada Tang.

Kematian[sunting | sunting sumber]

Hingga musim semi 624, Dinasti Tang telah menaklukan sebagian besar pesaing-pesaingnya. Gao mulai khawatir cepat-lambat akan menjadi sasaran berikutnya dan mempertimbangkan untuk menyerah, tetapi akhirnya ia membatalkan rencananya mengingat sebelumnya telah berkhianat dan merasa aman di bawah lindungan Tujue Timur. Sebagian besar pasukannya berasal dari wilayah Tang, mereka merindukan kampung halaman dan mengkhawatirkan keselamatan keluarga mereka. Untuk mengantisipasi desersi dalam tubuh pasukannya, ia memilih beberapa ratus dari mereka dan secara resmi mengangkat mereka sebagai anak angkat. Mereka ditugasi untuk menjaga istananya dan ditempatkan dibawah komando ajudan kepercayaannya, Zhang Jinshu.

Tahun 623, Liu Heita kalah dan dihukum mati oleh Li Jiancheng, putra mahkota Tang. Salah seorang jenderalnya, Zhang Junli, melarikan diri ke wilayah Gao. Ia bersama Zhang Jinshu berkomplot untuk menggulingkan Gao. Pada suatu malam, Zhang Jinshu memerintahkan para bawahannya untuk diam-diam memotong tali busur para pengawal istana serta menyembunyikan pedang dan tombak mereka. Ketika orang-orang telah tidur, ia dan orang-orangnya menyerang kediaman Gao. Para pengawal menyerah dalam waktu singkat setelah mengetahui senjata mereka rusak atau hilang. Gao menyadari sudah tidak ada jalan keluar baginya, tetapi ia mengenakan baju zirahnya lengkap dengan senjata dan duduk di aula utama istananya. Ia mengadakan sebuah jamuan bersama istri dan para selirnya dan memerintahkan musik dimainkan. Situasi yang memperlihatkan seolah tak ada kejadian apapun itu menyebabkan para pemberontak gentar dan tidak seorang pun dari mereka mendekati aula utama. Mereka tidak tahu apakah Gao sedang memasang jebakan di dalam sana atau sedang melakukan siasat kota kosong (空城计) seperti yang pernah dilakukan Perdana Menteri Zhuge Liang pada Zaman Tiga Negara sehingga mereka hanya berani mengepung di luar. Menjelang fajar, Gao bersama seluruh keluarganya melakukan bunuh diri massal, ia sendiri melakukannya dengan cara gantung diri. Zhang Jinshu membantai seluruh anak angkat Gao dan juga Zhang Junli lalu menyerahkan diri pada pemerintah Tang.