Diskriminasi terhadap Tionghoa-Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 5 April 2013 16.50 oleh EmausBot (bicara | kontrib) (Bot: Migrasi 3 pranala interwiki, karena telah disediakan oleh Wikidata pada item d:Q44596)

Diskriminasi dan kekerasan terhadap orang-orang keturunan Tionghoa di Indonesia telah dicatat setidaknya sejak tahun 1740, ketika Pemerintah Kolonial Belanda membunuh sampai dengan 10.000 orang keturunan Tionghoa selama peristiwa Geger Pacinan. Sejak saat itu, diskriminasi dan kekerasan telah dicatat baik oleh pemerintah asing dan Indonesia. Kejadian terburuk terjadi pada tahun 1998, ketika ratusan orang Tionghoa tewas dan puluhan lainnya diperkosa selama kerusuhan Mei 1998.

Diskriminasi dapat mengambil bentuk kekerasan, diksi atau penggunaan bahasa, dan undang-undang yang sangat membatasi. Karena diskriminasi ini, Tionghoa-Indonesia telah mengalami krisis identitas, tidak dapat diterima oleh Cina dan penduduk Indonesia asli.

Bentuk

Kekerasan

Bahasa

Perundang-undangan

Sejarah

Latar belakang

Era penjajahan

Pendudukan Jepang dan Revolusi Nasional (1942–1949)

Orde Lama (1949–1965)

Orde Baru (1965-1998)

Reformasi (1998-sekarang)

Penyebab

Efek

Selama Orde Lama dan Orde Baru, Tionghoa-Indonesia pada umumnya memenuhi pembatasan hukum sebaik yang mereka bisa. Namun, kerusuhan Mei 1998 menyebabkan perubahan dalam sikap, termasuk kegiatan politik yang lebih besar dan ketegasan.[1] Selain itu, diskriminasi menyebabkan krisis identitas etnis, dengan Tionghoa-Indonesia yang memiliki ikatan yang kuat Cina merasa tidak diterima oleh rakyat Indonesia, dan mereka dengan ikatan yang kuat Indonesia menginginkan persamaan hak.[2]

Lihat pula

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Tan 2008, hlm. 218.
  2. ^ Tan 2008, hlm. 29.

Bibliografi

Sumber daring

  • "Ethnic Chinese tell of mass rapes". BBC. 23 June 1998. Diakses tanggal 15 May 2009. 
  • Daihani, Dadan Umar; Purnomo, Agus Budi (2001). "The May 1998 Riot in Jakarta, Indonesia, Analyzed with GIS". Diakses tanggal 15 May 2009. 
  • "Kota Solo Penuh Asap". Kompas (dalam bahasa Indonesian). Jakarta. 15 May 1998. hlm. 11. 
  • "Amuk Massa Landa Boyolali". Kompas (dalam bahasa Indonesian). Jakarta. 16 May 1998. hlm. 7. 
  • Wijayanta, Hanibal W.Y. (1 June 1998). "Percik Bara Seantero Nusantara" (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Forum Keadilan: 18–22.